Opini

Pak Nova Memimpin Lima Juta Rakyat Aceh  

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr. Teuku Zulkhairi, MA, Dosen UIN Ar-Raniry, Aktivis Rabithah Thaliban Aceh (RTA

Oleh sebab itu, dituntut kecerdikan dari Pak Nova mengatur birokrasinya agar mereka dapat menjadi pelayan bagi rakyatnya. Jika kita perhatikan fakta sejauh ini, jabatan di birokras sering hanya dipahami sebagai sarana berburu rente, memperkaya diri. Program-program dijalankan kepentingan utama mendapatkan fee. Kepentingan rakyat tidak menjadi bahan pemikiran serius. Kita sering mendengar bahwa setiap akhir tahun uang rakyat Aceh masuk ke SILPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran), alias kembali lagi ke pusat karena tidak sanggup dikelola aparatur pemerintah. Kenapa tidak sanggup? Karena kurangnya keikhlasan dan kesungguhan. Faktanya, itu-itu saja masalah yang terjadi hampir setiap tahun.

Di sisi lain, yang menikmati kue pembangunan di lapangan hanya yang memiliki relasi kekuasaan. Dalam wajah yang lain, birokrasi kita hanya pandai menghabiskan angggaran untuk kepentingan birokrasi itu sendiri. Ketika rakyat sedang kelimpungan menghadapi wahab virus corona, kita mendengar Pemerintah Aceh mengalokasikan miliaran anggaran untuk rehab ruang Sekda Aceh dengan dalih efektivitas pelayanan.

Ketika di satu sudut kita menyaksikan fakta dimana Aceh menempati provinsi termiskin di Sumatera dan nomor enam se-Indonesia sebagaimana data yang diliris BPS awal tahun, di sudut lain kita mendengar para elit kita sedang sibuk dengan program pengadaan mobil dinas. Itulah yang kita saksikan di lapangan.

Dan terakhir, Pak Nova memimpin Aceh sebagai provinsi yang memberlakukan syariat Islam. Kita berharap Pak Nova menjadi panglima penegakan syariat Islam yang semakin melemah akhir-akhir ini. Jangan pernah berfikir bahwa syariat Islam hanya tugas Dinas Syariat Islam.

Merebaknya praktik riba rentenir, kejahatan dan pembunuhan, judi dan semua kemungkaran lainnya jangan pernah disangka lepas dari pertanggungjawaban sang pemimpin.

Berita Terkini