Pada tanggl 9 sampai 11 Januari 2011, referendum dilakukan untuk menentukan apakah Sudan Selatan harus menjadi negara merdeka dan terpisah dari Sudan.
Hasilnya cukup telak, 98,83% populasi memilih kemerdekaan.
Dikutip dari BBC, Sudan Selatan resmi merdeka dari Sudan pada 9 Juli 2011.
Meskipun begitu, perselisihan antar kedua negara ini masih tetap terjadi, termasuk pembagian pendapatan minyak, karena 75% dari semua cadangan minyak bekas Sudan berada di Sudan Selatan.
Sejak tanggal 14 Juli 2019, Sudan Selatan resmi menjadi anggota ke-193 dari PBB, dan pada 27 Juli 2011, Sudan Selatan resmi menjadi negara ke-54 yang bergabung dengan Uni Afrika.
Baca juga: Sedikitnya 50.000 Orang Tewas Dalam Perang Saudara di Sudan Selatan
Geografi dan demografi
Sudan Selatan memiliki wilayah seluas 619,745 km2, diapit oleh Sudan di utara, Ethiopia di timur, Uganda di selatan, dan Republik Afrika Tengah di barat.
Negara ini tidak memiliki garis pantai dan wilayah laut sama sekali. Ibu kotanya terletak di kota Juba, yang juga merupakan kota terbesar di Sudan Selatan.
Populasi di Sudan pada sensus tahun 2019 berjumlah sekitar 12.778.250 jiwa dari beberapa etnis yang berbeda, seperti Nuer, Bari, Azande, dan Shilluk.
Untuk bahasa, Sudan Selatan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resminya.
Sementara itu, ada sekitar 60 bahasa asli yang digunakan oleh penduduknya di seluruh negeri.
Mayoritas penduduknya beragama Kristen (60,5%), diikuti Katolik (39,7%), Protestan (20,7%, kepercayaan tradisional (32,9%), Islam (6,2%), dan sisanya merupakan aliran kepercayaan lain.
Konflik baru yang meletus pada tahun 2013 menyebabkan sebanyak 400.000 orang tewas dan hampir 4 juta orang kehilangan tempat tinggalnya, bahkan sampai harus mengungsi ke negara tetangga.
Sudan Selatan bisa saja menjadi negara yang kaya berkat ekspor minyak yang menjadi tulang punggung ekonominya.
Sayang, jatuhnya harga komoditas dan kenaikan anggaran pertahanan negara membuat Sudah Selatan jatuh ke dalam kemiskinan.
Di luar sektor minyak, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani tradisional yang seringkali mengalami kekerasan sehingga menghalangi mereka dalam menanam dan memanen hasil pertanian.
Kondisi ini semakin mendukung Sudan Selatan menjadi negara termiskin di dunia.(*)