Saat ini Afrika memiliki cakupan hampir 100% (Afrika tidak membutuhkan cakupan asing lagi).
Ini berarti Afrika tidak lagi membutuhkan penjamin Prancis, untuk memiliki ketetapan antara CFA dan euro.
Masalahnya bersifat politis sekaligus ekonomis.
Emmanuel Macron dan Presiden Pantai Gading Alassane Ouattara ingin mengganti "CFA franc" dengan "eco".
Ini akan menjadi mata uang bersama di masa depan dari 15 negara.
Keputusan yang paling ditunggu adalah berakhirnya kewajiban negara-negara Afrika untuk membayar 50% cadangan devisa mereka kepada Kementerian Keuangan Prancis.
Baca juga: Presiden Erdogan Harap Prancis Segera Singkirkan Emmanuel Macron, Berikut Konflik Turki Vs Prancis
Baca juga: Prabowo Tertarik Beli Pesawat Tempur Rafale dari Prancis, 48 Unit Akan Diborong Tahun Ini
Uang dan Kedaulatan
Uang adalah instrumen kedaulatan suatu negara.
Tetapi bahkan 60 tahun setelah kemerdekaan, bekas jajahan Afrika sub-Sahara tidak memilikinya.
Ouattara membela persatuan moneter yang dijamin oleh Prancis.
Orang Afrika yang menentangnya memperingatkan bahwa proyek ini mempertahankan keseimbangan dengan euro, yang merupakan mata uang yang kuat.
Konsekuensinya banyak karena mencegah devaluasi kompetitif dan perkembangan industri.
Ini akan mengakibatkan mengunci negara-negara ini ke dalam ekonomi sewa komoditas.
Jika Afrika hanya mewakili 5% dari perdagangan internasional, kemajuan negara-negara di zona “CFA” akan terhambat oleh integrasi yang tidak memadai ke dalam perdagangan internasional.
Masalah moneter tampaknya menjadi rem bagi perkembangan perdagangan.
Penurunan komersial Prancis cukup jelas.
Pangsa pasarnya di Afrika telah berkurang setengahnya sejak 2001, dari 12% menjadi 6% menurut COFACE.
Kembali lebih jauh, kami menyadari bahwa jika Afrika mewakili 8,7% dari ekspor Prancis pada tahun 1970, itu hanya mewakili 5,6% pada tahun 2006, menurut Philippe Hugon, direktur di Institut Hubungan Internasional dan Strategis di Paris.
Antara 1970 dan 2006, ekspor Prancis ke Afrika naik dari 13-28 miliar dolar dan pasar Afrika bertambah empat kali lipat. Ini menjelaskan mengapa Prancis ingin tetap memegang teguh mata uang (franc).(Anadolu Agency)
* Ditulis oleh Felix Tih dan Rodrigue Forku
* Pendapat yang dikemukakan dalam analisis ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan garis editorial Anadolu Agency dan Serambinews.com.