Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dalam dakwaan primair kami ;
Untuk terdakwa Saifullah Hanif dituntut dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dengan dikurangkan lamanya terdakwa berada didalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.
Sementara terdakwa Darmawansyah, dituntut dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dengan dikurangkan lamanya terdakwa berada didalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulankurungan.
Sedangkan terdakwa Syukri Rosab dituntut dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dengan dikurangkan lamanya terdakwa berada didalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulankurungan.
Baca juga: Cegah Penyebaran Covid-19, Sidang Korupsi Proyek Fiktif DPUPR Subulussalam Secara Virtual
Baca juga: Dua Unit Rumah dan Satu TPA di Alue Keumang Pante Ceureumen Menanti Ambruk ke Sungai
Baca juga: Dialog Keagamaan, Menag Fachrul Razi Sebut Isu Kerukunan Antar Umat Beragama Sudah Selesai di Aceh
Sidang kasus korupsi proyek fiktif tersebut disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh.
Dalam kasus ini proses sidang sebagian dilaksanakan secara virtual atau video converence. Hal ini karena situasi covid-19.
Tiga terdakwa mengikuti sidang secara virtual dari Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Singkil, Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Aceh Singkil
Dalam sidang beberapa waktu lalu Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan delapan orang saksi dalam persidangan ketiga perkara korupsi proyek fiktif di Pengadilan Tipikor Banda Aceh.
Satu dari delapan saksi adalah Alhaddin, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam.
Kemudian seorang lagi Eddi Mofizal, mantan Kadis PUPR Kota Subulussalam yang sekarang juga menempati jabatan serupa di Kabupaten Aceh Tamiang.
Selain itu jaksa juga memanggil Jupril selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam kasus proyek fiktif DPUPR Subulussalam.
Selanjutnya Musjoko Isneini Lembeng mantan Sekretaris DPUPR Subulussalam serta sejumlah staf kantor tersebut.
Baca juga: Sungai Arakundo Meluap, Tiga Desa di Pante Bidari Kembali Terendam Banjir
Baca juga: Sudah Sembilan Malam Warga Dua Desa di Aceh Utara Mengungsi ke Meunasah
Baca juga: Bupati Nagan Raya Lantik Ipelmasra Banda Aceh
Kasus ini sendiri mulai terkuak awal September 2019 lalu. Kala itu, selain proyek fiktif mencuat pula kasus proyek bermasalah lainnya yakni dua kali bayar.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam Alhaddin yang dikonfirmasi wartawan di ruang kerjanya Senin (8/11/2019) membenarkan.
Namun terkait dugaan proyek fiktif berupa pembangunan MCK di Penanggalan maupun jalan sebelum dia menjabat di dinas itu.”Kabar-kabar yang beredar begitu tapi itu sebelum saya menjabat,” kata Alhaddin.