Konflik Satwa Meningkat, Anggota Komisi II Pertanyakan Implementasi Qanun Pengelolaan Satwa Liar
Laporan Yocerizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Konflik antara manusia dan satwa liar di Aceh terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, yang didominasi oleh gajah dan harimau.
Terbaru, konflik harimau dan manusia yang terjadi di kawasan Desa Pangkalan Sulampi, Kecamatan Suro Makmur, Kabupaten Aceh Singkil, yang berujung pada penangkapan hewan dilindungi itu pada Rabu (23/12/2020) lalu.
Sementara di sisi lain, Aceh juga telah memiliki Qanun Pengelolaan Satwa Liar yang telah disahkan pada 18 Oktober 2019 lalu. Tetapi sampai sejauh ini, penerapan dari qanun tersebut sama sekali belum terlihat.
"Itu yang heran saya, kita sudah memiliki qanun tentang pengelolaan satwa liar, tetapi implementasinya belum kelihatan sampai sekarang. Sementara konflik satwa dengan manusia terus meningkat," kata Anggota Komisi II DPRA, Sulaiman SE, kepada Serambinews.com, Minggu (27/12/2020).
Sulaiman menyebutkan, salah satu poin mendesak yang diamanatkan qanun adalah memerintahkan Pemerintah Aceh agar menyusun strategi dan rencana aksi pengelolaan satwa liar. Perintah itu tertuang pada Bab III pasal 7.
Selanjutnya pada pasal 8 ayat 1, disebutkan, strategi dan rencana aksi dimaksud ditetapkan melalui Peraturan Gubernur (Pergub) untuk jangka waktu lima tahun. Kemudian pada pasal 8 ayat 2, ditegaskan bahwa Pergub dimaksud harus ditetapkan paling lama satu tahun sejak Qanun Pengelolaan Satwa Liar itu diundangkan.
Baca juga: Harimau Pemangsa Ternak Warga Aceh Singkil Masuk Perangkap, Libatkan BKSDA Hingga Pawang
Baca juga: VIDEO Harimau Liar Berbobot 85 Kilogram di Aceh Singkil Dievakuasi Tengah Malam Saat Hujan Deras
Baca juga: Ritual Kambing Putih, Cara Sang Pawang Taklukkan Harimau Pemangsa di Singkil
“Qanun Pengelolaan Satwa Liar itu diundangkan pada 18 Oktober 2019. Ini berarti sudah lebih setahun,” sebut Sulaiman.
“Tetapi sampai sekarang saya belum mendengar adanya pergub tersebut. Kita akan pertanyakan hal ini ke Pemerintah Aceh,” pungkas politisi Partai Aceh ini.
Sulaiman meminta Pemerintah Aceh agar serius menyusun strategi dan rencana aksi pengelolaan satwa liar ini, dan kemudian menetapkannya melalui Pergub. Karena selain intensitas konflik yang terus meningkat, hal itu juga merupakan perintah qanun.
"Jangan sampai Pemerintah Aceh mengabaikan undang-undang yang telah disahkannya sendiri.” pungkas Sulaiman lagi.
Data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, sampai dengan November 2020 kemarin tercatat sebanyak 132 konflik satwa-manusia yang terjadi di provinsi ini, yang didominasi gajah dan harimau.
"Hingga November 2020 berdasarkan pengaduan melalui 'call center' BKSDA Aceh dan upaya penanganan konfik yang telah kita lakukan, untuk konflik gajah sebanyak 97 konflik dan harimau sebanyak 35 konflik," kata Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto, sebagaimana dilansir Antara, Rabu (16/12/2020).
Baca juga: Konflik Satwa Liar dengan Masyarakat 10 Gajah Mati, Begini Kata Kepala BKSDA Aceh
Baca juga: Kawanan Gajah Liar Rusak Kebun Sawit Warga, KSM Suplai Mercon & Desak Realisasi Power Fencing
Baca juga: Polda Aceh Bongkar Kasus Perdagangan Satwa Liar Senilai Rp 6,3 Miliar, Satu Pelaku Jadi Tersangka
Agus menyebutkan, konflik satwa liar dengan manusia itu masih terus terjadi di sejumlah wilayah, seperti Kabupaten Bener Meriah, Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Jaya, dan Pidie. Sedangkan di Aceh Selatan dan Aceh Tenggara, intensitas konflik disebutkannya mulai menunjukkan pengurangan.