SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM mengungkapkan sejumlah temuan di Tol Jakarta-Cikampek KM 50 terkait bentrok antara polisi dan laskar Front Pembela Islam ( FPI).
“Di KM 50, terdapat pula informasi adanya kekerasan, pembersihan darah, pemberitahuan bahwa ini kasus narkoba dan terorisme,” kata Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM M Choirul Anam dalam konferensi pers, Jumat (8/1/2021).
Temuan lainnya, adanya pemeriksaan telepon genggam milik masyarakat di lokasi.
Selain itu, Komnas HAM menemukan adanya pengambilan kamera CCTV di salah satu warung di KM 50 oleh anggota kepolisian.
Setelah dikonfirmasi oleh Komnas HAM, pihak kepolisian mengakui telah mengambil kamera CCTV tersebut.
Tak dirinci lebih lanjut kapan kamera tersebut diambil.
“Mereka (kepolisian) jawab diambil secara legal sehingga nanti kita tunggu kalau ini menjadi pembuktian di proses pengadilan,” kata dia.
Dalam kasus ini, enam anggota laskar FPI tewas ditembak anggota Polda Metro Jaya setelah diduga menyerang polisi pada 7 Desember 2020 dini hari.
Di KM 50, Komnas HAM mengungkapkan bahwa dua anggota laskar FPI ditemukan meninggal setelah sebelumnya terjadi kontak tembak.
Sementara itu, di lokasi yang sama, empat anggota lainnya masih hidup dan dibawa oleh anggota kepolisian.
Berdasarkan keterangan polisi, keempatnya ditembak karena berupaya melawan yang mengancam keselamatan petugas.
Informasi tersebut hanya didapat Komnas HAM dari polisi.
Komnas HAM menyimpulkan bahwa penembakan terhadap empat anggota laskar FPI tersebut sebagai bentuk pelanggaran HAM sehingga diminta agar penyelesaiannya lewat jalur pidana.
“Komnas HAM merekomendasikan kasus ini harus dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana,” kata dia.
Tanggapan Polri
Polri masih menunggu surat dari Komnas HAM yang baru saja mengumumkan hasil penyelidikan atas peristiwa bentrok antara polisi dan laskar Front Pembela Islam (FPI).
“Polri menghargai hasil investigasi dan rekomendasi dari Komnas HAM. Kedua, Polri masih menunggu surat resmi,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Jumat (8/1/2021).
Apabila sudah menerima surat, polisi bakal mempelajari temuan serta rekomendasi Komnas HAM.
Argo pun tidak berkomentar banyak.
Ia menegaskan pihaknya masih menunggu rekomendasi dari Komnas HAM.
Ia kemudian mengklaim bahwa penyidikan yang dilakukan polisi atas suatu tindak pidana didasarkan keterangan saksi, barang bukti, dan petunjuk.
“Tentunya nanti semuanya harus dibuktikan di sidang pengadilan,” ucapnya.
Dalam kasus ini, enam anggota laskar FPI tewas ditembak anggota Polda Metro Jaya setelah diduga menyerang polisi pada 7 Desember 2020 dini hari.
Komnas HAM membagi dua konteks peristiwa.
Konteks pertama, dua laskar FPI tewas ketika bersitegang dengan aparat kepolisian dari Jalan Internasional Karawang Barat sampai Tol Jakarta-Cikampek KM 49.
Sedangkan, tewasnya empat laskar FPI lainnya disebut masuk pelanggaran HAM.
Sebab, keempatnya tewas ketika sudah dalam penguasaan aparat kepolisian.
Komnas HAM kemudian merekomendasikan penembakan empat anggota laskar FPI tersebut dilanjutkan ke pengadilan pidana.
Diketahui terdapat perbedaan keterangan antara polisi dan pihak FPI atas kejadian tersebut.
Dari rekonstruksi, polisi menggambarkan bahwa anggota laskar FPI yang terlebih dahulu menyerang dan menembak polisi saat kejadian.
Hasil rekonstruksi disebutkan belum final.
Sementara, pihak FPI telah membantah anggota laskar menyerang dan menembak polisi terlebih dahulu.
Menurut FPI, anggota laskar tidak dilengkapi senjata api.(*)
Baca juga: Tingkatkan Disiplin Penerapan Protokol Kesehatan, Polda Aceh Kembali Operasi Yustisi
Baca juga: Ayatollah Ali Khamenei Larang Vaksin Virus Corona dari AS dan Inggris
Baca juga: Joe Biden Menyalahkan Trump Atas Kekerasan di Capitol yang Mengguncang AS, Pelaku Teroris Domestik
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Temuan Komnas HAM di KM 50: Kekerasan, Pembersihan Darah, hingga Diambilnya Kamera CCTV"