Berita Aceh Besar

Longsor Besar Semakin Berpotensi Terjadi di Lamkleng Kuta Cot Glie Aceh Besar, Dampak Tanah Bergerak

Penulis: Yarmen Dinamika
Editor: Mursal Ismail
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pohon bertumbangan di dekat lokasi tanah bergerak, Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, Rabu (20/1/2021).

Alasannya, longsor-longsor kecil di kawasan itu terus terjadi setiap hari yang kedalamannya sudah lebih dari 3 meter sebagai dampak tanah bergerak sebelumnya.

Laporan Yarmen Dinamika l Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Ir Mahdinur MM, memprediksi longsor besar semakin berpotensi terjadi di Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar.

Alasannya, longsor-longsor kecil di kawasan itu terus terjadi setiap hari yang kedalamannya sudah lebih dari 3 meter sebagai dampak tanah bergerak sebelumnya.

Sejauh ini belum terlihat tanda-tanda akan berhenti.

Selain itu, hujan dengan intensitas tinggi masih sering mengguyur Gampong Lamkleng dan sekitarnya.

Semakin tinggi curah hujan, maka tanah di kawasan itu semakin labil dan jenuh terhadap air.

Akibatnya, retakan tanahnya semakin lebar dan memanjang. Seperti saat ini, lebarnya sudah di atas 10 meter, sedangkan panjangnya lebih dari 350 meter.

Pepohonan besar di kawasan itu pun mulai bertumbangan. Beberapa makam bahkan ikut rusak. Batu nisannya juga terguling dari tempatnya semula.

Baca juga: Pria Gorok Leher Ibunya Ditangkap pada 8 Juli 2020, Lalu Divonis 20 Januari 2021, Ini Motif Kasusnya

Baca juga: VIDEO Wirda Mansur Dijodohkan dengan Anak Syekh Ali Jaber

Baca juga: Pasok Cewek ke Dalam Kamar Doorsmer, Dua Pekerja Digelandang ke Polres Pidie

"Dalam kondisi seperti itu kita berharap semoga tidak ada korban jiwa. Upaya-upaya perlindungan terhadap masyarakat dan mitigasi di Gampong Lamkleng harus segera ditindaklanjuti," kata Mahdinur.

Ia mencatat bahwa beberapa tim yang selama ini sudah turun ke lokasi atas nama lembaga atau instansi, berpandangan sama dengan tim survei geologi Dinas ESDM Aceh.

Termasuk yang berpandangan sama adalah mantan ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Cabang Aceh, Ir Faizal Adriansyah MSi.

"Dengan kesamaan persepsi yang demikian, maka kita tentu bakal satu pandangan bahwa dalam keadaan saat ini yang wajib kita utamakan adalah keselamatan masyarakat di lokasi bencana," ujar Mahdinur.

"Ini harus menjadi prioritas, karena berdasarkan perkembangan yang terpantau di lokasi potensi longsor besar semakin besar akan terjadi," tambah Mahdinur.

Ditanya, apakah fenomena tanah bergerak seperti di Lamkleng ini pernah terjadi sebelumnya di Aceh, Mahdinur menyatakan, sebenarnya tanah bergerak atau yang lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah fenomena alam yang biasa.

Bisa terjadi kapan dan di mana saja selama telah didukung oleh faktor-faktor geologi yang memengaruhi gerakan tanah.

"Mulai dari struktur tanah, jenis dan susunan batuan, kemiringan lereng, dan lain-lain," terangnya.

Ia tambahkan bahwa curah hujan, apalagi dengan intensitas tinggi yang dapat memicu gerakan tanah, semua itu merupakan kondisi alam di mana alam selalu berupaya mencari keseimbangan.

"Nah, yang menjadi persoalan adalah ketika di lokasi tempat terjadinya gerakan tanah itu ada kehidupan manusia yang perlu kita lindungi dan selamatkan, seperti di Lamkleng saat ini.

Maka, perlu segera dilakukan upaya-upaya penyelamatan dan mitigasi," ucapnya.

Barangkali, lanjut Mahdinur, saat ini bisa saja sedang terjadi tanah longsor atau gerakan tanah di tempat yang tidak diketahui dan di sana tidak ada kehidupan manusia.

Misalnya di tengah hutan atau tempat lain yang jauh dari kehidupan manusia.

"Maka hal itu tidaklah menjadi persoalan bagi kita.

Akan tetapi, ketika tanah longsor terjadi di jalan raya, di permukiman penduduk, atau di tempat lain yang memengaruhi kepentingan kehidupan manusia, maka hal tersebut menjadi persoalan bagi kita, utamanya yang terkait dengan keselamatan," demikian Mahdinur. (*)

Tim USK Mulai Uji di Laboratorium Kondisi Tanah Bergerak

Sementara itu, seperti diberitakan Serambinews.com kemarin, Tim Survei Geologi dari Fakultas Teknik Universitas Syiah (USK) turun lagi untuk kesekian kalinya ke Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar. 

Tepatnya pada hari ini, Rabu (20/1/2021) ke tempat terjadinya fenomena tanah bergerak (longsor) di Gampong Lamkleng sejak 10 Januari 2021.

Dalam kunjungan ke lapangan kali ini rombongan terdiri atas dua tim yang mempunyai agenda kegiatan berbeda.

Ketua Program Studi (Prodi) Teknik Geologi Fakultas Teknik USK, Dr Bambang Setiawan mengatakan, tim pertama datang lagi ke lokasi untuk melakukan kegiatan sampling tanah pada lokasi terdampak dan sekitarnya.

"Tim ini mengambil delapan sampel tanah yang tidak terganggu (undisturbed sample) dan dua sampel tanah terganggu (disturbed sample).

Sampel tanah tersebut akan kami uji di Laboratorium Geologi USK untuk memperoleh sifat fisik dan mekanisnya.

Dari sifat-sifat fisik dan mekanis tersebut kita bisa melakukan analisis kestabilan lereng di lokasi terdampak dan sekitarnya," kata Bambang Setiawan.

Tim kedua, lanjut Bambang, kembali menerbangkan drone untuk memotret kondisi terkini Lamkleng dari udara.

Pada kegiatan pemotretan menggunakan drone kali ini diikuti dengan meletakkan sejumlah batu bata di permukaan tanah sebagai titik atau lokasi pengikat pada saat analisis dilakukan nantinya.

Dr Syamsidik selaku peneliti senior di Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana (TDMRC) USK mengatakan, kondisi di blok longsoran itu semakin parah.

"Kami sudah ke sana lagi tadi siang," kata Syamsidik.

Pihaknya sudah mengambil imej drone kedua dan menandai sejumlah titik untuk diamati pergerakan arah horizontalnya.

Ia juga mengklarifikasi pemberitaan media ini sebelumnya bahwa foto dan video yang beredar bahwa seolah terbentuk alur sungai di Lamkeng pascahujan deras tadi malam.

"Memang muncul alur baru, tapi itu bukan aliran sungai atau anak sungai, melainkan memang tanahnya yang amblas," kata Syamsidik.

Menurutnya, alur air yang terbentuk di blok longsoran itu terjadi di lokasi pekuburan warga.

"Sejauh ini sudah 14 rumah yang penghuninya diminta mengungsi ke tempat yang lebih aman di Gampong Lamkleng," kata Dosen Fakultas Teknik USK ini. 

Semakin Aktif, Pohon Bertumbangan hingga Kuburan Rusak

Seperti diberitakan Serambinews.com sebelumnya, kondisi tanah bergerak di Desa Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, semakin aktif hingga mengkhawatirkan warga di sekitar. 

Laporan terbaru wartawan Serambinews.com Asnawi Luwi di lokasi memperlihatkan tanah anjlok mencapai 2-3 meter.

Kondisi pada hari ini, Rabu (20/1/2021) pohon-pohon, baik kecil maupun besar mulai bertumbangan diakibatkan pergeseran tanah dan juga hujan lebat yang terjadi dini hari di Desa Lamkleng.

Sementara itu hampir setengah badan  juga amblas hingga mencapai dua meter.

Tepatnya pada pukul 03:00 WIB dini hari, hujan deras, menyebabkan suara pohon ambruk terdengar jelas di desa tanah bergerak.

Kuburan rusak

Menurut penuturan seorang warga, Fakhrizal, hujan deras yang mengguyur Desa Lamkleng mulai sekitar pukul 20:00 WIB hingga menjelang subuh.

"Kejadiannya sekitar jam 3 lebih hampir subuh, hujan deras mulai habis Isya sampai pagi. Masyarakat lagi di rumah pada saat itu, lagi panik semua," ujar Fakhrizal kepada Serambinews.com.

Ia juga menyebutkan kuburan tua di Desa Lamkleng turut terkena imbas dari tanah bergerak ini.

Banyak kuburan rusak akibat tanah bergerak ini.

"Kuburan lama yang patah banyak lah pak," ujar Fakrizal saat diwawancarai Serambinews.com.

Tak hanya itu, jalan di Desa Lamkleng banyak tidak bisa dilalui akibat pohon besar yang berusia puluhan tahun tumbang hingga menutup badan jalan.

Kondisi pohon tumbang bukan hanya karena hujan lebat tetapi juga akibat tanah yang bergerak sejak 10 Januari lalu hingga saat ini.

Akibat kejadian tersebut, Tim Peneliti prodi Teknik Geologi USK Banda Aceh Banda Aceh masih melakukan tahap penyelidikan.

Di lokasi Tanah bergerak sudah diberi garis polisi atau police line.

Wilayah yang sudah diberi tanda garis polisi tidak diperbolehkan warga melintas, tanah tersebut dinilai masih rawan dan semakin aktif bergerak.

Saat siaran langsung Serambinews.com, juga terlihat satu rumah permanen yang terancam ambruk, tanah tepat di bagian belakang rumah sudah amblas total.

Kondisi salah satu rumah di Desa Lamkleng nyaris amblas akibat tanah bergerak. (Serambinews.com)
Sementara itu, warga yang terkena imbas tanah bergerak ikut mengungsi ke posko pengungsian.

Beberapa pengungusi mengeluhkan rasa ketidaknyamanan berada di psoko lantaran lembap.

Lantai tenda pengungsian terlihat hanya dilapis dengan sehelai tenda plastik.

Untuk melihat kondisi terkini, Gampong Lamkleng, bisa disaksikan pada video di bawah ini.

Beberapa komentar warganet pada Facebook mengenai tanah bergerak di Desa Lamkleng, Aceh Besar. 

"Dunia sdah tua jdi harus bnyak bertaubat saudara saudaraku maksiat ad dmn2a," tulis Nanin Setia

"Cikal bakal sungai baru," Idrus Sulaiman

"Kita ingat semua yg terjadi di bumi ini adalah ulah dari manusia itu sendiri, manusia makhluk yg paling sarakah di bumi semua dikuras habis, batu, kayu, tanah semua dijadikan santapan untuk kebutuhan hidup, jadi tak salah apa yg kita rasakan sekarang," Darmawati Darmawati. 

"Waspada slalu musim hujan ini," Zainal Abidin.

Hasil Penelitian Prodi Teknik Geologi USK, Tanah Bergerak di Gampong Lamkleng Akibat Rayapan Tanah

Tim Prodi Teknik Geologi Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Khairul Umam, mengatakan, pergerakan tanah yang terjadi sejak sepekan ini di Gampong Lamkleng, untuk tahap awal ini, tim bisa simpulkan pergerakan tanah yang terjadi akibat rayapan tanah.

Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat.

Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus.

Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali.

Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan pohon, atau rumah miring ke bawah.

"Kondisi tanah dibawah datar dan diatas berjalan secara perlahan-lahan," ujar Anggota Tim Prodi Teknik Geologi USK Banda Aceh, Khairil Ummam kepada Serambinews.com, Minggu (17/1/2021).

Kata dia, dalam peta geologi, tidak ada patahan sesar Sumatera di kawasan itu.

Namun, pergerakan ini murni karena kerentanan tanah.

Kondisi tanah yang rentan tak sanggup menampung beban di atas seperti bangunan, sehingga secara perlahan-lahan lereng tanah turun.

Kemungkinan, pergerakan tanah ini bisa lambat terjadi apabila musim kemarau.

Sementara  itu, seorang warga Lamkleng, Bahtiar, mengaku, ada suara bunyi seperti angin pada malam hari dan tanah yang turun itu kini semakin parah, sudah mencapai 2 meter. (*/Firdha Ustin)

Berita Terkini