Pilkada Aceh Harus di 2022, Politisi PA ajak DPRA dan Pemerintah Aceh Kompak Tolak Rencana Pusat
Laporan Yocerizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Politisi Partai Aceh, Sulaiman SE, menegaskan bahwa Pilkada Aceh harus tetap dilaksanakan pada tahun 2022.
Untuk itu, ia mengajak seluruh anggota DPRA dan Pemerintah Aceh agar kompak menolak pelaksanaan Pilkada pada 2024 sebagaimana direncanakan Pemerintah Pusat.
“DPRA dan Pemerintah Aceh harus kompak menolak pelaksanaan Pilkada 2024,” ujarnya kepada Serambinews.com, Minggu (31/1/2021).
Pemerintah Pusat sebagaimana diketahui, menolak revisi Undang Undang Pemilu versi DPR dan tetap ingin melaksanakan Pilkada Serentak tahun 2024, sesuai dengan Undang Undang Pilkada No 10 Tahun 2016.
Sulaiman mengatakan, apabila Undang Undang Pilkada tersebut diterapkan di Aceh, maka hal itu akan bertentangan dengan Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Dalam UUPA tersebut ia lanjutkan, pada pasal 65 disebutkan bahwa bupati, wakil bupati/wali kota, wakil wali kota/gubernur,wakil gubenur Aceh dipilih secara langsung setiap 5 tahun sekali.
Baca juga: Pemkab Gayo Lues Minta Pemerintah Aceh Turunkan Tim Ahli Terkait Tanah Retak dan Longsor di Pepelah
Baca juga: Ini 6 Bahaya Makanan Cepat Saji Terhadap Kesehatan, Jika Sering Mengonsumsinya
"Mengacu kepada UUPA, seharusnya Aceh menggelar pesta demokrasi Pilkada pada tahun 2022," ujar Sulaiman.
Aceh lanjut Anggota DPRA dari Fraksi PA ini, harus dikecualikan jika memang Pemerintah Pusat tetap ngotot ingin melaksanakan Pilkada serentak di 2024.
Di samping itu, semua elemen masyarakat Aceh juga harus kompak menyuarakan penolakan terhadap pelaksanaan Pilkada 2024. Karena tujuannya adalah untuk mempertahankan UUPA.
“UUPA sedikit demi sedikit telah dibonsai. Tentu ini tidak sejalan dengan semangat perdamaian," imbuhnya.
"Bukankah Aceh memiliki kewenangan sendiri untuk mengurus persoalan Pilkada secara mandiri, sesuai dengan UUPA," pungkas Sulaiman lagi.
Sebelumnya, Partai Demokrat juga mengingatkan Pemerintah dan DPR RI agar revisi UU Pemilu jangan sampai mengganggu partai politik lokal (parlok) di Aceh.
Baca juga: Diambil dari Ibu Angkat, Bocah Tewas di Rumah Ibu Kandung, Keluarga Angkat: Kami Layak Merawatmu
Baca juga: Lowongan Kerja BUMN PT Amarta Karya, Simak Syarat dan Cara Daftarnya
Demokrat juga tak setuju jika Pilkada 2022 dan 2023 digeser dan diserentakkan dengan Pileg dan Pemilu 2024.
Revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 menjadi agenda krusial yang harus diselesaikan DPR RI pada 2021 ini.
Naskah RUU Pemilu yang merupakan usulan inisiatif DPR RI itu sudah masuk di badan legislasi dan telah dilakukan pembentukan panitia kerja (panja) untuk pembahasannya.
“Demokrat meminta revisi UU Pemilu ini tidak memberangus keberadaan partai lokal,” kata Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, Minggu (17/1/2021).
Partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini mengingatkan, partai lokal Aceh itu lahir dari hasil kesepakatan damai bersama antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Hal itu tertuang dalam MoU Helsinki, sehingga keberadaannya harus dipertahankan.
“Keberadaan partai lokal di Aceh harus tetap dipertahankan, karena merupakan hasil kesepakatan damai bersama antara Pemerintah Indonesia dan GAM yang tertuang dalam MoU Helsinki,” imbuh Herzaky.
Baca juga: PNA Aceh Tamiang Polisikan Netizen, Dutuduh Pro PKI dan Sesat
Baca juga: Anda Perokok? Coba Minum Rebusan Rempah Ini Sebelum Tidur untuk Bersihkan Racun Pada Paru-Paru
Seperti diketahui, saat ini tengah terjadi polemik revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang di dalamnya mengganti jadwal pelaksanaan pilkada menjadi 2022 dan 2024.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Saan Mustopa mengatakan, di dalam draf revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu), ada usulan agar pelaksanaan Pilkada akan dilangsungkan pada 2022 dan 2023.
"Ya kalau di draf RUU Pemilu kita memang seperti itu ya, 2024 rencana Pilkada diserentakan itu dinormalkan. Jadi 2022 ada Pilkada, 2023 ada pilkada, dan nanti kalau diserentakkan itu di 2027 Pilkada," kata Saan saat dihubungi, Senin (25/1/2021).
Nantinya, pelaksanaan Pilkada serentak dalam RUU Pemilu ini akan dilangsungkan pada 2027.
Untuk daerah yang menyelenggarakan Pilkada serentak pada 2020, nantinya mereka akan dipimpin oleh pelaksana tugas kepala daerah selama dua tahun.
Sebab, masa jabatan kepala daerah terpilih akan berakhir pada 2025, namun pilkada akan dilangsungkan serentak pada 2027.
Baca juga: Prajurit TNI Kritis Dikeroyok Preman, Kepala Diinjak hingga Tak Sadarkan Diri, Dua Pelaku Ditangkap
Baca juga: Soal Twit Islam Arogan, Bareskrim Polri Periksa Abu Janda pada Senin Besok
"Yang (Kepala daerah masa jabatan habis) 2025 nunggu (Pilkada) 2027 ya, plt dua tahun," ujarnya.
Adapun untuk kepala daerah hasil Pilkada 2022, akan mengakhiri masa jabatannya sampai terpilihnya kepala daerah di Pemilu daerah 2027.
"Pilkada 2023 ke 2028 tetap ikut Pilkada 2027. Tidak ada masa jabatan dikurangi sehingga Itu akan pembahasan," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar, mengatakan, seharusnya Pilkada tetap dilaksanakan pada tahun 2024.
"Sesuai dengan UU yang masih berlaku tersebut, maka jadwal Pilkada berikutnya adalah 2024. Jadi, jika Pilkada dilaksanakan sesuai jadwal, maka jadwalnya adalah 2024," kata Bahtiar pada wartawan, Jumat (29/1/2021).
Menurut dia, seharusnya UU Pilkada yang saat ini berlaku dilaksanakan terlebih dahulu baru kemudian direvisi.
Baca juga: Asal Usul AIDS Terungkap, Patient Zero adalah Tentara Perang Dunia I yang Kelaparan
Baca juga: Kapolri Listyo Sigit Ditantang Tangkap Abu Janda, MUI: Terkesan Dipelihara Pemerintah dan Polisi
Ia juga mengingatkan agar semua pihak fokus terlebih dahulu untuk menangani pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia.
"Tidak tepat jika belum dilaksanakan, sudah direvisi. Mestinya, dilaksanakan dulu, kemudian dievaluasi, baru kemudian direvisi jika diperlukan," ujar dia.(*)