SERAMBINEWS.COM - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menolak hukuman mati bagi mereka yang kedapatan melakukan tindak pidana korupsi.
Penolakan itu disampaikan langsung oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Sikap PDIP itu kemudian disindir oleh Deputi Balitbang DPP Partai Demokrat, Yan Amarullah Harahap.
Ia menilai, wajar saja jika partai berlambang Banteng itu menolak karena mereka sebagai ‘juara’.
“Sebagai ‘juara’, wajar mereka menolak,” kata Yan, Sabtu (13/2/2021) di akun Twitter-nya.
Namun, Ia tidak menjelaskan maksud dari kata ‘juara’, yang menggunakan tanda petik itu.
Biasa jadi, kata ‘juara’ yang dimaksudkan Yan menjelaskan bahwa PDIP meraih suara tertinggi dalam Pemilu 2019 dan keluar sebagai juara dengan meraih 19,33 persen.
Atau kemungkinan lain dalam hal kasus tindak pidana korupsi.
• Sosok Heru Hidayat yang Terlibat Mega Skandal Korupsi Asabri dan Jiwasraya, 20 Kapalnya Disita
• Kasus Korupsi Asabri, Aset para Koruptor Diburu, 194 Hektare Tanah Benny Tjokro Disita Kejagung
• Uang Pensiun Prajurit Dijamin Aman, Prabowo Dukung Pengusutan Kasus Korupsi ASABRI
Tweet Yan tersebut menanggapi sebuah pemberitaan media online yang menerangkan bahwa PDIP menolak hukuman mati bagi koruptor.
Berita yang ditautkan oleh Yan merupakan berita yang telah dipublikasikan pada 12 Desember 2019 silam.
Sejatinya, hukuman mati bagi koruptor sudah diatur oleh undang-undang.
Hanya saja hukuman tersebut tidak pernah diterapkan.
Hukuman mati bagi koruptor tertuang dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang tersebut sudah secara tegas menyebutkan bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam keadaan tertentu.
• Diduga Lakukan Korupsi Rp 5,7 Miliar, Jaksa Tahan Lima Pejabat PUPR Simeulue
• Tersangka Kembalikan Uang Rp 449 Juta, Kasus Dugaan Korupsi di Proyek Irigasi Manggeng
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” apabila tindak pidana korupsi dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya, bencana alam nasional, mengulangi tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Sebelumnya, kader PDIP yang menjabat sebagai Menteri Sosial, Juliari P Batubara telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia menjadi tersangka atas kasus dugaan suap pengadaan barang atau jasa terkait bansos penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial.
Penetapan sebagai tersangka tersebut menjadi tindak lanjut atas operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, Sabtu (5/12/2020) dini hari.
• Buron Selama 4 Tahun, Terpidana Korupsi Ditangkap Tim Tabur Kejati tanpa Perlawanan, Ini Kasusnya
• BPKP Temukan Kerugian Negara Rp 1 Miliar Kasus Dugaan Korupsi yang Diusut Polres Nagan Raya
Juliari diduga menerima uang suap sekitar Rp 8,2 miliar dalam pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama.
Dalam kasus ini, KPK mengamankan uang sebesar Rp 14,5 miliar, terdiri dari pecahan mata uang Rupiah senilai Rp 11,9 miliar, pecahan dollar AS setara Rp 2,420 miliar, dan pecahan mata uang dollar Singapura setara Rp 243 juta. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Baca Juga Lainnya:
• Peringati Satu Dekade Berdiri, BFLF dan PAPDI Pinjamkan Inkubator Portabel Gratis untuk Warga Miskin
• Seorang Wanita di India Nekat Ceraikan Pria yang Baru Dinikahinya, Ini Ternyata Penyebabnya
• Miris! Kondisi Kesehatannya kian Menurun, Kak Seto Didiagnosa Kanker Prostat
• Dua Pria Ini Diringkus karena Kantongi Ganja di Saku Celana, Ketahuan Gara-gara tak Pakai Helm