Turki mengutuk penggunaan kekuatan militer pada warga sipil di Myanmar, Senin (1/3/2021).
SERAMBINEWS.COM - Turki mengutuk penggunaan kekuatan militer terhadap warga sipil di Myanmar, Senin (1/3/2021).
Kementerian Luar Negeri Turki, Merve Aydogan, menyebut Turki telah mengamati stabilitas di Myanmar dan prihatin karena kian memburuk setelah terjadi kudeta militer pada awal bulan Februari lalu.
Melansir dari Anadolu Agency, Senin (1/3/2021), Turki mengutuk penggunaan kekuatan militer Myanmar terhadap pengunjuk rasa hingga banyak warga sipil meninggal.
"Kami mengamati dengan keprihatinan mendalam karena stabilitas kian memburuk di Myanmar setelah adanya kudeta pada 1 Februari 2021," katanya.
"Kami menyerukan untuk dilakukan langkah-langkah yang perlu diambil untuk melakukan pemulihan sistem pemerintahan tanpa penundaan.
Untuk menjaga perdamaian dan stabilitas negara dan segera menghentikan kekerasan pada pengunjuk rasa," tambah Merve Aydogan.
Baca juga: 18 Pendemo Tewas Ditembak di Myanmar, Disebut Hari Terkelam Sejak Kudeta Militer
Sebelumnya Hak Asasi Manusia PBB turut mengutuk eskalasi kekerasan terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta Myanmar.
Menyebut memiliki informasi akurat dan bisa dipercayai kekuatan militer Myanmar telah menyebabkan 18 orang tewas dan lebih dari 30 lainnya luka-luka.
Menurut saksi mata pada media lokal Myanmar, peserta aksi anti-kudeta dihadang dengan gas air mata, peluru karet sampai granat kejut saat polisi dan tentara melakukan tindak kekerasan pada kampanye melawan kudeta militer.
Aksi protes dilakukan warga setelah militer mengumumkan darurat militer pada 1 Februari 2021 setelah menahan Aung San Suu Kyi dan anggota senior Partai Nasional Demokrasi (NLD) yang berkuasa saat itu.
Bukan hanya Turki, beberapa negara lainnya juga turut mengutuk tindakan militer Myanmar melakukan kudeta pada pemerintah.
Baca juga: Tindakan Brutal Militer dan Rasisme Mayoritas dalam Kudeta di Myanmar
Melansir dari Al-Jazeera, Minggu (28/2/2021) para pemimpin dunia mengutuk keras tindakan keras paling berdarah yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar terhadap demonstran anti-kudeta.
Sedikitnya 18 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka di beberapa kota di seluruh Myanmar, menurut kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Kepala PBB Antonio Guterres pada hari Minggu mengecam terhadap tindakan militer, yang merebut kekuasaan pada 1 Februari dan menyatakan "darurat" selama setahun setelah menuduh kecurangan dalam pemilihan November yang dimenangkan oleh pemimpin sipil Aung San.
Sekitar 1.000 pengunjuk rasa menuntut pemerintah Aung San Suu Kyi dikembalikan ke tampuk kekuasaan diyakini telah ditahan pada hari Minggu (kemarin).
"Penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa dan penangkapan sewenang-wenang tidak dapat diterima," kata Stephane Dujarric, juru bicara PBB, dalam sebuah pernyataan.
“Sekretaris Jenderal mendesak komunitas internasional untuk berkumpul dan mengirimkan sinyal yang jelas kepada militer bahwa mereka harus menghormati keinginan rakyat Myanmar seperti yang diungkapkan melalui pemilihan dan menghentikan penindasan.”
Baca juga: Korban Terus Berjatuhan, Indonesia Kembali Serukan Keprihatinan atas Situasi di Myanmar
Sementara itu, kepala diplomatik Uni Eropa Josep Borrell mengonfirmasi dalam sebuah pernyataan bahwa akan "mengambil tindakan dalam menanggapi perkembangan ini segera".
"Otoritas militer harus segera menghentikan penggunaan kekuatan terhadap warga sipil dan mengizinkan penduduk untuk mengekspresikan hak mereka atas kebebasan berekspresi dan berkumpul," kata Borrell dalam sebuah pernyataan.
Para menteri Eropa telah menyetujui sanksi terhadap militer Myanmar atas kudeta tersebut dan telah memutuskan untuk menahan beberapa bantuan pembangunan.
Sanksi tersebut diharapkan akan diselesaikan dalam beberapa hari mendatang dan akan berlaku setelah pemberitahuan resmi diterbitkan oleh UE.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengutuk apa yang dia gambarkan sebagai "kekerasan tidak pantas pasukan keamanan Burma terhadap orang-orang Burma", menggunakan nama lama negara itu.
Amerika Serikat mengumumkan sanksi pada hari Senin (hari ini) terhadap dua jenderal lagi yang terlibat dalam kudeta militer 1 Februari di Myanmar, setelah pengunjuk rasa tewas dalam tindakan keras terhadap demonstrasi akhir pekan lalu.
“Kami berdiri teguh dengan orang-orang Burma yang pemberani & mendorong semua negara untuk berbicara dengan satu suara untuk mendukung keinginan mereka,” Blinken tweet pada Minggu sore. (Serambinews.com/Syamsul Azman)
Baca juga: BERITA POPULER: Istri TNI Selingkuh, Pria Ditempeleng Ibu Saat Akad hingga Prabowo Borong Jet Tempur
Baca juga: BERITA POPULER – Cekcok Besan di Aceh Timur, Kasus Yalsa Boutique, Hingga Perakit Senpi Dibebaskan
Baca juga: BERITA POPULER - Mahasiswa Aceh Hilang 15 Tahun Hingga Pria Jual Chip Terancam Hukum Cambuk