KLB sebetulnya bukan hal baru.
Sejumlah partai politik pernah mengadakan KLB.
Namun, KLB Partai Demokrat dinilai tidak lazim karena tidak mengikuti anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), serta menghasilkan pihak eksternal partai sebagai ketua umum.
"Untuk tentu pegiat politik, pegiat demokrasi, intelektual, akademisi yang belajar demokrasi, ini membingungkan," ujar Siti Zuhro.
Siti Zuhro menilai penunjukan Moeldoko menandakan nilai-nilai, moral, dan etika politik sudah dipinggirkan.
Terlebih, Moeldoko merupakan seorang pejabat aktif di lingkaran pemerintahan.
"Ini dilarang keras, menurut saya, itu tidak perlu belajar untuk menjadi sarjana politik, ilmu politik, yang seperti itu sudah tidak etis," kata dia.
Terkait manuver yang dilakukan Moeldoko, Siti Zuhro berpendapat bahwa Presiden Joko Widodo mesti angkat bicara.
Ia mengatakan, langkah Moeldoko itu akan mempertaruhkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, pihak Istana, maupun Jokowi sendiri.
Sebab, keterlibatan Moeldoko dalam konflik di Demokrat tidak bisa dilepaskan dari posisinya sebagai orang di lingkaran terdekat Jokowi.
"Jangan sampai Pak Jokowi tidak menangkap, mempertimbangkan kisruh yang ada di Demokrat ini secara seksama. Tidak boleh ada pembiaran dari Istana," kata dia.
Hal senada diungkapkan peneliti Centre for Strategis and International Studies (CSIS) Arya Fernandes.
Ia mengatakan, Jokowi juga harus bicara untuk menekankan pentingnya nilai dan etika dalam berdemokrasi.
"Presiden harus bicara soal pentingnya menjaga nilai dan etika demokrasi," kata Arya saat dihubungi, Sabtu (6/3/2021).
Arya menilai, manuver Moeldoko akan menjadi persoalan karena KLB yang digelar kubu kontra-AHY tidak memenuhi persyaratan yang diatur AD/ART Partai Demokrat.