Dia sengaja diumpankan kepara korban, karena statusnya masih di bawah umur.
Secara hukum ancaman hukuman orang yang berkencan dengan anak-anak lebih berat, sehingga kawanan ini lebih bisa mengintimidasi korbannya.
“Makanya korban tidak bisa mengelak, karena yang dikencani ini masih anak-anak. Pelaku lebih punya power untuk menekan korban,” ungkap Yudo.
Kini polisi masih mendalami pengakuan W sebelum menentukan status hukumnya.
Yudo mengaku belum mendapat penjelasan, bagaimana W terlibat dengan kawanan pemeras ini.
Jika nanti W ditetapkan sebagai tersangka, maka perkaranya dilimpahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA).
“Sekali lagi dia masih saksi. Tapi dia dikenakan wajib lapor,” tandas Yudo.
Baca juga: Polisi Gadungan Ditangkap, Mengaku Kapolres, Tipu Korban Rp 1,7 M, Dibongkar Keluarga Istri Muda
Baca juga: TNI Gadungan Kembali Ditangkap, Pria Ini Mengaku Marinir TNI Berpangkat Kolonel
Tersangka Bantah Mengaku Sebagai Polisi
Sementara Sujianto, saat konferensi pers mengaku tidak pernah mengaku sebagai polisi.
Sujianto mengaku hanya mengintimidasi korban, dan menunjukkan pelanggaran hukum yang dilakukan korban.
Sujianto justru mengaku dari sebuah lembaga yang disebutnya LPKRI.
“Kami tidak pernah mengaku sebagai polisi. Kami dari LPKRI, bagian dari lembaga,” katanya.
Sujianto juga mengaku hanya tiga kali beraksi dengan komplotannya.
Namun hasil penyidikan yang dilakukan polisi, komplotan ini sudah beraksi dengan modus “Open BO” sebanyak sembilan kali, tujuh di Tulungagung dan dua di Kediri.
Mereka juga pernah memeras korban dengan modus Cash On Delivery (COD) minuman keras jenis ciu.