Mereka telah mencari suaka di negara tetangga Sudan, kata badan pengungsi PBB (UNHCR) pada Selasa (23/2/2021).
Padahal, kedua negara Afrika Timur sedang dalam ketegangan tinggi.
Dilansir AP, kekerasan di Zona Metekel di wilayah Benishangul-Gumuz terpisah dari konflik mematikan di wilayah Tigray utara Ethiopia.
Di situlah pasukan regional Ethiopia dan sekutunya mulai memerangi pasukan regional Tigray pada awal November 2020.
Perang Tigray mengirim lebih dari 61.000 warga Ethiopia ke Provinsi al-Qadarif dan Kassala di Sudan.
UNHCR mengatakan sebagian besar dari 7.000 pencari suaka yang melarikan diri dari Metekel telah tinggal di antara komunitas rumah Sudan.
Dikatakan, UNCHR sedang bekerja dengan otoritas lokal di provinsi Blue Nile untuk menanggapi kebutuhan kemanusiaan yang baru tiba.
Baca juga: Menteri Keuangan AS Kunjungi Sudan, Siap Kucurkan Bantuan Miliaran Dolar
Banyak dari mereka telah tiba di tempat-tempat yang sulit dijangkau di sepanjang perbatasan.
Ketegangan meningkat dalam tiga bulan terakhir di Zona Metekel.
Mendorong pemerintah Ethiopia mengumumkan keadaan darurat di daerah itu pada 21 Januari 2021.
Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia mengatakan lebih dari 180 orang tewas dalam pembantaian terpisah di Metekel pada Desember 2020 dan Januari 2021.
Amnesty International melaporkan pada Desember, anggota komunitas etnis Gumuz, etnis mayoritas di wilayah tersebut - menyerang rumah etnis Amhara, Oromo dan Shinasha.
Kelompok hak asasi mengatakan Gumuz membakar rumah dan menikam serta menembak penduduk.
Gumuz melihat minoritas sebagai pemukim ilegal, kata kelompok hak asasi manusia.
Kekerasan etnis menjadi tantangan besar bagi Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed saat mencoba mempromosikan persatuan nasional di negara dengan lebih dari 80 kelompok etnis.
Amhara adalah kelompok etnis terpadat kedua di Ethiopia dan mereka telah menjadi sasaran berulang kali selama setahun terakhir.