Ia telah terkepung dengan dunia akademiknya sebagai pengajar di ITB dan bahkan ia semakin terhela dengan jaringan seni rupa internasional yang sudah menjadi bagian penting kehidupan kesehariannya.
Lagi pula, Pirous sudah meninggalkan Aceh pada umur yang sangat muda, 18 tahun, tinggal di Medan, untuk kemudian menetap di Bandung, dan memilih seni lukis dan mengajar seni lukis di ITB sebagai jalan hidupnya.
Akhirnya Pirous menemukan Aceh, justeru di tengah-tengah sebuah proses evolusi penyerapan dan pengkayaan seni rupa dengan kerangka mindset barat sekular.
Orang Aceh mungkin akan mengatakan itu adalah “hidayah” Allah untuk hambanya, dan hidayah itu menggunakan kosokata Aceh didapatkan ketika ia sedang belajar di “naggroe kaphe”.
Sungguh sebuah perjalanan musafir yang kembali ke tanah asalnya dalam dekapan religi.
Awalnya hanya tertumpu kepada memori, kemudian menjelma menjadi sebuah imajinasi virtual yang berkelanjutan, untuk kemudian menyatu menjadi identitas. Inilah awal dari identitas baru Pirous.
Proses penemuan diri dam proklamasi identitas Pirous di New York dalah titik awal pertumbuhan dan kebangkitan dirinya yang mulai fokus dalam seni lukis kaligrafi.
Dan itu adalah tonggak penting bagi pertumbuhan kaligrafi Indonesia.
Ia telah menemukan, walaupun tidak sangat baru untuk ukuran seni lukis Islam internasional, sebuah ranah eksperesi iidentitas ummat Islam Indonesia, yang titik awalnya dimulai dari Aceh.
Ia telah berjanji kepada dirinya, bahwa proses penemuan Aceh di New York untuk jalan hidupnya barulah sebuah ikrar awal, dan itu babak pendahuluan dari sebuah kerja keras yang baru.
Baca juga: VIDEO Dihiasi dengan Kaligrafi, Batu Nisan Putroe Balee Pidie Disebut Dijadikan Batu Asah
Baca juga: VIDEO Berhias Kaligrafi dan Aneka Seni Aceh Ini Dia Guntomara
Mengumpulkan Harta Karun di Aceh
Segera setelah ia mendarat di Indonesia, pulang ke Bandung, ia segera bergerak pulang ke Aceh.
Ada harta karun yang bertebaran ataupun telah tertimbun ratusan tahun di seluruh Aceh, dan itu adalah kekayaan seni yang mahal yang mesti dikumpulkan dalam bentuk baru.
Pirous ingin menjadikan seni kaligrafi tidak hanya sebagai penegasan identitas dirinya, bahkan juga sebagai identitas ummat Islam Indonesia dan bahkan identitas Indonesia.
Ia ingin menggali akarnya, dan itu adalah Aceh.