Hari ini, ketika umur Pirous sudah mencapai 88 tahun ia masih ingat dan masih mampu menerangkan proses pembuatan kasab tradisional dengan baik dan runtut, bahkan mungkin lebih baik dari maestro kasab Meulaboh kontemporer.
Kehebatan Pirous dalam karir seni karir di kemudian hari mungkin sangat relevan dengan penjelasan Malcolm Cladwell (2010) tentang 10 teori pribadi-pribadi sukses.
Salah satu teori yang sangat relevan adalah pengalaman 10.000 jam pertama setelah kelahiran, seperti apa yang dialami oleh Pirous dari ibunya, sampai ia berusia 18 tahun sebelum berangkat ke Medan.
Baca juga: Video - Aneka Oleh-Oleh Aceh Singkil Produksi Perajin, Kaligrafi Kain Kasab Kental Nuansa Etnik
Baca juga: Sekilas Tentang Kain Kasab
Penghormatan Pada Ibunda
Bagi Pirous, ibunya adalah ingatan yang tak pernah habis tentang segala sesuatu mulai dari kasih sayang, sandaran, dan profesor pertamanya dalam seni rupa.
Ibunya telah menanamkan seni kepada Pirous tidak hanya dalam bentuk pengajaran dan latihan, akan tetapi sudah mengkristal menjadi kepribadian seni yang solid dan utuh yang akan dibawa sepanjang hidupnya.
Pengakuan, kecintaan dan remembrance Pirous kepada ibunya dituangkan dalam sebuah kanvas dengan judul “Surah Al-Isra II: Penghormatan pada Ibunda”.
Lukisan itu menegaskan “the origin” of AD Pirous dengan tiga keping bukti yang semuanya terkait dengan ibunya.
Ketiga keping itu adalah Alquran, cerita, dan kasab yang semua itu adalah milik ibunya yang diwarisi kepada Pirous.
Karya itu tidak lain dari gambaran destiny, takdir Pirous sejak kecil, tumbuh, berkembang, hingga menjadi sosok pribadi senirupa kaligrafi yang mumpuni.
Kanvas penghormatan untuk Ibu itu menjelaskan tentang masa kecil Pirous yang dalam asuhan ibu yang disirami dengan Alquran, dan penuturan berbagai cerita.
Cerita yang yang dipajang dalam karya itu adalah tentang perjalanan rasul ke Sidratul Muntaha via Jerussalem untuk bertemu dengan sang Khalik, pemilik alam semesta.
Pirous menggambarkan buraq, makhluk berkaki empat, bersayap, dan berwajah cantik seperti yang diceritakan ibunya yang juga sekaligus asosiasi imaginer kolektif masyarakat Aceh tentang peristiwa itu.
Sosok buraq itu sekaligus juga menggambarkan pertalian budaya antara Aceh dengan kerajaan Mughal India, dan mungkin juga Persia di mana lukisan itu berasal.
Visualisasi buraq versi pelukis Aceh anonim itu lebih kuat aura mistisnya, persis seperti penuturan tentang praktik Islam ibunya dan masyarakat kota Meulaboh pada masa itu.