Ketika waktu senggang, Hamidah juga menyalin ulang cerita tutur Melayu dan Aceh ke dalam tulisan yang menggunakan aksara Arab.
Sekalipun Hamidah isteri orang kaya, ia menerima pesanan tempahan pembuatan seni sulam yang berasosiasi dengan cita rasa tinggi dan prestise dalam masyarakat Aceh.
Upacara pernikahan dan khitanan di Aceh sampai dengan hari ini umumnya selalu tidak terlepas dari kombinasi warna rajutan dan sulaman benang emas di atas kain mewah seperti beledu.
Pirous tua tak sadar bahwa kerajinan karya sulaman benang emas itu adalah seni yang luar biasa.
Dia juga mungkin tak sadar bahwa kerajinan itu telah menempatkan keluarganya tidak hanya kaya bendawi, tetapi juga cerminan keberadaan dan kekekayaan yang memberikan presitise tinggi dalam kehidupan masyarakat Meulaboh pada masa itu.
Salah satu kata kunci dari kerajinan itu adalah “kasab”, dan dengan kata itulah Pirous tumbuh untuk kemudian berangkat mengembara ke dalam sebuah samudera seni tak bertepi lintas benua.
Dengan kata itu pula Pirous terpaut dan terjangkar dengan tanah kelahirannya, dan kata itu kemudian menjadi ikon akar etnis hampir semua lukisan Pirous.
Baca juga: Kunjungan Ramadhan ke AD Pirous: Menyaksikan Seniman Bertasbih dan Berzikir (I)
Baca juga: Kunjungan Ramadhan ke AD Pirous: Menemukan Kembali Aceh di Amerika Serikat (II)
Guru Besar Kasab Meulaboh
Penggalan cerita Hamidah menerangkan kepada kita tentang salah satu akar kehebatan kasab Meulaboh hari ini, sesungguhnya mempunyai akar masa lalu yang kuat.
Dalam prose kreativitasnya, Pirous kemudian menampilkan berbagai rupa pola geometris dan organis klasik kasab Meulaboh dalam tampılan senirupa modern yang menakjubkan.
Kasab bagi Pirous bukanlah hanya tentang ingatan masa lalu, tetapi juga sekolah awal yang sangat membekas tentang keindahan, cita rasa, dan berbagai teknik yang menyangkut dengan penciptaannya.
Ibunya adalah Guru Besar pertamanya yang meminta Pirous untuk menjadi pembantunya dalam menyiapkan pesanan “kasab elite” yang proses kreatifnya berlangsung bisa lebih dari setahun.
Bandingkan saja apa yang dikerjakan ibunya dengan proses kreatif Pirous saat ini yang mampu menghasilkan sekitar duapuluh karya pada tahun 2020 saja.
Dalam proses kreatif kasab Hamidah kemudian, dapatlah dibayangkan tentang ketelitian, imajinasi, dan presisi, yang semuanya terikat dengan keindahan dan cita rasa.
Dalam masa-masa itu Pirous diminta ibunya untuk menyiapkan pola, merenggangkan kain, dan mencampur tinta, dan menyiapkan vernis (George 2012).