Pemberlakuan PPKM Mikro

Hari Ini PPKM Mikro Dimulai hingga 5 Juli 2021, Epidemiolog: Yang Kita Butuhkan PSBB Ketat

Editor: Eddy Fitriadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tim gabungan kembali melakukan swab antigen terhadap belasan pelanggar Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro dalam operasi Yustisi di wilayah hukum Polres Lhokseumawe, pada Minggu (20/6/2021) malam.

SERAMBINEWS.COM - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro untuk mengatasi lonjakan kasus Covid-19 resmi dimulai hari ini hingga 5 Juli 2021.

Kebijakan ini tetap diterapkan pemerintah, meski para ahli sudah mengingatkan bahwa yang dibutuhkan adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat.

Tak tanggung-tanggung, usulan PSBB ketat disampaikan 5 perhimpunan profesi dokter, yakni Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin), serta Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (Perki).

Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr dr Windhu Purnomo menegaskan, yang dibutuhkan Indonesia saat ini PSBB, bukan PPKM mikro yang disebutnya jelas tidak efektif.

Sebelumnya, Windhu menerangkan bahwa harapan Jokowi agar herd immunity segera tercapai masih sangat jauh.

Hal itu karena kita menghadapi dua tantangan besar. Pertama, kesediaan vaksin yang sangat terbatas dan jauh dari kebutuhan saat ini. Kedua, adanya varian virus corona yang terus berkembang dan lebih menular.

Windhu mengatakan bahwa mengandalkan vaksinasi saja tidak cukup. Pasalnya, untuk mencapai herd immunity Covid-19, diperlukan vaksinasi minimal 70 persen dari total penduduk Indonesia.

Syarat ini berlaku untuk varian original atau asli yang pertama kali diidentifikasi di Wuhan, China, Desember 2019.

Sementara saat sudah ada penyebaran varian Delta dan jumlah kasusnya terus bertambah, untuk mencapai herd immunity diperlukan minimal 84 persen dari populasi penduduk yang sudah divaksin penuh.

"Jadi menurut saya, sudahlah lupakan herd immunity karena saya sendiri sudah pesimis, apalagi mengingat (kesediaan) vaksin kita berasal dari luar negeri dan varian-varian lebih meluas," kata Windhu kepada Kompas.com, Senin (21/6/2021).

Ia menilai, pemerintah baik pusat maupun daerah hanya terkesan mengurusi vaksinasi tanpa melakukan pencegahan di hulu.

Padahal, jika varian-varian yang mengkhawatirkan itu meluas, jumlah vaksin pasti tidak akan cukup. "Yang harus dilakukan sebenarnya jangan fokus pada vaksinasi tok. Tapi jangan sampai varian-varian baru ini meluas, nanti vaksinasi tidak efektif lagi," tegas Windhu.

Hal pertama yang harus dilakukan pemerintah pusat dan daerah adalah memutus mata rantai di hulu. Salah satunya yaitu pemerintah mengambil sikap tegas untuk PSBB.

PSBB bukan hanya di pusat, dan tidak hanya di DKI Jakarta, tetapi sampai daerah terpencil Indonesia.

"Jadi yang dilakukan itu, pertama adalah memutus mata rantai di hulu jangan sampai varian-varian baru meluas. Yang sekarang pemerintah tidak mau ambil sikap tegas untuk PSBB, maunya PPKM mikro terus," kata Windhu tegas.

Halaman
12

Berita Terkini