Laporan Zaki Mubarak | Aceh Utara
SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON - Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Utara telah menetapkan lima tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai.
Monumen tersebut berada di Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera, Aceh Utara.
Diduga kasus proyek tersebut mengalami kerugian negara mencapai Rp 20 miliar.
Kelima tersangka dugaan korupsi proyek tersebut, di antaranya berinisial F sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), N selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), P (pengawas), dua rekanan yaitu R, dan T.
Baca juga: Polisi Cari Orang yang Buang Bayi di Jeunieb, Ini Kasus Kedua Dalam Dua Bulan Terakhir di Bireuen
Informasi lain yang diperoleh, kelimanya belum dilakukan penahanan.
Karena baru saja ditetapkan tersangka. Namun penanganan kasus tetap dilanjutkan.
Informasi yang diperoleh Serambinews.com, Jumat (6/8/2021) Kajari Aceh Utara, Dr Diah Ayu Hartati Listiyarini Iswara Akbari, SH, MHum, mengatakan kasus itu telah ditangani sejak Mei 2021 lalu sehingga ditingkatkan status kepada penyidikan pada Juni 2021.
Diah menjelaskan, penetapan kelima tersangka dalam kasus pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai itu dengan sangat hati-hati.
Kemudian dikatakan Diah, jika dilihat monumen tersebut memang sangat memprihatinkan kondisinya.
Baca juga: Nenek, Kakek dan Cucu Dibunuh di Sintang, Jasad Ditemukan di Kebun Sawit, Pelaku Ditembak Polisi
Setelah pihaknya melakukan pengecekan ke lapangan banyak temuan kondisi fisik bangunannya pecak dan retak.
"Ini kita lakukan sesuai arahan dari Pak Kajati Aceh bahwa pada tahun lalu (2020) usai saya dilantik sebagai Kajari Aceh Utara, itu diminta untuk mengecek bagaimana bangunan monumen itu," jelas Kajari Aceh Utara, Diah Ayu Hartati Listiyarini Iswara Akbari.
Dikatakannya, selain pecah dan retak maka dari hasil pantauan Tim dari pihak Kejari Aceh Utara memang bangunannya ada yang putus sambungan antar balok.
"Kita menduga ada penyimpangan di situ atau terhadap pembangunan proyek Monumen Islam Samudera Pasai," kata Diah.
Menurut Diah, penanganan kasus ini sejak awal pembangunan pada tahun 2012 sampai 2017.
Baca juga: Tim Kejari Abdya Kumpulkan Bukti Kerusakan KUA Susoh
Kemudian, pertama proyek tersebut ditangani oleh Dinas Perhubungan, Parawisata dan Kebudayaan Aceh Utara.
Lalu pada 2017 di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemkab Aceh Utara.
Untuk anggaran pembangunan proyek monumen itu bersumber dari APBN.
"Tahap pelaksanaan proyek itu awalnya tahun 2012 dengan pagu angggaran senilai Rp 9,5 miliar," sebut Diah.
Namun, sambung Diah Tahun 2013 berjumlah Rp 8,4 miliar, dan pada tahun 2014 senilai Rp4,7 miliar.
Lalu pada tahun 2015 mencapai Rp 11 miliar, tahun 2016 Rp 9,3 miliar dan tahun 2017 sekitar Rp 5,9 miliar.
Baca juga: Dideportasi dari Malaysia, Dua Warga Aceh Dipulangkan Besok
"Ini dikerjakan secara bertahap dari beberapa perusahaan," ungkapnya.
Diah Ayu menambahkan, setelah tim Kejari Aceh Utara melakukan penyelidikan sebelumnya ternyata kondisi bangunan monumen banyak yang tidak beres.
"Ada terjadi penurunan spesifikasi maupun rekonstruksi bangunan, itu dilakukan dengan cara adendum menjadi K250 yang seharusnya K500," terangnya.
Selain itu, lanjutnya, spesifikasi yang mereka turunkan juga ditemukan tiang-tiang penyangga itu bahkan ada yang K120, K140.
"Nah, maka bagaimana menahan beban tower setinggi 71 meter yang menjulang dari bawah ke atas. Itu sangat mengkhawatir apabila terjadi gempa akan mudah roboh, dan masih banyak kejanggalan lainnya yang didapatkan," pungkasnya.(*)
Baca juga: Masuk Aceh Tengah Harus Ada Surat Vaksin dan Antigen