"Instalasi di rumah pelanggan harus sering dicek dan dipastikan apakah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) melalui Lembaga Inspeksi Terdaftar (LIT), penggunaannya juga harus dipastikan aman misalnya tidak menumpuk stekker," kata Adi.
Alat kWh meter di bangunan milik pelanggan merupakan alat pengukur dan pembatas (APP) kelistrikan yang dipasok PLN. Sebagai pengukur, alat ini mencatat pemakaian listrik pelanggan.
Sebagai pembatas, kata Adi, kWh meter ini menjadi titik batas kewenangan antara PLN dan pelanggan.
Baca juga: Lapas Kelas I Tangerang Terbakar, Kalapas Ungkap Kronologinya
"Dari kWh meter ke instalasi pelanggan adalah tanggung jawab pelanggan," jelasnya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar Andi Rio Idris Padjalangi meminta seluruh pihak tidak berspekukasi mengenai penyebab kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang dan menunggu keterangan resmi dari pihak berwenang.
"Jangan ada pihak-pihak yang berspekulasi terhadap peristiwa ini selain informasi resmi dari pihak berwenang yaitu kepolisian, mari kita tunggu hasil penyelidikan apakah ada unsur kesengajaan atau kelalaian," kata Andi.
Kejadian ini, kata Andi, juga harus dijadikan momentum evaluasi dan berbenah diri, terutama terkait sistem keamanan dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di lapas.
"APAR wajib dimiliki di setiap lapas di seluruh Indonesia, tentunya guna mencegah kebakaran meluas dan sebagai pertolongan pertama. Ke depan Kemenkumham harus meningkatkan sistem pengamanan keseluruhan baik sarana dan prasarana yang ada di lapas agar peristiwa ini tidak terulang kembali," ucapnya.
Adapun 41 korban meninggal dunia kebakaran Lapas Kelas I Tangerang telah dibawa ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri masih terus berusaha melakukan identifikasi terhadap empat puluh satu jenazah itu.(tribunnetwork/Vincentius Jyestha)