"Saya lihat bahwa kita ini sesat pikir. Tes TWK dipakai untuk melihat kesetiaan pada Pancasila, UUD 45, NKRI dan pemerintah yang sah. Saya yakin seyakin-yakinnya itu suatu alat ukur yang tak benar," katanya.
Sebab, ia menilai kesetiaan pada Pancasila, UUD 45, NKRI, serta pemerintah yang sah hanya bisa diukur melalui rekam jejak.
"Dan untuk pegawai KPK itu bisa digunakan karena telah lama ada di KPK. Dan pembuktian itu harus melalui proses persidangan," kata Hotman.
Adapun mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan mengatakan ia bersama 56 pegawai KPK lainnya mengapresiasi rencana perekrutan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Ya memang tentunya, beberapa kali saya sampaikan ke kawan-kawan, mengapresiasi apa yang direncanakan Bapak Polri. Saya yakin ini juga kebijakan dari pemerintah," kata Novel saat ditemui di Nasi Goreng Rempah ‘KS' di Bekasi, Senin (11/10).
Baca juga: Zaim Saidi Pendiri Pasar Muamalah Depok Divonis Bebas, Kuasa Hukum: Ini Penguatan Ekonomi Syariah
Novel melanjutkan, dia dan mantan pegawai KPK lainnya ingin sekali berkontribusi kepada negara. Sehingga ketika ada tawaran dari Polri, akan dilihat terlebih dahulu apakah ada ruang-ruang untuk berkontribusi tersebut.
"Tentunya kita semua, kami, kawan, saya bersama kawan-kawan yang 57, ingin berkontribusi yang sebaik-baiknya untuk kepentingan negara. Oleh karena itu, kami juga ingin melihat nanti rencananya seperti apa, dan seterusnya," kata dia.
Apabila nantinya ada peluang kontribusi tersebut di Polri, ia terbuka untuk menerima tawaran tersebut.
"Dan apabila memang kami mempunyai peluang atau dipandang penting untuk berkontribusi untuk kebaikan negara untuk hal yang jauh lebih besar, tentu itu akan menjadi pilihan kami. Tapi tentunya kami harus melihat dengan lebih jelas," ujarnya.(tribun network/igm/ham/dod)