Densus Sebut Kelompok Jaringan Terorisme Jamaah Islamiyah Raup Rp 15 Miliar Setahun

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

FOTO DOKUMENTASI: 22 orang tersangka tindak pidana terorisme jaringan Jamaah Islamiyah (JI) yang dipindahkan dari Jawa Timur telah tiba di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten pada Kamis (18/3/2021) siang.

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri terus menyelidiki sumber pendanaan dari kelompok jaringan terorisme Jamaah Islamiyah (JI) yang diketahui bersumber dari dua organisasi.

Kedua organisasi yang dijadikan lembaga pendanaan oleh JI itu yakni Syam Organizer dan Lembaga Amil Zakat Badan Mal Abdurrahman Bin Auf (LAZ BM ABA).

Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88, Kombes Pol Aswin Siregar mengatakan, dari hasil pemeriksaan terhadap para tersangka yang sudah ditangkap, diketahui bahwa lembaga pendanaan Syam Organizer alias Syam Abadi itu berhasil menggalang dana dari dari kegiatan fundraising hingga Rp 15 miliar per tahun.

"Contohnya Syam ini terungkap dalam pemeriksaan, pendapatannya hampir Rp 15 miliar per tahun. Itu baru yang masuk dalam hitungan laporan keuangan," kata Aswin dalam konferensi pers di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Kamis (25/11/2021).

Menurut Aswin, jumlah uang senilai Rp 15 miliar per tahun tersebut baru masuk hitungan di dalam laporan yang diterimanya.

Dia memastikan jumlah tersebut bisa melebihi yang saat ini telah dalam laporannya.

Baca juga: Awal Desember, Munarman Bakal Jalani Sidang Kasus Terorisme di PN Jakarta Timur

Baca juga: Farid Okbah Cs Dijerat UU Terorisme, kini Terancam Dibui 15 Tahun

Baca juga: Fatwa MUI Tak Dipengaruhi Terduga Aksi Terorisme Ahmad Zain, Densus 88 tak akan Geledah Kantor MUI

"Jadi itu baru yang masuk dalam hitungan laporan keuangan karena kita tahu dengan sistem sel terputus yang mereka buat dengan menghindari pencatatan-pencatatan ataupun record-record yang formal, jumlah ini jauh lebih fantastis dibandingkan apa yang bisa kita ungkap dalam bentuk laporan," ungkapnya.

Seluruh dana dari yang digalang dari fundraising itu yang kemudian digunakan untuk menyokong segala kegiatan JI.

Aswin menyebut seluruh kegiatan atau aktivitas teroris hanya terlaksana jika ada pihak yang terlibat sebagai donatur.

Bahkan Aswin mengibaratkan pendanaan tersebut merupakan nafas dan darahnya kelompok teroris. Hal ini menurutnya yang harus dihentikan. "Kami jelaskan, pendanaan teroris adalah nafas dan darahnya, hidup matinya kelompok teroris," kata Aswin.

Tak hanya di Indonesia, penerapan pendanaan juga dijadikan faktor utama keberlangsungan organisasi terorisme di negara lain.

Bahkan kata Aswin, untuk bisa mendapatkan sumber dana itu beberapa kelompok terorisme melakukan berbagai usaha. Aktivitas teroris tidak akan eksis apabila tidak ada pendanaan terhadap kelompok tersebut.

"Ini memang bukan cuma di kita, seluruh dunia, kelompok-kelompok ini berusaha untuk terus mendapatkan sumber dana darimanapun," jelasnya.

Baca juga: BIN: Masyarakat Tak Perlu Khawatir Soal Ancaman Aksi Terorisme

Baca juga: Pengakuan Korban Selamat Taliban, Empat Agen Kontraterorisme Afghanistan Ditembak Mati

Baca juga: Napi Terorisme, Narkotika, Hingga WNA Jadi Korban Kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang

Terkait ditangkapnya tiga orang terduga teroris JI, Aswin mengatakan mereka mencari pendanaannya sendiri.

Kata Aswin, kelompok teroris JI memiliki upaya sendiri dalam mencari pendanaan melalui sejumlah organisasi binaannya.

"Banyak lembaga yang mereka buat untuk melakukan fundraising. Ada yang Baitul Maal Abdurrahman bin Auf (BM ABA) yang kita tahu itu. Lalu ada SAM Organizer," tukas Aswin.

Aswin pun menegaskan akan terus mencari para pelaku kejahatan teroris mulai dari otak penggalangan dana hingga otak strategi dari jaringan teroris tersebut.

"Yang jelas tindakan Densus dalam setiap penegakan hukum berusaha untuk mengikis, membuka, mengungkap, dan melemahkan, sehingga kita arahkan memang ini bisa tertuntaskan," ujarnya.

Hingga saat ini sudah ada 14 orang yang ditangkap dan telah menjalani proses pemeriksaan. "Sekarang sampai dengan saat ini ada 14 orang dari BM ABA yang sudah kita tangkap. Tersangka yang sudah kita periksa. Ini masih banyak lagi sebenarnya," ujar Aswin.

Perburuan polisi terhadap jaringan terorisme kini tidak hanya pada eksekutor di lapangan. Tapi juga dalang terorisme.

"Karena kita makin naik ke atas kita sudah jauh dari tangan yang dulunya berlumuran lumpur dengan darah, yang bagian meledak-ledak, yang bagian nyerang-nyerang, sekarang kita naik ke atas ke bagian otak strategi seperti pendanaan dan lainnya," ungkapnya.

"14 dari BM ABA, 10 dari SO yang sudah ditangkap dan kita sudah mendapatkan lagi nama-nama ataupun peran-peran dari orang yang selanjutnya dan bagaimana kita akan menyusun puzzle atau teka teki ini sebagai life blood sebagai napas dan darah bagi organisasi teror," ujarnya.

Sementara itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) berjanji akan bekerja sama dengan Polri serta pemerintah memberangus kegiatan dan aktivitas terorisme di Tanah Air.

Hal itu disampaikan Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) M Najih Arromadloni, terkait ditangkapnya seorang anggota MUI Pusat yang menjabat di Komisi Fatwa.

"MUI mendukung dan mengapresiasi Densus 88 dalam kinerja penanggulangan radikal terorisme," kata Najih dalam konferensi pers bersama tim Densus 88 Anti-teror Polri di Gedung Divisi Humas Mabes Polri.

Baca juga: Tes Tertulis Calon Anggota KPU dan Bawaslu Terapkan Protkes Secara Ketat, Peserta Wajib Sudah Vaksin

Baca juga: Modus Penipuan Marinir Gadungan, Dijanjikan Keuntungan Rp 100 Juta hingga Punya Warisan Rp80 Miliar

Pria yang karib disapa Gus Najih itu mengatakan bahwa segala bentuk terorisme yang dilakukan seorang kiai atau ulama sekalipun bukanlah kriminalisasi ulama.

Bahkan kata dia, itu tidak ada kaitannya dengan ajaran agama apapun termasuk Islam. Penanganan terorisme yang dilakukan tim Densus 88 Anti-teror Polri belakangan ini kata Najih merupakan sebuah bentuk pengamanan negara.

"Dalam kaitan ini kami percaya tidak ada yang disebut kriminalisasi ulama atau islamophobia karena ini kepentingan negara adalah menjaga keamanan, menjaga keselamatan rakyat, dan dalam hal ini kami memberikan dukungan dan apresiasi," beber Najih.

Lebih jauh, Gus Najih mengatakan kasus yang menjerat anggota komisi Fatwa MUI yakni Ahmad Zain An-Najah tersebut akan dijadikannya bahan evaluasi oleh MUI Pusat.

Upaya yang akan dilakukan satu di antaranya dengan lebih berhati-hati saat melakukan perekrutan di masa mendatang, sebab kata dia, faham radikalisme itu ada namun tak dapat selalu termonitor.

"Karena sebagaimana diketahui aktivitas terorisme memang sangat ada di bawah tanah, sehingga kami di MUI pun tanpa ada informasi dari aparat kami tidak mengetahui aktivitasnya di luar MUI," tukasnya.(tribun network/riz/dod)

Berita Terkini