SERAMBINEWS.COM, BAMAKO - Tentara Prancis akhirnya angkat kaki dari Timbuktu dan Mali pada Selasa (14/12/2021) malam.
Negara bekas jajahannya itu menarik kehadirannya di Mali utara hampir sembilan tahun.
Tugas tentara Prancis mengusir ekstremis dari kekuasaan di sana dalam intervensi militer.
Langkah simbolis itu terjadi di tengah kekhawatiran atas kemampuan militer Mali menangkis serangan ekstremis.
Dimana, telah berkumpul kembali dan memperluas jangkauan lebih jauh ke selatan sejak serangan 2013.
Dilansir AP, Rabu (15/12/2021), militer Prancis menekankan militer Mali garus mempertahankan garnisun yang kuat di Timbuktu.
Baca juga: PBB Perpanjang Misi Penjaga Perdamaian di Sahara Barat, Cegah Pemberontakan di Maroko
Bersama hampir 2.200 pasukan penjaga perdamaian PBB yang ditempatkan secara permanen di sana.
Warga mengatakan militer Mali telah menduduki bekas pangkalan militer Prancis.
Militer Prancis telah menutup pangkalannya lebih jauh ke utara di Kidal dan Tessalit.
Tetapi mempertahankan kehadirannya di Gao, dekat wilayah perbatasan yang bergejolak di mana operasi terkonsentrasi dalam beberapa tahun terakhir ini.
Prancis mengumumkan awal tahun ini akan menarik lebih dari 2.000 tentara dari Sahel pada awal 2022.
Kemudian, memfokuskan kembali upaya militer menetralisir operasi ekstremis, dan memperkuat serta melatih tentara lokal.
Baca juga: Pasukan Prancis Bunuh Pemimpin ISIS di Sahel, Sebut Sebagai Kemenangan Besar
Keputusan itu diambil di tengah meningkatnya ketidakstabilan politik di Mali.
Di mana Kolonel Assimi Goita melakukan dua kudeta dalam waktu kurang dari satu tahun sebelum dilantik sebagai presiden sementara negara itu.
Komunitas internasional telah menetapkan tenggat waktu untuk pemilihan demokratis baru yang akan diadakan pada akhir Februari 2022.