Satu orang pelaku lain yaitu Elwira Priadi telah meninggal dunia karena kecelakaan sehingga proses penyidikannya dihentikan.
Jaksa mendakwa Yusmin dan Fikri tidak bekerja sesuai dengan prosedur standar operasi (SOP).
Sebab, insiden terjadi karena keempat laskar FPI tidak diikat atau diborgol.
Sehingga, ada upaya merebut senjata milik polisi dan akhirnya berujung pada penembakan.
Jaksa menilai peristiwa itu tak akan terjadi jika polisi bekerja sesuai SOP dengan memborgol empat laskar FPI.
Selain itu, tindakan penembakan hingga tewas dianggap berlebihan karena keempat laskar FPI tidak membawa senjata.
Mestinya, kata jaksa, polisi hanya menggunakan senja api untuk melumpuhkan saja.
Karena perbuatannya itu, Yusmin dan Fikri didakwa dengan Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsidair Pasal 351 Ayat (3) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun 338 KUHP merupakan pasal pembunuhan dan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian.
Baca juga: 4 Laskar FPI Tewas Ditembak 11 Kali, Hasil Penelitian Ahli Forensik
Baca juga: Sidang Kasus Penembakan Laskar FPI, Ipda Yusmin Ungkap Alasan Tembak Empat Korban di Dalam Mobil
Ipda Yusmin: Mereka Melawan, Senjata Dirampas
Sebelumnya terdakwa Ipda Yusmin Ohorella membeberkan alasan polisi menembak empat anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Ipda Yusmin mengatakan keempat laskar FPI melakukan perlawanan dan berupaya merebut senjata api milik Briptu Fikri Ramadhan.
"Senjata Briptu Fikri dirampas dan dia dianiaya," kata Yusmin bersaksi dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (30/11/2021) dikutip dari Kompas.com.
Yusmin yang menyetir mobil kala kejadian mengatakan upaya perampasan dan penganiayaan itu dilihatnya dari kaca spion depan.
Kondisi mobil saat itu terang karena lampu mobil menyala.