Selain itu, Pemerintah Aceh juga diminta membuat mekanisme perlindungan terpadu dari gampong sampai provinsi dalam pencegahan kekerasan seksual di Aceh.
Serta mengalokasikan anggaran untuk penanganan kasus-kasus kekerasan seksual dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual di Aceh.
Terakhir, peserta aksi meminta Komisi Yudisial dan Bamus Mahkamah Agung untuk mengevaluasi aparat penegak hukum yang berulang kali membebaskan pelaku kekerasan seksual.
Gerakan Ibu Mencari Keadilan ini terdiri dari 38 lembaga dan satu personal yaitu Koalisi Inklusi Demres, Koalisi Anak Muda Demres, GeRAK Aceh, Komite Pemantau PBJ Banda Aceh
SAKA, AWPF, Forum Jurnalis Warga Banda Aceh, SP Aceh, Aliansi Inong Aceh, Bale Inong Kota Banda Aceh, Koalisi Perempuan Indonesia
KAPHA Aceh, Komunitas Re- Qan, Cahaya Setara Indonesia, Yayasan Anak Bangsa, PASKA, IMM Banda Aceh, Flower Aceh
Balai Syura Ureung Inong Aceh, PKBI Aceh,PRG, CYDC, Kohati Banda Aceh, Balai Syura Kota Langsa, LABPSA, Generasi Seulanga,YBJ, YMKA, RPuK, KPI Cabang Banda Aceh
Katahati, KPAB, Pulih Aceh, SeIA, YPIA, FDM, LBH Apik Aceh, PW Fatayat NU dan Ruwaida.
DPRA Surati Gubernur
Terkait banyaknya kasus kekerasan seksual di Aceh, DPRA langsung bersikap dengan menyurati Gubernur Aceh.
Dalam surat yang bersifat segera itu, diteken Wakil Ketua DPRA, Hendra Budian. DPRA meminta supaya ada tindakan serius terhadap kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan di Aceh.
Dalam surat itu, DPRA menyampaikan, banyak kasus yang muncul silih berganti menandakan Aceh sedang dalam darurat kekerasan dan pelecehan seksual.
Kata Hendra Budian dalam surat itu, DPRA prihatin dengan kondisi Aceh saat ini, sehingga diperlukan langkah strategis dan responsif.
Apalagi UUPA juga mengamanahkan Pemerintah Aceh untuk memajukan dan melindungi hak-hak perempuan, serta melakukan pemberdayaan yang bermartabat.
DPRA berharap Gubernur Aceh segera merespons dan mengambil langkah-langkah strategis, dan kongkrit terhadap permasalahan tersebut.