Terkait Kasus Pengadaan Proyek Satelit Kemhan, Ryamizard Ryacudu Berpeluang Diperiksa Kejagung

Editor: Faisal Zamzami
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ryamizard Ryacudu

Namun pihak Kemenhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat BT kepada Kemkominfo.

Pada saat melakukan kontrak dengan Avanti pada 2015, Kemenhan ternyata belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.

Untuk membangun Satkomhan, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu 2015-2016, yang anggarannya pada 2015 juga belum tersedia.

Sedangkan di Tahun 2016, anggaran telah tersedia tetapi dilakukan self blocking oleh Kemenhan.

Dengan adanya permasalahan ini, selanjutnya Avanti menggugat di London Court of Internasional Arbitration karena Kemenhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani.

Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara harus mengeluarkan pembayaran untuk sewa Satelit Artemis.

"Biaya arbitrase, biaya konsultan dan biaya filing satelit sebesar ekuivalen Rp515 miliar," ujar Mahfud dalam konferensi pers virtual, Kamis (13/1/2022).

Selain itu, Navayo juga mengajukan tagihan sebesar USD16 juta kepada Kemenhan.

Berdasarkan putusan Pengadilan Arbitrase Singapura pada 22 Mei 2021, Kemenhan harus membayar USD20.901.209 atau setara Rp314 miliar kepada Navayo.

"Selain keharusan membayar kepada Navayo, Kemhan juga berpotensi ditagih pembayaran oleh Airbus, Detente, Hogan Lovells dan Telesat, sehingga negara bisa mengalami kerugian yang lebih besar lagi," ujar Mahfud.

Baca juga: Jet Tempur Rusia Gempur Persembunyian Militan ISIS di Suriah

Baca juga: Update Gempa Banten: 36 Rumah dan 3 Unit Sekolah Rusak di Kabupaten Lebak

Baca juga: FAKTA 3 Pemuda Rudapaksa Santriwati Secara Bergilir, Korban Dibikin Teler, Disekap dan Diancam Bunuh

Sumber: Kompastv
 

Berita Terkini