Tidak Ada Pilkada di IKN, Kepala Otorita Ditunjuk Langsung oleh Presiden

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Desain final istana negara IKN Baru

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Rapat Paripurna DPR RI akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi Undang-undang.

Pengesahan tersebut dilakukan setelah Ketua Pansus RUU IKN DPR Ahmad Doli Kurnia membacakan putusan tingkat I RUU IKN.

Kemudian, Ketua DPR Puan Maharani sebagai pemimpin Rapat Paripurna DPR, meminta persetujuan anggota dewan yang hadir. "Selanjutnya kami akan tanyakan kepada setiap fraksi apakah RUU tentang IKN dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?" tanya Puan kepada anggota dewan yang menghadiri Rapat Paripurna DPR pada, Selasa (18/1).
"Setuju," jawab para anggota dewan.

Dari laporan Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN, sebanyak delapan fraksi yakni PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, Demokrat, PAN, PKB, PPP, dan PKB menyetujui RUU IKN menjadi UU. Sementara Fraksi PKS tidak setuju hasil pembahasan RUU IKN. Sempat ada salah seorang anggota dewan yang ingin melakukan interupsi sebelum palu diketuk.

"Interupsi ibu ketua," kata salah seorang anggota DPR RI, tetapi Puan seketika mengetuk palu sidang.

Baca juga: Semua Butuh Proses, Ketum PSSI Tak Setuju dengan Komentar Haruna Soemitro kepada Shin Tae-yong

Baca juga: Delegasi RI Dikabarkan Kunjungi Israel untuk Membahas Penanganan Covid-19

Baca juga: Pemutihan Pajak Sampai 31 Maret, 16.437 Kendaraan Sudah Manfaatkan, Segera Ke Kantor Samsat Terdekat

"Interupsi nanti ya karena dari 9 fraksi, 1 yang tidak setuju, artinya bisa kita setujui," kata Puan.
Diketahui, tidak akan ada pemilihan kepala daerah nantinya di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. IKN Nusantara dipimpin oleh Kepala Otorita yang ditunjuk langsung oleh presiden.

Hal itu berdasarkan draf RUU IKN yang diterima Tribun. Dalam pasal 5 ayat 3 disebutkan bahwa IKN Nusantara dikecualikan dari satuan pemerintah daerah lain. IKN Nusantara hanya menyelenggarakan pemilihan umum tingkat nasional.

Pasal 5
(3) Dikecualikan dari satuan pemerintahan daerah lainnya, di IKN Nusantara hanya diselenggarakan pemilihan umum tingkat nasional.
Pasal 5
(4) Kepala Otorita IKN Nusantara merupakan kepala pemerintah daerah khusus IKN Nusantara yang berkedudukan setingkat menteri, ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah
berkonsultasi dengan DPR.

Sementara itu, pada pasal 10 Kepala Otorita IKN Nusantara dan Wakil Kepala Otorita memegang jabatan selama 5 tahun sejak tanggal pelantikan. Kemudian Presiden selambat-lambatnya menunjuk Kepala Otorita IKN dan Wakil Kepala Otorita IKN selambat-lambatnya dua bulan setelah UU IKN ini resmi diundangkan.

Pasal 10
(1) Kepala Otorita IKN Nusantara dan Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam masa jabatan yang sama.

(2) Kepala Otorita IKN Nusantara dan/atau Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh Presiden sebelum masa
jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.

Baca juga: Polisi Sebut Pelaku Pengeroyokan yang Tewaskan Anggota TNI AD Ada 8 Orang, 4 Masuk DPO

Baca juga: Ternyata, Ferry Irawan Panas Dingin saat Diterawang Apakah Cintanya ke Venna Melinda Tulus?

Baca juga: Ketua STIK Pante Kulu Cut Maila Hanum: Sektor Pariwisata Beri Multi Efek dalam Struktur Perekonomian

(3) Untuk pertama kalinya Kepala Otorita IKN Nusantara dan Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara ditunjuk dan diangkat oleh Presiden paling lambat 2 (dua) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.

Kepala Otorita
Calon Kepala Otorita Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur disebut sudah disiapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Mengenai siapa yang akan ditunjuk oleh presiden ya bisa ditanya ke presiden ada di kantongnya beliau," ujar Kepala Bappenas, Suharso Manoarfa.

Lebih lanjut, Ketua Umum PPP itu mengaku tidak tahu pasti siapa nama calon pimpinan di IKN Nusantara. Namun yang pasti, kata Suharso orang tersebut dinilai tepat untuk memimpin IKN.

"Saya tidak tahu tapi tentu pasti pilihannya pilihan orang yang tepat untuk itu," pungkasnya.
Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Pansus RUU IKN) DPR RI Ahmad Doli Kurnia, membantah bahwa pembahasan RUU IKN dikebut karena titipan investor.

Sebab, ada beberapa investor yang ingin berinvestasi pada proyek IKN namun terkendala masalah kepastian hukum. Sehingga, RUU IKN yang kini sudah menjadi UU merupakan jawaban atas kepastian hukum tersebut.

"Saya kira kami enggak pernah. Jangankan berkomunikasi, mengenal dengan siapapun di luar pemerintah di dalam urusan penyusunan UU ini, ya," kata Doli.

Doli menegaskan, Pansus yang berjumlah 30 orang dibentuk untuk berkomunikasi dengan pimpinan DPR dengan masing-masing fraksi.

Selanjutnya berkomunikasi juga dengan mitra kerja dalam hal pemerintah atau kementerian terkait yang sudah ditunjuk dalam Surat Presiden (Surpres).

"Itu leading sectornya adalah Pak Menteri PUPR. Enggak ada (titipan investor)," tegas Doli.
Doli menjelaskan Pansus RUU IKN hanya menjalankan tugas-tugasnya mempersiapkan dan merampungkan UU IKN. Bahkan, menurutnya pembahasan RUU IKN menyita waktu yang cukup melelahkan sebab rapat digelar hingga malam berganti hari.

"Jangankan ngurusin itu (investor), ngurusin tidur saja enggak cukup. Jadi oleh karena itu, saya katakan kita bekerja konsentrasi tinggi," pungkasnya.

Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amalia menilai pemerintah ngotot ngebut memindahkan ibukota dengan anggaran hampir Rp 500 triliun. Namun, lebih dari itu, Ledia mengatakan ada ribuan guru honorer yang sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun, tetapi belum mendapatkan kepastian nasib kesejahteraannya.

"Miris sekali, ribuan guru honorer masih terkatung-katung nasibnya. Tahun berganti tahun, namun kesejahteraan dan kepastian status ketenagakerjaan mereka masih terabaikan. Sementara Pemerintah malah sibuk mengedepankan nafsu memindahkan ibukota sesegera mungkin. Sangat memprihatinkan," kata dia.

Persoalan guru honorer, dikatakan Ledia, bak sebuah drama berseri yang tak kunjung usai. "Bertahun-tahun persoalan guru honorer baik di sekolah negeri maupun swasta terus mendulang isu pedih dan kritik," kata Ledia.

Dia menilai secara kesejahteraan nasib para guru honorer amat memprihatinkan karena hanya mendapat kisaran gaji puluhan hingga ratusan ribu rupiah per bulan.

"Karena itu, para guru honor ini sangat mendambakan untuk diangkat menjadi PNS demi kejelasan status dan peningkatan kesejahteraan, tetapi Pemerintah kemudian menghentikan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk formasi guru mulai 2021. Sebagai gantinya Pemerintah meminta para guru honorer untuk mengikuti seleksi calon guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)," katanya.

Namun dalam perjalanannya, proses seleksi ini ternyata memunculkan kegaduhan.

Kegaduhan itu, dikatakan Ledia, mulai dari janji pembukaan seleksi satu juta guru pada 2021 yang direvisi menjadi bertahap, persyaratan yang mengukur rata semua kriteria di masa awal pembukaan seleksi, proses pelaksanaan yang memunculkan kesulitan bagi para peserta seleksi, kriteria penilaian yang dianggap tidak adil, hingga ancaman ketidakadilan bagi sekolah swasta dan guru honorer tak lolos seleksi usai pengumuman kelulusan seleksi PPPK.

"Pemerintah tampak tidak matang dalam mempersiapkan proses seleksi PPPK ini. Beberapa bagian proses seleksi dianggap menyulitkan dan tidak adil," katanya.

"Kemudian, adanya kebijakan yang berubah, direvisi, bahkan buruknya komunikasi dengan Pemda yang membuat banyak Pemda tidak mengajukan formasi guru juga menjadi satu paket masalah yang harus sesegera mungkin dievaluasi Pemerintah sebelum memutuskan seleksi tahap berikut di 2022 ini," pungkasnya.(Tribun Network/den/mam/wly)

Berita Terkini