Label Halal

Proses Sertifikasi Halal yang Baru, Diterbitkan Pemerintah Berdasarkan Ketetapan MUI, Ini Alurnya

Penulis: Yeni Hardika
Editor: Mursal Ismail
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Logo atau Label Halal Indonesia baru yang ditetapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama.

Pembentukan BPJPH di bawah Menteri Agama membuat kewenangan penerbitan sertifikasi halal yang semula diemban oleh MUI berpindah tugas ke BPJPH.

SERAMBINEWS.COM - Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, sertifikasi halal kini diselenggarakan oleh pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama.

Hal tersebut juga disampaikan oleh Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas melalui laman instagramnya.

“Sertifikasi halal, sebagaimana ketentuan Undang-undang, diselenggarakan oleh Pemerintah, bukan lagi Ormas,” tulis Yaqut.

Kendati demikian, proses sertifikasi tetap melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menetapkan fatwa halal.

Penetapan fatwa halal menjadi wewenang MUI

Dilansir dari Kompas.com, Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Soleh mengatakan, aturan tersebut tidak serta merta menjadikan pemerintah sebagai satu-satunya pihak yang berwenang menetapkan fatwa halal atau haram.

Baca juga: Logo Halal Lama Masih Berlaku Hingga 2026 Sepanjang Sertifikatnya Belum Kedaluwarsa

Baca juga: Terkait Logo Halal Baru yang Mirip Wayang, Ketua MPU Sebut di Aceh tak Wajib Pakai 

Pembentukan BPJPH di bawah Menteri Agama membuat kewenangan penerbitan sertifikasi halal yang semula diemban oleh MUI berpindah tugas ke BPJPH.

Namun demikian, MUI masih memiliki kewenangan untuk menetapkan kehalalan suatu produk.

“Sesuai UU, penetapan kehalalan produk itu dilaksanakan oleh MUI melalui Sidang Fatwa,” kata Asrorun Niam melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Selasa (15/3/2022), seperti dikutip dari pemberitaannya.

“Hal ini mengingat bahwa term halal adalah term keagamaan, sehingga yang punya otoritas penetapan kehalalan adalah lembaga keulamaan,” imbuhnya.

Penetapan kehalalan produk yang dilakukan oleh MUI ini nantinya digunakan sebagai dasar dalam penerbitan sertifikat halal yang diterbitkan oleh BPJPH.

“Fatwa halal oleh MUI berada dalam ranah keagamaan. Lantas diadministrasikan oleh negara melalui BPJPH dalam bentuk sertifikat halal,” katanya lagi.

Aktor Sertifikasi Halal

Dikutip dari akun Instagram @halal.indonesia, ada tiga aktor yang terlibat dalam proses sertifikasi halal yang baru.

Sesuai dengan UU No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, tiga pihak yang terlibat dalam proses Sertifikasi Halal itu.

Ketiga pihak itu, yakni Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Masing-masing pihak memiliki tugas dan tanggung jawabnya dalam tahapan sertifikasi halal, sejak dari pengajuan pemilik produk hingga terbitnya sertifikat" tulis BPJPH yang mengelola akun Instagram @halal.indonesia, Rabu (16/3/2022).

Baca juga: PPP Aceh tak Persoalkan Label Halal Diambil Alih Kemenag, Ilmiza: Asal Kepentingan Warga Terpenuhi 

Baca juga: Terkait Label Halal Baru Dari Kemenag, MUI: Lebih Kedepankan Seni Daripada Kata Halal Berbahasa Arab

BPJPH memiliki tugas menetapkan aturan/regulasi, menerima dan memverifikasi pengajuan produk yang akan disertifikasi halal dari pelaku usaha.

BPJPH juga yang akan menerbitkan sertifikat beserta label halal.

Sementara LPH melalui auditor halal bertugas melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk.

Sedangkan MUI berwenang dalam menetapkan kehalalan suatu produk melalui sidang fatwa halal.

Sehingga, proses sertifikasi halal yang dilakukan pemerintah melalui BPJPH tetap melibatkan MUI.

"Sertifkat halal yang diterbitkan BPJPH didasarkan atas ketetapan halal MUI," tulis BPJPH di akun Instagram @halal.indonesia.

Alur proses sertifikasi halal

Selaras dengan informasi tersebut, Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menuturkan, proses penerbitan sertifikat halal melibatkan LPH, MUI, dan BPJPH.

LPH bertugas untuk memeriksa komposisi suatu produk secara saintifik, yakni melalui pemeriksana laboratorium.

“Setelah dia (LPH) kaji secara saintifik, ini adalah halal misalnya. Jadi LPH secara saintifik menjustifikasi bahwa produk ini adalah halal,” ujarnya seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (16/3/2022).

Kemudian, hasil kajian tersebut akan diberikan kepada Komisi Fatwa MUI dalam bentuk laporan.

Tujuannya adalah untuk dikaji ulang oleh MUI.

“Kalau seandainya ada ingridients atau unsur-unsur di produk itu yang belum ada sertifikatnya, maka akan dikembalikan,” imbuhnya.

Sebaliknya, apabila produk tersebut sudah dianggap lolos oleh Komisi Fatwa MUI, maka MUI akan menetapkan fatwa kehalalan produk.

Penetapan kehalalan produk tersebut menjadi landasan dasar penerbitkan sertifikat halal yang diberikan oleh BPJPH.

Baca juga: Tak Lagi Diterbitkan MUI, Kemenag Tetapkan Label Halal Baru, Ke Depan Label Halal Melalui Kemenag

Baca juga: Label Halal Indonesia Baru Berlaku Secara Nasional, Menag Yaqut: Label Halal MUI tak Berlaku Lagi

“Jadi bersiklus ya, diajukan ke BPJPH ke LPH. Dari LPH kepada MUI. Dan dari MUI ke BPJPH lagi,” jelasnya.

Singkatnya, pendaftaran sertifikat halal suatu produk bisa dilakukan melalui BPJPH yang kemudian akan diaudit oleh LPH.

Setelah audit oleh LPH selesai, MUI akan menetapkan kehalalan produk melalui Sidang Fatwa dan menyerahkannya ke BPJPH untuk diterbitkan sertifikat halal.

Cara mengajukan sertifikasi halal

Dikutip dari laman BPJPH, total pengurusan sertifikasi halal berlangsung selama 21 hari.

Pendaftaran dilakukan secara online di https://ptsp.halal.go.id.

Sebagai gambaran pelaku usaha, berikut cara mengajukan sertifikasi halal yang baru.

1. Pelaku usaha melakukan permohonan sertifikasi halal dengan membawa dokumen kelengkapan sebagai berikut:

  • Data pelaku usaha
  • Nama dan jenis produk
  • Daftar produk dan bahan yang digunakan
  • Pengolahan produk
  • Dokumen sistem jaminan produk halal

2. BPJPH akan memeriksa kelengkapan dokumen dan menetapkan LPH untuk melakukan audit terhadap perusahaan terkait.

3. LPH selama kurang lebih 15 hari akan melakukan peneriksaan dan menguji kehalalan produk secara saintifik.

4. Hasil laporan LPH akan diajukan ke MUI untuk ditetapkan kehalalan produk melalui Sidang Fatwa.

Proses ini membutuhkan waktu sekitar 3 hari.

5. Apabila MUI telah menetapkan kehalalan produk, maka BPJPH akan menerbitkan sertifikat halal. 

(Serambinews.com/Yeni Hardika)

BERITA TERKAIT

BERITA KANAL NEWS

Berita Terkini