Semua itu menunjukkan bahwa JKA adalah program yang memberikan manfaat dan tidak bertentangan dengan aturan, lantas mengapa dihilangkan?
"Justru warga luar Aceh merasa iri dengan masyarakat Aceh karena ada Program JKA, sehingga memperoleh banyak manfaat dalam pelayanan kesehatan," ujar Farid.
Jika Pemerintah Aceh menghentikan program JKA kata Farid, hal tersebut akan berdampak buruk bagi masyarakat Aceh.
Maka dapat diprediksikan akan semakin banyak orang hidup sederhana atau mampu akan menjadi miskin jika sakit.
Apalagi ketika ada yang sakit adapula yang menunggak pembayaran iuran. Yang pada akhirnya pasien harus menanggung biaya pengobatan sendiri.
"Untuk penyakit tertentu dengan penanganan operasi malah memakan biaya puluhan juta," katanya.
Farid menyebutkan, dari 5,3 juta pendudukan Aceh, sebanyak 2.111.095 jiwa premi kesehatannya ditanggung melalui JKN dari masyarakat miskin.
Sedangkan 878.728 jiwa masuk segmen JKN PNS-TNI. Artinya hanya sisanya saja yang ditanggung oleh Pemerintah Aceh. Kehidupan 2,2 juta masyarat Aceh akan terancam dengan hidup susah.
Khusus untuk Kota Banda Aceh dari jumlah penduduk 253.198 jiwa, yang mendapatkan fasilitas JKA selama ini sebanyak 98.592 jiwa.
"Saya berharap Gubernur Aceh dan DPRA untuk meninjau ulang terkait penghapusan program JKA. JKA adalah warisan yang harus dirawat, disempurnakan dan diteruskan oleh siapapun yang menjadi pemimpin di Provinsi Aceh ini," pungkas Farid yang juga Ketua DPD PKS Kota Banda Aceh.(*)