SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman kembali membeberkan sejumlah bukti yang sudah diungkapkan di persidangan bahwa FPI dan dirinya mengecam aksi terorisme.
Seperti sikap tegas FPI yang mengecam aksi teroris bom Bali 2002.
FPI dan dirinya menyatakan tindakan tersebut bukan sebagai bentuk jihat melainkan tindakan terorisme.
Ia merasa heran, dirinya dan FPI dikaitkan dengan teroris.
Padahal FPI dan dirinya justru mendukung aparat negara memberantas terorisme dan kelompok teroris siapa pun mereka.
Baik kelompok yang menyalahgunakan simbol-simbol Islam ataupun kelompok yang tidak membawa atribut Islam.
Seperti dalam pernyataan sikap FPI dalam mengecam serta mendorong Polri untuk mengusut tuntas jaringan teroris sparatis pengacau keamanan yang melakukan penembakan pesawat Trigana Twin Otter-YRU pada 25 Juni 2018 di Bandara Keneyam, Kabupaten Nduga, Papua.
Pernyataan sikap ini ditandatangani ketua UMUM FPI dan Munarman pada 26 Juni 2018.
Kemudian mengecam tindakan pengemboman di sejumlah gereja di Jawa Timur pada 13 Mei 2018.
Dalam poin lima FPI menyerukan semua umat beragama agar selalu menjaga hubungan baik dengan saling menghargai dan melindungi untuk Indonesia damai dan aman.
Sikap FPI itu ditandatangani Ketua Umum FPI, Sekum dan Imam Besar FPI Muhammad Rizieq Shihab. Begitu juga mengenai kecaman FPI terkait aksi bom Thamrin, Kamis (14/1/2016).
"Jadi kalau ada fitnah bahwa FPI dan saya baru-baru ini saja mengecam terorisme dan pemboman maka orang tersebut kudet alias kurang up date atau bahkan memang penjahat yang sengaja menyesatkan informasi dan sengaja mem-framing, me-labeling dan tukang fitnah," ujar Munarman saat membacakan duplik di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur (Jaktim), Jumat (25/3/2022).
Baca juga: Pleidoi Munarman: Tidak Ada Bukti Hukum Apapun Terkait Terorisme, Targetnya Saya Harus Masuk Penjara
Baca juga: Sidang Lanjutan, Munarman Sebut Densus 88 Salah Memahami Isi Ceramahnya soal Syariat Islam
Munarman juga mengingatkan, tindakan terorisme bukan hanya dilakukan oleh orang-orang yang ber-KTP-Islam, namun semua orang apapun agamanya. Bahkan semua kelompok dan organisasi termasuk organisasi atau instansi negara.
"Jadi tidak boleh dan terlarang me-label, mem-framing dan mendakwa orang sebagai teroris semata-mata karena afiliasi politik ideologi. Sebab akan terjadi vonis guilty by association," ujarnya.