Mengenal Linkoping, Kota di Swedia yang Rusuh Setelah Dibakarnya Al-Quran oleh Pemimpin Partai
SERAMBINEWS.COM - Di jantung Swedia selatan, 200 km selatan Stockholm, terletak sebuah kota yang sarat dengan sejarah.
Linköping, demikian nama kota itu, yang merupakan ibu kota Östergötland, sebuah provinsi yang berada di selatan Swedia, di Sungai Stång dekat alirannya ke Danau Rox.
Nama Linkoping tiba-tiba melejit melintasi batas negara, menembus hingga ke pelosok dunia.
Penyebabnya adalah polisi setempat membiarkan aksi Pemimpin Partai Stram Kurs, Rasmus Paludan membakar salinan Alquran pada Kamis (14/4/2022).
Padahal Linkoping adalah kota yang memiliki penduduk muslim terpadat ketiga di Swedia.
Baca juga: Arab Saudi Kutuk Swedia, Kelompok Ekstremis Bakar Quran dan Menghasut Kaum Muslim
Dilansir dari Anadolu Agency, Stram Kurs adalah partai berhaluan sayap kanan garis keras di Swedia.
Pada Kamis, Paludan yang didampingi polisi mendatangi ruang publik terbuka di Linkoping lalu meletakkan Alquran.
Setelah itu, dia membakarnya sambil mengabaikan protes dari massa yang berjumlah sekitar 200 orang.
Massa tidak terima dan mendesak polisi untuk tidak membiarkan Paludan melakukan tindakannya.
Namun polisi mengabaikan seruan tersebut, sehingga massa yang menjadi marah menutup jalan dan melempari polisi dengan batu.
Kerusuhan juga pecah di Norrkoping, kota kedua di Provinsi Östergötland, ketika massa memprotes rencana aksi Rasmus Paludan membakar Alquran.
Baca juga: Rekam Jejak Rasmus Paludan, Politikus Kontroversial Swedia yang Bakar Al-Quran, Pernah Dipenjara
Dari wilayah selatan Swedia, kerusuhan pecah di Stockholm, Ibukota Swedia.
Penyebabnya, lagi-lagi karena provokasi Paludan yang ingin membakar Alquran di ibukota negara yang pernah menjadi tempat tinggal para pemimpin Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu.
Linkoping yang Bersejarah
Aksi massa yang memprotes pembakaran Alquran di Linkoping, menarik minat Serambinews.com untuk mencari tahu lebih lanjut tentang kehidupan warga di wilayah ini.
Dikutip dari britannica.com dan linkopingmoske.se, Linkoping adalah salah satu kota bersejarah di Swedia.
Perkembangan industri datang dengan pembangunan kanal Göta dan Kinda serta jalur kereta api Stockholm–Malmö.
Saat ini, kotamadya Linköping menjadi kota terbesar kelima di Swedia, dengan lebih dari 160.000 penduduk.
Linkoping adalah rumah bagi universitas berperingkat tinggi, beberapa industri teknologi tinggi dan salah satu taman sains terkemuka di Swedia, yakni Taman Sains Mjärdevi.
Baca juga: Demo Menentang Pembakaran Al-Quran di Swedia Ricuh
Ericsson adalah salah satu perusahaan terkenal yang berbasis di Linkoping, selain dari Saab, IFS, Sectra, Scan, Arla, Autoliv, Arris, CybAero.
Sebagai pusat penting untuk pendidikan dan inovasi teknis, kota ini menarik pelajar, tenaga kerja, dan imigran dari seluruh dunia.
Selama beberapa dekade terakhir Linköping juga telah menarik banyak orang terpelajar tidak hanya dari Timur Tengah, Asia, dan Afrika, tetapi juga dari negara-negara Eropa lainnya.
Muslim di Linkoping
Website yang mengkampanyekan pembangunan masjid di Lingkoping, yakni linkopingmoske.se menulis, Muslim pertama di Linköping tiba sekitar 50 tahun yang lalu.
Saat ini jumlah Muslim di kotamadya ini sekitar 15.000.
Jumlah ini adalah yang terbanyak keempat di Swedia, setelah Stockholm, Gothenburg, dan Malmö.
Pada tahun 1992 Asosiasi Islam Linköping (IFIL) didirikan untuk melindungi kepentingan bersama umat Islam.
Lembaga ini menyediakan tempat untuk sholat, pendidikan, dan interaksi sosial; serta mengatur salat Idul Fitri.
IFIL juga bertanggung jawab untuk meresmikan pernikahan dan menyelenggarakan pemakaman bagi umat Islam di Linköping dan sekitarnya, serta menyampaikan informasi tentang Islam kepada publik Swedia.
Mayoritas anggota jemaah berasal dari Timur Tengah dan Afrika, khususnya Somalia, tetapi ada juga semakin banyak mualaf Swedia serta mahasiswa tamu Muslim di Universitas Linköping.
Baca juga: VIDEO Kronologi Kerusuhan di Swedia Menentang Aksi Pembakaran Al Quran
Seiring berjalannya waktu, sidang semakin berkembang dan begitu pula kebutuhan akan fasilitas.
Saat ini IFIL menyewakan bangunan seluas kurang lebih 150 m2, tepat di luar pusat kota, yang berfungsi sebagai masjid dan balai pertemuan bagi umat Islam Linköping.
Tempat ini juga digunakan untuk pendidikan anak-anak, remaja, dan orang dewasa.
Tumbuh 500 Persen
Sejak tahun 1992 jemaah telah tumbuh 500 persen dan aktivitasnya semakin beragam dan kompleks, tidak terkecuali dalam interaksinya dengan masyarakat sekitar.
Banyaknya pengunjung dan aktivitas yang diminati membutuhkan fasilitas yang kurang di tempat yang ada sekarang.
Karena itu asosiasi tidak dapat memperluas aktivitasnya dan terpaksa memprioritaskan beberapa aktivitas dengan mengorbankan yang lain.
Tempatnya tidak disesuaikan, juga tidak memiliki kapasitas, untuk menyambut tamu, kunjungan belajar, berbagai aktor sosial dan kemasyarakatan, atau mereka yang ingin belajar lebih banyak tentang Islam.
Sebaliknya asosiasi terpaksa mencari tempat alternatif untuk beberapa kegiatannya, yang akhirnya menjadi mahal, tidak praktis, dan tidak pasti.
Kekhawatiran yang semakin meningkat dan serius adalah kenyataan bahwa para peserta salat Jumat dan salat berjamaah lainnya dipaksa untuk melakukan salat mereka di udara terbuka di luar masjid, di ruang publik di tanah yang sebenarnya tidak dimiliki oleh asosiasi tersebut.
Kegiatan Keagamaan
Terlepas dari keadaan ini, asosiasi menawarkan layanan dasar, seperti kemungkinan untuk melaksanakan salat lima waktu, salat Jumat, salat khusus (tarawih) bulan puasa, dan salat Idul Fitri; serta meresmikan pernikahan untuk pasangan dan keluarga Muslim yang membantu pada saat berkabung dengan memberikan pemakaman.
Asosiasi ini juga menyelenggarakan pendidikan Alquran, bahasa Arab, pengetahuan Islam, dan banyak lagi; serta menyelenggarakan kuliah tentang berbagai mata pelajaran, program dan konferensi keluarga dan remaja.
Selain itu, Asosiasi ini membantu dengan bimbingan dalam berbagai masalah masyarakat melalui konseling keluarga serta konseling dalam masalah ekonomi dan hukum.
Jamaah Membeludak Hingga ke Luar Masjid
Pertambahan jumlah muslim yang sangat pesat, ternyata juga menimbulkan kekhawatiran bagi pemimpin Islam di Linkoping.
Terutama, karena ketika shalat Jumat, shalat tarawih, dan shalat dua hari raya, di mana jamaah membeludak hingga ke luar masjid.
Banyak jamaah harus melaksanakan salat di ruang publik, di tanah yang sebenarnya tidak dimiliki oleh asosiasi tersebut.
Selain karena resiko shalat di tanah yang tidak dimiliki oleh asosiasi, karena ramainya jamaah, kondisi cuaca dan iklim yang seringkali ekstrem.
Hal ini kerap membuat pengelola masjid ini tidak mampu menyambut semua Muslim yang ingin hadir.
Solusinya sejauh ini adalah menyewa tempat yang besar dan luas.
Tapi, pemilihan aula semacam itu agak terbatas dan aksesibilitasnya, karena tergantung pada kebaikan pemiliknya.
“Aula yang pernah digunakan adalah pusat olahraga di Universitas Linköping, dan arena dalam ruangan yang digunakan untuk sepak bola selama musim dingin,” demikian tulis situs linkopingmoske.se.
Masih Berusaha Mendapatkan Izin
Selama bertahun-tahun, umat Islam Linköping secara aktif telah bekerja untuk mendapatkan izin untuk membangun masjid dan pusat budaya yang representatif di tanah mereka sendiri.
Untuk mencapai tujuan ini, komunitas muslim di sana sudah mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama The Linköping Mosque Foundation (LIMS) atau Yayasan Masjid Linköping.
Masjid dan pusat budaya ini akan berfungsi sebagai tempat pertemuan bagi jemaah dan masyarakat sekitar.
Ambisinya, kompleks ini sekaligus akan berfungsi sebagai lembaga pendidikan bagi jemaah, dan lembaga pendidikan terbuka bagi siapa saja yang tertarik mempelajari Islam.
“Mudah-mudahan, pusat itu akan bekerja sebagai pembangun jembatan dan mencegah ketidaktahuan tentang Islam,” tulis linkopingmoske.se. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
AKSES DAN BACA BERITA DI GOOGLE NEWS