SERAMBINEWS.COM - Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah atau Idul Fitri 2022 sudah didepan mata.
Menurut ormas Muhammadiyah yang telah menetapkan lebih dahulu Hari Raya Idul Fitri 2022, 1 Syawal 1443 H jatuh pada Senin, 2 Mei 2022.
Keputusan itu tertuang dalam Maklumat Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 Tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal dan Zulhijah 1443 H.
Adapun penetapan Hari Raya Idul Fitri 2022/1 Syawal 1443 H tersebut merupakan hasil metode hisab hakiki wujudul hilal yang selama ini dipedomani Majelis Tarjid dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Sementara itu, pemerintah baru akan menetapkan 1 Syawal 1443 H melalui sidang Isbat yang akan digelar pada Minggu (1/5/2022) petang.
Mendekati hari lebaran, masyarakat biasanya sudah mulai ramai yang melakukan perjalanan mudik pulang ke kampung halaman.
Baca juga: Niat dan Tata Cara Shalat Jamak dan Qasar, yang Mudik Lebaran Bisa Lakukan dengan Syarat Ini
Nah bagi pelaku perjalanan mudik dengan menggunakan pesawat, mungkin ada persoalan terkait pengerjaan ibadah yang masih menjadi tanda tanya.
Yaitu soal shalat fardhu yang dikerjakan di dalam pesawat.
Sebagaimana diketahui, shalat fardhu merupakan kewajiban yang harus dikerjakan oleh umat muslim.
Bagaimana pun kondisi dan situasinya, shalat fardhu tetap wajib dikerjakan dan tidak boleh ditinggalkan.
Sebagaimana dalam ketentuan Islam, ada keringanan yang diberikan dalam melaksanakan ibadah jika berada dalam kondisi atau sebab tertentu.
Demikian pula bagi orang yang menempuh perjalanan, salah satu keringanan bagi mereka yaitu dapat menjamak shalat dua waktu dalam satu waktu.
Seperti kondisi lainnya saat orang yang sedang menempuh perjalanan menggunakan pesawat.
Baca juga: Shalat Ied Idul Fitri di Lhokseumawe Dipusatkan di Islamic Center, Ini Nama Imam dan Khatib
Baca juga: Shalat Idul Fitri 2022, Bolehkan Pakai Mukena Warna Warni saat Shalat? Begini Penjelasan Buya Yahya
Ada sebagian orang yang tetap mengerjakan shalat tepat waktu di dalam pesawat.
Mereka biasanya bertayamum untuk menyucikan diri dan melaksanakan shalat dengan posisi duduk di kursinya.
Kondisi ini mungkin membuat sebagian orang masih bertanya-tanya atau bahkan belum mengetahui, apakah perlu mengqadha kembali shalat yang telah dilaksanakan di dalam pesawat setelah turun di bandara?
Sekalipun beberapa maskapai penerbangan sudah ada yang menyediakan tempat shalat khusus menghadap kiblat bagi muslim untuk menunaikan ibadah fardhu itu.
Pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Zainul Ma'arif atau yang lebih akrab disapa Buya Yahya sebenarnya sudah pernah memberikan penjelasannya mengenai persoalan ini.
Penjelasannya itu ditayangkan dalam sebuah video yang diunggah di kanal YouTube Al-Bahjah Tv pada 19 Juli 2018, menanggapi pertanyaan salah satu jamaah.
Berikut penjelasan Buya Yahya terkait dengan mengqadha lagi shalat yang sudah ditunai di dalam pesawat.
Shalat yang perlu atau tidak perlu diulang
Dalam video unggahan YouTube Al-Bahjah Tv pada 19 Juli 2018, sebelum memberikan jawabannya mengenai pertanyaan apakah perlu mengqadha lagi shalat fardhu yang sudah ditunai di dalam pesawat, Buya Yahya memberikan beberapa kaidah pengerjaan shalat yang perlu dipahami oleh umat muslim.
Baca juga: Puasa Tetap Sah Meski Tak Shalat dan Zakat Fitrah, Simak Penjelasan Tgk Syahminan
Kaidah yang disampaikan oleh Buya Yahya tersebut memberikan gambaran, apakah shalat fardhu yang sudah ditunai di dalam pesawat perlu diulang atau diqadha lagi saat turun atau tidak.
Berikut tayangan video penjelasan lengkap Buya Yahya.
Kaidah pertama yang disampaikan oleh Buya Yahya dalam video tersebut ialah, semua shalat yang dikerjakan jika tidak terpenuhi syarat-syarat sahnya tanpa udzur, maka shalatnya itu tidak sah.
“Kaidahnya sederhana, ditulis, ‘semua shalat yang tidak terpenuhi syarat-syarat sahnya shalat tanpa udzur, shalatnya tidak sah, satu” kata Buya.
“Anda itu bisa wudhu tau-taunya shalat ga pake wudhu, ga sah, aneh,” lanjut Buya Yahya.
Adapun kaidah kedua, lanjutnya, semua shalat yang tidak terpenuhi syaratnya karena udzur, maka shalatnya sah.
Namun demikian, shalat tersebut tetap wajib dikerjakan ulang.
“Yang kedua, semua shalat yang tidak terpenuhi syaratnya karena udzur, shalatnya sah, shalatnya sah. Akan tetapi wajib diulang, kecuali masalah menutup aurat,” terang Buya.
Buya Yahya kemudian memberi contoh seperti dalam mazhab Syafi’i, orang yang hendak berwudhu tapi tidak ada air, maka orang itu bisa bertayamum.
Tapi jika orang itu berada di suatu tempat yang tidak juga terdapat debu, maka ia tetap melakukan shalat untuk menghormati waktu.
“Shalatnya sah, biarpun tidak memenuhi syarat, tapi karena ada uzur,”
“Cuma shalat anda nanti kalau sudah di tempat yang normal, Anda wajib mengulangnya, tapi Anda tidak dosa” jelas Buya Yahya.
Buya Yahya kemudian memberi contoh lain khususnya bagi wanita yang mungkin kondisi bajunya terkena najis.
Sementara syarat sahnya shalat adalah suci dari najis baik di badan, tempat maupun pakaian.
Baca juga: Shalat Idul Fitri di Rumah, Sahkah Shalat dan Bagaimana Khutbah? Simak Penjelasan Ustaz Masrul Aidi
Tapi karena kondisi wanita itu berada di tempat umum dan waktu shalat akan segera habis.
Sementara ia tidak mungkin melepas bajunya yang terkena najis di tempat tersebut.
Maka baginya tetap mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat.
“Bajunya terkena najis, ga mungkin dilepas. Kalimat ga mungkin dipahami dulu. Kalau masih bisa dilepas dan diganti lain cerita,”
“Ga mungkin diganti, bajunya najis. Maka anda tetep melakukan shalat, wudhunya yang bener.
Kemudian kurangnya syarat sah shalat yaitu bajumu tidak suci, maka shalatmu sah karena anda ada udzur, yaitu tidak bisa ganti baju,” kata Buya Yahya.
Seperti kaidahnya, bagi si wanita tersebut tetap wajib diulang shalatnya karena tidak terpenuhi syarat.
Lain halnya dengan menutup aurat yang merupakan salah satu syarat melaksanakan shalat baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Apabila syarat menutup aurat ini tidak dapat terpenuhi dengan sebab uzur, misalnya berada di suatu daerah tidak ada pakaian, plastik, daun atau apapun yang dapat menutupi aurat tubuh.
Perlukah qadha shalat yang sudah ditunai di pesawat?
Shalat seperti kata Buya Yahya tetap dilaksanakan seadanya dengan memenuhi syarat lainnya.
Adapun shalat yang dikerjakan itu tetap sah dan tidak perlu diganti dengan sebab uzur.
Lewat penjelasan itu, Buya Yahya kemudian menjelaskan mengenai pengerjaan shalat di dalam pesawat.
“Baik kembali kepada shalat di atas pesawat. Asalkan terpenuhi syarat-syaratnya, anda wudhu dengan benar. Kalau ternyata di atas pesawat tidak ada air anda tayamum dengan benar,"
“Dalam madzhab syafi’i tayamum harus dengan debu, bukan pake jok pesawat,” jelas Buya Yahya.
Lebih lanjut disampaikan, jika bertayamum menggunakan jok pesawat harus menggunakan mazhab lain, yakni Imam Maliki dan Abu Hanifah.
Lalu Buya Yahya memberi gambaran jika seandainya shalat yang dikerjakan di dalam pesawat itu memenuhi syarat-syaratnya.
“Anggap saja anda sudah berwudhu, dikasih tau sama pramugari kiblatnya sana, lalu anda menjalankan shalatnya benar di atas pesawat ngadep kiblat menutup aurat pakai wudhu,” kata Buya Yahya
Jika syarat itu sudah dipenuhi, kata Buya Yahya, maka shalatnya sah dan tidak perlu mengulang.
“Selesai semua syarat-syaratnya terpenuhi, maka anda turut. Waktunya pun tepat, sudah dikira-kira.
Sekarang perkiraan masuk waktu Zuhur, ada dhonnya. Ada perkiraan ada dugaan, maka shalat anda sah dan tidak perlu mengulang,” lanjutnya.
Buya Yahya kemudian menambahkan, sekalipun sedang berada di dalam pesawat, shalat harus tetap dikerjakan semampunya.
Jika seandainya kondisi semampunya ini membuat syarat shalat tidak sempurna, ujar Buya Yahya, maka kembali ke kaidah di atas.
Yaitu kaidah kedua dimana shalat yang dikerjakan tidak memenuhi syarat dengan sebab uzur tetap sah, namun wajib diulang. (Serambinews.com/Yeni Hardika)