Internasional

Mahathir Mohamad Klaim Kepri Bagian dari Malaysia, Pengamat: Sudah Tidak Relevan

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

JAKARTA - Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, mengatakan Negeri Jiran seharusnya mengklaim Singapura dan Kepulauan Riau (Kepri) di Indonesia sebagai bagian dari wilayah mereka.

Mahathir mengklaim Singapura dan Kepulauan Riau merupakan bagian dari tanah Melayu.

"Kita harusnya tak hanya meminta Pedra Branca dikembalikan, atau Pulau Batu Puteh, kita juga harus meminta Sinngapura pun Kepulauan Riau, mengingat mereka adalah bagian dari Tanah Melayu (Malaysia)," kata Mahathir, Minggu (19/6/2022).

Ia menegaskan Singapura sebelumnya merupakan bagian dari Johor, dan seharusnya mereka mengklaim Singapura.

Tak hanya itu, Mahathir juga mengatakan lahan Malaysia dahulu terbentang dari Tanah Genting Kra di Thailand hingga Kepulauan Riau dan Singapura.

Namun, wilayah tersebut sekarang terbatas di Semenanjung Malaysia.

Sebetulnya bagaimana sejarah Tanah Melayu? Jika menilik sejarah, kehadiran Malaysia bermula saat zaman Kesultanan Melayu Malaka sekitar 1400 Masehi.

Baca juga: Mahathir Mohamad Sebut Dirinya Masih Bisa Hidup Sebagai Sebuah Keajaiban

Baca juga: Kondisi Mahathir Mohamad di Malaysia Setelah Dirawat di Rumah Sakit

Di era kejayaanya, kesultanan ini meliputi sebagian besar Semenanjung dan Pantai Timur Sumatra, demikian dikutip Malaysia Gov.

Kesultanan ini juga terletak di posisi yang strategis antara Asia Timur dengan Asia Barat.

Posisi tersebut dianggap menguntungkan, sebab kesultanan menjadi pusat perdagangan utama khususnya perdagangan rempah di Asia Tenggara.

Pada 1511, Malaka jatuh ke tangan Portugis dan di tahun ini lah catatan kolonialisme di Tanah Melayu dimulai.

Setahun setelahnya, Belanda menyusul menjajah mereka.

Kemudian pada 1786, Inggris mendirikan koloni di Semenanjung Malaya.

Mereka membangun pangkalan militer di Kuching, Penang dan Singapura sehingga mereka bisa menguasai wilayah yang disebut Malaysia.

Selama berabad-abad Inggris menguasai Tanah Melayu, invasi Jepang berhasil menggeser posisi mereka pada 1941.

Jepang menyerah setelah Amerika Serikat membombardir Hiroshima dan Nagasaki.

Kepulangan tentara Jepang memberi ruang Partai Komunis Malaysia (PKM) untuk menguasai Tanah Melayu.

Namun, pada 1948, Raja Inggris, Edward Gent, mengisyaratkan darurat di seluruh Tanah Melayu karena perlawanan mereka.

Kerajaan Britania mendeklarasikan pemerintahan darurat selama 12 tahun, mulai dari 1948 hingga 1960.

Tanggapan militer yang serius terhadap pemberontakan komunis mengarah pada rencana kemerdekaan Malaya melalui negosiasi diplomatik.

Pada 1952, Abdul Rahman Putra Al Haj membentuk Partai Perikatan dan mengobarkan semangat penduduk Melayu.

Hal ini, membuat Inggris sadar warga Tanah melayu bisa menentukan nasibnya sendiri.

Pengamat politik internasional dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ali Muhammad, mengatakan, sejarah masa lalu tidak bisa selalu dijadikan dasar untuk mengklaim sesuatu, apalagi soal kepemilikan wilayah.

"Bila ada politikus yang mengklaim sejarah masa lalu, ya sudah tidak relevan.

Misal, dulu Riau itu bagian dari Tanah Melayu, ya betul.

Itu dulu," kata Ali Selasa (21/6/2022).

"Sekarang sudah terpisah dalam batas negara yang berbeda," ucapnya menambahkan.

Ali mengatakan berdasarkan sejarah memang tanah Melayu meliputi Riau dan Kepulauan Riau, bahkan Sumatra Barat.

Semua wilayah itu berada di bawah Kesultanan Melayu.

"Hanya saja, sejarah berubah karena kedatangan bangsa Barat.

Belanda klaim wilayah yang sekarang namanya Indonesia.

Inggris klaim wilayah yang sekarang namanya Malaysia, Singapura, Brunei," jelas Aji.

Sejumlah negara Barat pernah menjajah Tanah Melayu.

Mulai dari Portugis pada 1511, kemudian Belanda pada 1641 dan Inggris.

Pada 1786, Inggris pertama kali mendirikan koloni di Semenanjung Malaya.

Mereka membangun pangkalan militer di Kuching, Penang dan Singapura sehingga mereka bisa menguasai wilayah yang disebut Malaysia.

Ali menilai klaim semacam itu kerap terjadi pasca-kemerdekaan terutama di negara baru pasca-kolonial.

Ia mencontohkan Filipina sempat bersitegang dengan Malaysia karena klaim wilayah Sabah.

Namun, kini hal tersebut jarang terjadi lantaran batas-batas wilayah sudah semakin ditetapkan.(cnnindonesia.com)

Baca juga: Kata Mahathir Mohamad : Najib Razak Masih Bebas dan Bisa Menjadi PM Malaysia Berikutnya

Baca juga: 5 Langkah Ismail Sabri Galang Dukungan Jadi PM Malaysia, dari Surat Deklarasi Hingga Jumpai Mahathir

Berita Terkini