Laporan Indra Wijaya | Aceh Besar
SERAMBINEWS.COM, ACEH BESAR - Pengadilan Negeri Jantho mengeksekusi lahan seluas 3.164 meter milik M. Ali Usman dan Ahmad di seksi lima Kuta Baro - Blang Bintang, ruas tol Sibanceh yang sebelumnya belum bebas di Desa Lambunot, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, Senin (18/7/2022).
Panitera PN Jantho mengatakan eksekusi itu dilakukan sesuai dengan penetapan Nomor 5/Pdt.Eks.Kons/2022/PN Jth Jo Nomor 4/Pdt.Kons/2020/PN Jth pada 20 April 2022 lalu.
Dalam surat putusan itu, Ketua Pengadilan Jantho memerintahkan panitera menunjuk juru sita melakukan pemanggilan secara sah dan resmi kepada termohon M Ali Usman dan Ahmad.
Namun setelah adanya surat pemanggilan itu, pihak dari termohon belum memenuhi kewajibannya meski tenggat waktu sudah habis.
Karena hal tersebut, pihaknya melakuakn eksekusi pengosongan perkara dengan satu bidang tanah dengan luas 3.164 meter untuk pembebasan lahan dalam proyek strategi nasional yakni pembangunan ruas tol Sibanceh seksi lima.
"Memerintahkan Panitera PN Jantho disertai dua orang saksi melaksanakan pengosongan/eksekusi terhadap satu bidang tanah dengan luas 3.164 meter yang terletak di Desa Lambunot Paya, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar," kata Ketua PN Jantho dalam putusan yang dibacakan oleh Panitera.
"Jika ada keberatan dengan putusan ini, silahkan ambil langkah selanjutnya dan PN Jantho akan menerima," lanjut Panitera.
• 137 Bidang Tanah di Ruas Jalan Tol Sibanceh belum Bebas, Terbanyak di Seksi I Padang Tiji-Seulimuem
Meski begitu, dalam proses eksekusi yang dilakukan tak ada perlawan yang signifikan dari pihak termohon yakni M. Ali Usman dan Ahmad.
Pihaknya mempersilahkan para jurusita melakukan pengosongan langsung.
Namun, pihaknya tidak menerima putusan tersebut.
Kerabat pihak termohon Maulidin mengatakan, bahwa pihaknya tidak menerima pembesan lahan tersebut lantaran harga beli tanah yang murah.
Selain itu tidak ada musyawarah dalam penetapan harga tanah tersebut per meternya. Sebab, awalnya tanah tersebut dibeli per meternya Rp 80 ribu.
"Jadi saat itu sekitar tahun 2017 semua masyarakat yang lahannya dibebaskan nggak mau teken suratnya jual belinya," kata Maulidin kepada Serambinews.com.
Namun setahun kemudian, harga tersebut naik.