Ke-12 warisan budaya tak benda Indonesia yang diakui UNESCO yaitu kesenian Wayang, Pulau Jawa (2008); Keris, Jawa (2008); Batik (2009); Pendidikan dan pelatihan Batik (2009); Angklung, Jawa Barat (2010); Tari Saman, Gayo Lueas, Aceh (2011); Noken, Papua (2012); Tiga Genre Tari Tradisional Bali (tari sakral atau wali, semi sakral atau bebali, dan bebalihan) (2015); Kapal Pinisi, Sulawesi Selatan (2017); Pencak Silat, Jawa (2019); Pantun (2020); dan Gamelan, Jawa dan Bali (2021).
Sosok penting dibalik masuknya Tari Saman dalam buku UNESCO
Di balik mendunianya Tari Saman Gayo saat ini, siapa sangka ada campur tangan seorang pria asal Australia.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Serambinews.com dari berbagai sumber, disebutkan bahwa sosok pria itu begitu terkagum dengan seni tradisi warga Aceh ini.
Ia bahkan sampai berlinang air mata kala menyaksikan persembahan Tari Saman Massal yang diikuti oleh 12.266 penari, di Stadion Seribu Bukit Indah, Blang Kejren, Gayo Lues.
Adalah Gaura Mancacarita, sosok yang memiliki peran penting dalam melejitnya nama Saman Gayo hingga masuk dalam buku UNESCO.
Ia adalah anggota tim peneliti ketika Saman diusulkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) atau Intangible Culture Heritage (ICH) UNESCO.
"Saya juru tulis, tim peneliti, mengkomunikasikan aspirasi dari komunitas Saman kepada Unesco dengan bahasa mereka," kata pria bertubuh tinggi dan berambut pirang itu.
Namun, menurut Gaura, ada sosok yang juga tak kalah penting dibalik masuknya Saman sebagai warisan budaya tak benda yang diakui UNESCO.
Baca juga: Mendagri Tito Karnavian Ucap Selamat 10 Tahun Penetapan Tari Saman Warisan Budaya Tak Benda Dunia
Sosok itu, kata Gaura, merupakan tokoh asal Aceh, Rusman Musa.
"Ia saat itu pejabat di Kantor Menko Kesra. Saya diajak, lalu kita kerjakan penelitiannya," sebut Gaura.
"Saya bolak balik ke Gayo Lues dan Aceh melakukan penelitian," sambungnya.
Gaura menceritakan, penelitiannya itu dilakukan sepanjang September 2010 silam.
ketika itu Bupati Gayo Lues dijabat Ibnu Hasim, dan sangat mendukung penelitian tersebut.
"Kita kerjakan penelitiannya, lalu kirim ke Unesco, akhirnya berhasil," katanya.