Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebenarnya akar permasalahan selain kepemimpinan yang lemah adalah masyarakat tidak pernah dilabatkan “musyawarah” dalam mufakat penganggaran.
Selama ini pembangunan dilakukan secara parsial tidak berlandaskan pertanggungjawaban yang sistematis, perseteruan legislatif dan eksekutif setiap tahun anggaran membuktikan adanya masalah tersebut.
Oleh karenanya perlu dukungan kelompok civil society dan forum-forum warga untuk ikut ambil bagian partisipasi.
Pertama, partisipasi yang sekarang diagungan namun hanya menjadi lipservis semata, baik permasalahan dalam regulasi dan masalah kebijakan lainnya yang hanya dibuat dan direncanakan sepihak oleh elit yang berkepentingan saja, padahal, pada hakikatnya kebersamaan dapat menutup kekurangan keterbatasan manusia.
Ke Dua, Pemimpin dalam kepemimpinan layaknya sebagai motivator dan penggerak untuk menggerakkan semua elemen masyarakat baik yang structural maupun yang diakar rumput, memberikan semangat ketauladanan untuk masyarakat sehingga semuanya ambil bagian dalam pembangunan dan penuntasan kemiskinan.
Ke Tiga, mendorong kesadaran semua pihak bergotongroyong bersama untuk melihat bahwa pada akar permasalahan dan penyelesaian secara sistematis secara ilmu pengetahuan dan perlunya moral keihklasan dengan mengesampingkan berbagai kepentingan dan ego sehingga akan memberikan manfaat kepada masyarakat secara luas.
Ke Empat, Dalam masyarakat terbuka, globalisai dunia. Kita tidak dapat menutup diri terhadap apa yang dilakukan, suatu keniscayaan transparan anggaran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) dan Dana Otonomi Khusus Aceh pada tahun 2022 mencapai 17 triliun.
Anggaran yang besar namun bagaimana penggunaan dan peruntukannya dan bahkan masih ada yang hidup di bawah kemisinan, berarti ada yang salah urus, ketidak terbukaan anggaran publik, masih keinginan elit yang tidak transparan dalam tatakelola pemerintahan akan menjadi ‘cemeohan’ dan ketidak percayan publik, proyek yang bermasalah, kepedulian yang abai dan kegiatan yang tidak secara langung bermaanfaatnya untuk masyarakat luas agar kedepan diusangkan saja.
Akhirnya untuk keberlanjutan perdamaian di Aceh, bukan hanya tidak adanya kekerasan dan perang tapi bagaimana perdamaian positif seperti ditulis Tokoh Perdamaian Johan Galtung terpenuhinya rasa aman dan keadilan ekonomi dari system yang berlaku, hingga terhapusnya diskriminasi ras, etnis dan agama oleh struktur social, masyarakat hidup dalam perdamaian dan mendapatkan semua kebutuhan hidup, sejahtera.
Membuka ruang dialog dalam partispasi masyarakat lebih luas menjadi urgen dalam menyampaikan program dengan cara partisipatif, mengikut sertakan pemangku kepentingan, mendorong kepercayaan publik terhadap kepemimpinn local suatus keniscayaan hal yang sangat penting jua memperbaiki hubungan dengan masyarkat akar rumput, keadaan dan memberikan perhatian terhadap masyarakat miskin.
Gerakan bangkit bersama untuk kesejahteran menggunakan metode partispatif, memberikan motivasi berkelanjutan kepada masyarakat dengan mendukung perekonomian masyarakat UKM, ekonomi kreatif dan produk-lokal sebagai basis ekonomi dalam masyarakat yang dapat mewujudkan tidak SILPA Anggaran Tahunan, dan Pembangunan Perdamaian di Aceh suatu keniscayaan.
*) PENULIS adalah alumni Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Gadjah Mada D.I Yogyakarta.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.