Saya dengar ada beberapa acara keagamaan yang dibiayai oleh para bandar narkoba yang di Aceh dikenal dengan panggilan “toke sabee”.
Ada banyak tokoh masyarakat yang seharusnya menjadi garda terdepan melawan bandar narkoba, justru menjadi sangat permisif dengan mereka yang terlibat jaringan narkoba.
Hanya karena para toke sabee ini pernah menyumbang dalam kegiatan masyarakat.
Hal inilah yang membuat masalah narkoba di Aceh semakin rumit dan semakin kusut.
Kehadiran para toke sabee yang jor-joran membantu lembaga dan acara keagamaan, membuat para tokoh masyarakat dan oknum teungku seperti menutup mata.
Mereka lupa bahwa sasaran utama pemakai narkoba di Aceh adalah anak-anak usia sekolah yang mengancam peradaban masa depan.
Mereka lupa, bahwa narkoba secara pasti akan membunuh bijeh-bijeh Aceh berkualitas.
Wahai tokoh, sadarlah. Jangan lagi permisif dengan uang para toke sabee ini.
Kalau hal ini dibiarkan, Aceh ke depan akan menjadi daerah terbelakang karena hancurnya generasi muda.
Bukankah nanti kita semua akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah?
Baca juga: Ternyata, Manajer BCL Ditetapkan sebagai Tersangka, Sudah Konsumsi Narkoba Setahun Lalu
Baca juga: Polres Pidie Tangkap Petani di Sawah, Lima Paket Sabu Diamankan, Rekan Pelaku DPO
Apa yang Salah?
Sebagai daerah yang diberikan Otonomi Khusus dan menjalankan syariat Islam, Aceh adalah daerah yang sangat istimewa di mata Pemerintah Indonesia.
Pesantren dan tempat-tempat ibadah semakin kuat dengan dukungan pendanaan dari dana Otsus.
Tercatat sudah puluhan triliun dana Otsus disalurkan semenjak tahun 2008 untuk pendidikan dan pendidikan agama.
Dengan semua itu, seharusnya Aceh adalah daerah terdepan dalam pemberantasan kemaksiatan termasuk narkoba.