Laporan Khalidin | Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Sidang perdana kasus dugaan korupsi Proyek Revitalisasi Pasar Tradisional Subulussalam dijadwalkan pada Selasa (30/8/2022) mendatang.
Hal ini menyusul pelimpahan ulang berkas perkara korupsi Revitalisasi Pasar Tradisional Subulussalam oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Subulussalam ke PN Tipikor Banda Aceh.
Kajari Subulussalam, Mayhardy Indra Putra, SH, MH membenarkan jadwal sidang perkara korupsi pada Pengadilan Negeri/Tipikor di Banda Aceh pada akhir bulan ini.
Sidang ini akan digelar setelah sebelumnya majelis hakim sempat memutus membatalkan dakwaan JPU pada putusan sela, Selasa (9/8/2022) lalu.
Terkait dengan jadwal sidang, beberapa sumber mempertanyakan mengapa begitu lambat.
Padahal perkara tersebut merupakan atensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI maupun Kejaksaan Agung RI.
Baca juga: Dakwaan Ditolak, JPU Kembali Limpahkan Berkas Perkara Korupsi Pasar Tradisional Subulussalam ke PN
Diharapkan kasus tersebut benar-benar tuntas tanpa ada upaya permainan atau sabotase oleh pihak mana pun.
Karena merupakan perkara dengan kerugian negara cukup besar yang terjadi di Kota Subulussalam.
Sementara itu, Kajari Subulussalam, Mayhardy Indra Putra memastikan timnya di Kejaksaan tetap komit dalam pemberantasan hukum.
Ditegaskannya, semangat tetap komit dalam konteks pemberantasan korupsi sebagaimana arahan pimpinan yakni Jaksa Agung RI.
Selain itu Kejari Subulussalam turut mengedepankan pencegahan dan langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai ketentuan aturan.
Baca juga: KPK Sita SPBU di Banda Aceh Terkait Kasus Korupsi Dermaga Sabang
Limpahkan ulang berkas korupsi
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Subulussalam kembali melimpahkan berkas perkara tersangka kasus dugaan korupsi proyek revitalisasi Pasar Tradisional Subulussalam ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh.
“Penuntut Umum Kejari Subulussalam melimbah ulang berkas perkara kasus dugaan korupsi proyek revitalisasi pasar ke Pengadilan Tipikor di Banda Aceh,” kata Kajari Subulussalam, Mayhardy Indra Putra, SH, MH kepada Serambinews.com, Kamis (18/8/2022).
Pelimpahan ulang perkara yang menjadi atensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dan Kejaksaan Agung RI ini sehubungan putusan sela hakim Pengadilan Negeri/Tipikor Banda Aceh yang membatalkan dakwaan JPU.
Pembatalan dakwaan perkara korupsi revitalisasi pasar tradisional Subulussalam itu digelar dalam sidang lanjutan, Selasa (9/8/2022) pekan lalu, di Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Kajari Mayhardy Indra Putra mengakui, jika dakwaan JPU dibatalkan alias ditolak dan mereka menghormati putusan pengadilan tersebut.
Baca juga: Najib Razak Lakukan Upaya Terakhir di Pengadilan Tinggi Malaysia, Bebas Dari Tuduhan Mega Korupsi
Menurut Kajari Mayhardy Indra, penolakan dakwaan dengan alasan majelis hakim menilai tidak cermat, jelas dan lengkap khususnya soal perhitungan kerugian negara.
Diakui dalam dakwaan awal ada perhitungan kerugian negara dari BPKP RI dan ditambah temuan baru yang sebelumnya tidak masuk, kembali dimasukkan.
Nah, hal ini lah di persidangan majelis mengangap tidak cermat, tidak pasti berapa kerugian negara sehingga hakim menerima eksepsi atau nota keberatan dari kuasa hukum tersangka yang menyoal penambahan kerugian negara itu.
Atas hal ini, Kejari Subulussalam tetap menghormati putusan hakim atau pengadilan.
Meski begitu, pihaknya tidak berhenti dalam melakukan upaya hukum berupa melimpahkan ulang.
Hal ini lantaran kasus dugaan korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 4,8 miliar lebih itu turut diatensi KPK RI dan Kejagung RI.
Baca juga: Surya Darmadi Buron Korupsi Rp 78 Triliun Akan Pulang ke Indonesia, Siap Diadili? Ini Kata Kejagung
Kasus ini sendiri merupakan perkara yang ditangani sejak 2018, dan sempat masuk ke KPK RI, namun belakangan diamanahkan ke Kejaksaan Negeri Subulussalam untuk menuntaskannya.
Kajari Subulussalam, Mayhardy Indra Putra memastikan timnya di Kejaksaan tetap komit dalam pemberantasan hukum.
Dikatakan, semangat tetap komit dalam konteks pemberantasan kotupsi sebagaimana arahan pimpinan yakni Jaksa Agung RI.
Selain itu, Kejari Subulussalam turut mengedepankan pencegahan dan langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai ketentuan aturan.
Sebelumnya, diberitakan mantan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Subulussalam berinisial TAA dan seorang rekanan berinisial MI ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek revitalisasi pasar tradisional Subulussalam Pengadilan Tipikor Banda Aceh.
Hal itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Subulsusalam, Mayhardy Indra Putra SH, MH melalui Kasi Pidana Khusus, Renaldho Ramadhan, SH, MH dalam konferensi pers yang digelar, Senin (20/6/2022), di Kantor Kejari Subulussalam.
Baca juga: Status Kasus Dugaan Korupsi Proyek Pasar Rakyat Ujong Blang Ditingkatkan, Kejari Periksa 6 Saksi
Renaldho Ramadhan menjelaskan, proyek tersebut bernama pembangunan pusat kegiatan revitalisasi pasar tradisional dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Proyek yang dikerjakan dalam dua mata anggaran masing-masing tahun 2015 dan 2016, dengan pagu anggaran Rp 13.845.000.000 dan Rp 16.946.222.000 atau total Rp 30.791.222.000.
Dikatakan, proyek tersebut berada di Dinas Prindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM Kota Subulussalam.
Tersangka TAA merupakan Kepala Dinas Prindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM Kota Subulussalam.
Sedangkan MI bertindak sebagai kuasa direktur perusahaan penyedia jasa alias rekanan proyek tersebut.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Maret 2022. MI selaku kuasa direktur PT Tangga Batu Jaya Abadi dan PT Fida Teknik Pratama.
Baca juga: Narapidana Narkoba dan Korupsi Pasok Senjata Api ke LP Idi, Diduga Akan Digunakan Untuk Kabur
Sementara TAA selaku Kadis Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM sekaligus kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen ditetapkan.
Kasi Pidsus Kejari Subulussalam, Renaldho Ramadhan mengatakan, berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, kasus proyek pasar dengan pagu anggaran total Rp 30 miliar lebih itu telah merugikan negara sebesar Rp 4,8 miliar lebih.(*)