Kupi Beungoh

Pungoe Bui dan Bui Pungoe

Editor: Amirullah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

T. Murdani adalah mahasiswa program Doktor dalam bidang International Development, Fakultas Art & Design, University of Canberra, Australia, mengajar pada jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Sedikit saja bergesek langsung mengeluarkan api. Kondisi ini menyebabkan orang Aceh sangat mudah di provokasi dan kalau sudah terprovokasi mereka akan melakukan apapun tanpa melewati proses pertimbangan apapun.

Kejadian di stadion H. Murthala, Lampineung misalnya, hanya karena telah membeli tiket namun tidak bisa menonton bola karena ada kesilapan panitia langsung membakar fasilitas stadion.

Padahal kalau mau berpikir sedikit saja, mereka tidak mungkin rugi karena besar kemungkinan panitia akan memberikan kompensasi untuk dapat menonton pertandingan yang tertunda dengan tiket yang sama yang telah mereka beli.

Namun, ketika fasilitas stadion rusak maka perlu modal tambahan dan waktu untuk pengerjaan dan untuk mengikuti jadwal pertandingan. Tentu saja pertandingan harus tetap dilaksanakan walaupun di fasilitas lain.

Kalau fasilitas tersebut ada di Aceh maka perputaran uang dan hiburan akan tetap berada di Aceh.

Namun, bagaimana kalau keputusan pelaksana pertandingan kemudian dengan berbagai pertimbangan dilaksanakan di luar Aceh?

Maka semua yang akan menikmatinya orang luar Aceh dan orang Aceh yang memiliki kemampuan, ruginya tetap Aceh. 

Sangat disayangkan dengan berbagai perjuangan akhirnya PERSIRAJA bisa ikut kompetisi dan memiliki donatur yang mau berkorban untuk tetap menjaga marwah PERSIRA agar tetap hidup.

Namun dengan satu kesalahan langsung divonis dengan tindakan anarkis, membakar fasilitas stadion yang tentunya akan menyebabkan konsekuensi lain bagi PERSIRAJA dari pengelola liga.

Sifat “Pungoe Bui” dalam menyingkapi kondisi PERSIRAJA ini juga sangat kentara. Kalaulah rapai di depan Mesjid Raya Baiturrahman dan konser musik diprotes wajar dianggap melanggar syari’ah.

Tetapi ketika ada yang prihatin dan kemudian menolong PERSIRA agar dapat ikut serta dalam kompetisi kemudian berinisiatif untuk mewarnai sepak bola dengan aturan Syariah juga di protes, sebenarnya warga Medsos Aceh mau apa?.

Mudah-mudahan ada yang bisa menjawab.

Kalau anda merasa bingung dan merasa mumang dalam membaca tulisan ini, itu wajar dan begitulah semestinya. Karena dari judul tulisan ini sudah jelah “Pungoe Bui”.

 

 *Penulis adalah Dosen pada jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

 

Berita Terkini