Opini

Memaknai Angka Stunting di Aceh

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

M NASIR DJAMIL, Anggota DPR RI

OLEH M NASIR DJAMIL, Anggota DPR RI

* (Refleksi Hari Keselamatan Pasien Sedunia)

SETIAP tanggal 16 September diperingati sebagai Hari Keselamatan Pasien Sedunia (World Patient Safety Day) yang didirikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Tujuannya untuk membangun budaya keselamatan dan kesehatan yang positif.

Konsep keselamatan pasien (patient safety) secara mendasar diartikan sebagai “freedom from accidental injury” oleh Institute of Medicine (IOM).

Untuk menjamin keselamatan pasien, maka organisasi pelayanan kesehatan harus mampu membangun sistem yang lebih aman bagi pasien, petugas kesehatan, maupun masyarakat sekitarnya serta manajemen rumah sakit.

Pada tahun 2022 ini kita baru saja terlepas dari yang namanya PSBB akibat peyebaran Covid-19 yang mengakibatkan manusia tidak bisa beraktivitas sebebas dahulu.

Namun walaupun dunia dan Indonesia kini telah dibebaskan dalam penggunaan masker dan diwajibkan mengikuti vaksin hingga booster, bukan berarti Indonesia telah bebas dari masalah kesehatan lainnya.

Khususnya Aceh, faktanya masih tinggi angka kematian bayi akibat gizi buruk (stunting).

Baca juga: Pentingnya Nutrisi untuk Mencegah Stunting pada Anak

Baca juga: Upaya Turunkan Stunting, Dinkes Aceh Berikan Tablet Tambah Darah kepada Siswa SMA Negeri 3 Langsa

Berdasarkan hasil Studi Kasus Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting di Indonesia berada di angka 24,4 persen.

Angka ini mengalami penurunan menjadi 3,3 persen di tahun 2019 sebesar 27,7 persen.

Memang prevalensi stunting ini lebih baik dibandingkan Myanmar (35 persen), tetapi masih lebih tinggi dari pada Vietnam (23 persen), Malaysia (17 % ), Thailand (16 % ), dan Singapura (4 % ).

Sedangkan yang dibandingkan di atas antara provinsi Aceh dengan beberapa negara, artinya jika di buatkan perhitungannya maka Indonesia memiliki jumlah stunting sangat besar.

Selanjutnya jika didata mulai dari 34 provinsi, Aceh merupakan salah satu daerah dengan kasus stunting tertinggi di Indonesia.

“Prevalensi anak stunting di Aceh jauh di atas rata-rata nasional,” ujar Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Aceh, dr Sulasmi, MHSM.

Dari data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 lalu, Aceh menempati posisi ketiga tertinggi setelah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Barat di posisi pertama dan kedua.

“Di Indonesia prevalensi stunting itu berada di 24,4 persen.

Jadi kita jauh dari rata-rata nasional.

Kabupaten Gayo Lues menjadi daerah prevalensi stunting tertinggi dengan angka 42,9 persen, disusul Kota Subulussalam 41,8 persen.

Sementara Kota Banda Aceh (23,4 % ) dan Kota Sabang (23,8 % ) menjadi daerah dengan prevalensi terendah.

Baca juga: Pencegahan Stunting Pada Anak

Berdasarkan laporan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), pada tahun 2021 di Provinsi Aceh rata-rata terdapat 33,2 % anak usia di bawah lima tahun (balita) yang mengalami stunting.

Artinya, 1 dari 3 balita di Provinsi Aceh memiliki tinggi badan di bawah ratarata anak seusianya.

Terdapat 3 wilayah di Provinsi Aceh dengan prevalensi balita stunting tertinggi hingga mencapai kisaran 40 % .

Ketiga wilayah itu adalah Kabupaten Gayo Lues (42,9 % ), Kota Subulussalam (41,8 % ), dan Kabupaten Bener Meriah (40 % ).

Sedangkan Kota Banda Aceh tercatat sebagai wilayah dengan prevalensi balita stunting terendah di Serambi Mekah, yakni sebesar 23,4 % .

Setelahnya ada Kota Sabang dengan prevalensi 23,8 % , dan Kabupaten Bireuen 24,3 % .

Pada 2021 terdapat 10 kabupaten/kota di Provinsi Aceh dengan prevalensi balita stunting di atas rata-rata provinsi.

Sedangkan 13 kabupaten/kota prevalensinya di bawah ratarata provinsi.

Menjadi PR bersama dalam mengurangi angka pasien stunting di Provinsi Aceh.

Tentu hari peringatan ini sebagai warning bagi tenaga kesehatan di Republik ini untuk mementingkan kesehatan pasien yang mengidap penyakit.

Baca juga: Kejari dan IAD Daerah Sabang inisiasi Adhyaksa Peduli Stunting

Juga tenaga kesehatan dan ahli gizi tentu terus harus memperhatikan vitamin serta gizi yang baik bagi ibu hamil dan bayi agar tidak terjadi pertumbuhan yang gagal terhadap perkembangan janin serta bayi.

Banyak penyalahgunaan obat-obatan serta gizi yang tidak seimbang akan baik diberi oleh tenaga kesehatan dan yang diterima oleh pasien akibat minimnya pengetahuan dan tingkat literasi sehingga terjadi kesalahpahaman dalam mengonsumsi obat-obatan.

Pentingnya peran dari tenaga kesehatan untuk meningkatkan implementasi penggunaan obatobatan yang bijak, karena implementasi yang baik serta sesuai dengan SOP akan melahirkan kesehatan maupun kesembuhan dari pasien penderita stunting dan mengurangi angka penderita stunting dan angka kematian pada pasien harus menurun.

Selain itu sebagai masyrakat kita harus terus mendukung program kesehatan dari pemerintah dan tenaga kesehatan, dengan mengikuti proses imunisasi hingga batas waktu yang ditentukan agar tidak terjadi seranganserangan penyakit dikemudian hari.

Juga tentu harus di protect sejak dini, jangan ada lagi orang tua maupun keluarga yang masih mempercayai hal-hal mistis dibanding dengan keberadaan tenaga medis.

Banyak mayarakat daerah yang menyembuhkan penyakit tidak hanya stunting ke paranormal.

Sehingga menimbulkan spekulasi non medis dan bayi penderita stunting banyak tidak selamat.

Praktik pengobatan yang tidak aman (unsafe practice) dan kesalahan dalam pemberian pengobatan (medication error) merupakan salah satu penyebab insiden keselamatan pasien dan dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar tidak hanya sisi kesehatan pasien namun juga pembiayaan.

Berdasarkan data WHO, medication error dapat menghabiskan pembiayaan hingga 42 juta dollar setiap tahunnya.

Padahal, biaya ini dapat dihindari dengan meningkatkan penggunaan obat-obatan yang aman baik oleh tenaga kesehatan maupun pasien.

Sebagai masyarakat tentu kita harus melakukan banyak hal dalam mencegah bertambahnya angka pasien yang tidak selamat.

Baca juga: 6,7 persen Balita Stunting, Darul Imarah Fokus Kurangi di Setiap Gampong

Dalam pencegahan yang dimaksud ialah ibu yang mengandung, janin yang sedang berkembang serta bayi yang sedang bertumbuh harus diperhatikan oleh pemerintah, kejadian stunting ini terjadi bagi sebagian masyarakat miskin kota mau pun masyarakat miskin di daerah karena tidak mampu memenuhi gizi ketika sedang mengandung dan ketika anak sedang tumbuh.

Sebab untuk memenuhi 4 sehat dan 5 sempurna saat ini sangat sulit untuk dijangkau, mengharuskan ibu dan bayi menderita gizi buruk.

Banyak penderita yang selamat namun dengan fisik dan psikologis yang terganggu banyak juga yang tidak mampu bertahan untuk hidup sehingga akhirnya meninggal karena kebutuhan pokok pangan tidak mampu diakomodir oleh orang tua dan keluarga.

Banyak sekali memang program pemerintah dilahirkan untuk stunting, tetapi nyatanya data di atas adalah sebagai parameter untuk bukti bahwa pembagian vitamin dan obat-obatan ternyata tidak merata dan memungkinkan tidak tercukupi.

Sehingga kinerja pemerintah dan kementerian kesehatan perlu dievaluasi agar angka stunting di Indonesia khususnya di Aceh berkurang.

Perlu juga dingat bahwa pendidikan kesehatan adalah faktor penting yang harus disosialisasikan terus menerus ke masyarakat.

Semarakkan Hari Keselamatan Pasien Dunia dengan mendukung program kesehatan pemerintah untuk mengurangi angka-angka stunting tertinggi seperti data di atas.

Harapannya semoga seluruh elemen Pemerintah Aceh membuka mata untuk mengentaskan persoalan gizi buruk ini lebih cekatan lagi.(nasirdjamil44@ gmail.com)

Baca juga: Posyandu Diminta Tak Sepelekan Bobot Anak, Kepala BKKBN: Protein Hewani untuk Cegah Stunting

Baca juga: Selayang Pandang Gerakan Imunisasi dan Stunting Aceh (GISA)

Berita Terkini