BANDA ACEH - Kelompok masyarakat sipil antikorupsi Aceh menagih hasil penyelidikan terbuka lima kasus dugaan tindak pidana korupsi yang pernah dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Aceh.
Sebab, terhitung 3 Juni 2021 hingga Senin 10 Oktober 2022, sudah 494 hari proses penyelidikan dilakukan tapi hingga kini tidak ada kejelasan lebih lanjut duduk perkara dimaksud.
Kelima kasus tersebut yaitu terkait proses perizinan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 3 dan 4 di Kabupaten Nagan Raya yang dinilai bermasalah.
Lalu, pengadaan kapal penyeberangan Aceh Hebat 1, 2, dan 3.
Adapun nilai kontrak Aceh Hebat 1 Rp 73 miliar lebih, nilai kontrak Aceh Hebat 2 Rp 59 miliar lebih, dan nilai kontrak Aceh Hebat 3 Rp 38 miliar lebih.
MaTA menilai, ketiga kapal jenis roro tersebut bermasalah karena kondisi kapal banyak kerusakan meskipun kapal tersebut kapal baru.
"MaTA menilai terjadinya tindak pidana kasus korupsi pada pengadaan Kapal Aceh Hebat 1, 2, dan 3," ungkap Alfian.
Selanjutnya, terkait 14 paket proyek pembangunan jalan multiyears (2020-2022) dan satu paket pembangunan bendungan yang bernilai Rp 2,7 triliun.
Di mana proses pembahasannya terjadi tanpa ada persetujuan melalui paripurna DPRA, tapi hanya melalui penandatangan MoU antara pimpinan DPRA periode 2014-2019 dengan Gubernur Aceh saat itu.
Meskipun pada pembahasan anggaran tahun 2022 atau tahun terakhir kontrak, DPRA merestui untuk dituntaskan pembangunan jalan tembus tersebut karena progress pengerjaannya sudah besar.
Baca juga: Jubir KPK: Pemeriksaan Rektor USK Terkait Kasus Unila
Baca juga: Elemen Sipil Tagih Hasil Penyelidikan KPK Terhadap 5 Kasus di Aceh, Sudah Berlalu 494 Hari
Selanjutnya terkait kasus apendiks yang mana dalam APBA 2021 ditemukan mata anggaran yang tidak diketahui dalam sistem perencanaan dan peanggaran daerah sebesar Rp 256 miliar yang berkode AP (apendiks).
Terakhir, penggunaan dana refocusing penanganan Covid-19 sebesar Rp 2.3 triliun yang tidak transparan dan akuntabilitas dari penggunaan dana tersebut.
Kelompok masyarakat sipil yang menagih hasil penyelidikan KPK terdiri atas MaTA, YLBI-LBH Banda Aceh, Forum LSM Aceh, Walhi Aceh, Kontras Aceh, Katahati Institute, Aceh Institute, Komunitas Kanot Bu, Tikar Pandan, SP Aceh, Flower, JKMA, dan AJI Kota Banda Aceh.
"Secara prinsip kita mempertanyakan karena kasus ini sudah diperiksa oleh KPK.
Semua pihak yang terlibat sudah dipanggil semua.