Kupi Beungoh

ODGJ Meresahkan Masyarakat Kota Langsa

Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Poppy Novia, mahasiswi PPI FUAD IAIN Langsa Melaporkan dari Langsa.

Oleh Poppy Novia*)

KOTA Langsa adalah salah satu daerah yang menarik dan tak jarang menjadi wilayah yang kerap dikunjungi pendatang. Selain karena program wisata yang diproritaskan oleh Wali Kota sebelumnya, zonasi Kota Langsa yang dilewati jalur lintas nasional Banda Aceh-Medan membuat wilayah ini kerap menjadi lokasi traslit para pengendara.

Dibandingkan dengan Kota lain di Aceh, Langsa termasuk kota yang relatif kecil namun memiliki potensi perkembangan yang luar biasa.

Sangat disayangkan, keindahan kota Langsa berbaur dengan maraknya ODGJ (orang dengan gangguang jiwa) yang berkeliaran di berbagai sektor. Salah satunya berzonasi di sekitaran simpang tugu lantas lama atau dipusat jalan lainnya.

Banyak pihak yang merasa resah atas eksistensi ODGJ tersebut, selain kerap berpenampilan tanpa busana, mereka juga sering berdiri di tengah jalan utama dimana kendaraan sedang berlalu lalang. Tentu saja ini tidak hanya membahayakan oknum ODGJ tersebut, namun beresiko membahayakan para pengendara.

Dua Polisi Dibacok ODGJ

Tidak hanya itu, ODGJ yang berada di simpang tugu juga gemar menghamburkan sampah sembarangan bahkan sering membuang kotorannya di lampu merah. Fenomena itu tentu tak elok dipandang mata, apalagi bagi kaum pendatang. Keresahan terhadap ODGJ ini sejatinya sudah direspon baik oleh masyarakat, hal tersebut terbukti dengan banyaknya laporan ke pihak berwajib untuk segera ditangani.

Dari hasil pengamatan saya sejauh ini, tidak sedikit masyarakat yang merasa ketakutan ketika berhenti di lampu merah simpang tugu kota Lagsa. Ada dari mereka yang takut dilempari kotoran, atau takut dihalangi ketika berkendara.

Kenyataan ini seharusnya segera di antisipasi oleh pihak berwajib sebelum ada kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.

Terungkap, Warga Aceh Tamiang yang Jadi Korban Pengeroyokan di Kalimantan Ternyata Penderita ODGJ

Dinas Sosial misalnya, merupakan salah satu lembaga yang berkewajiban menangani maraknya ODGJ di pusat kota.

Adapun alasannya, karena oknum ODGJ yang tidak terawat pada umumnya berasal dari kalangan berekonomi lemah bahkan sering berasal dari keluarga tidak mampu. Belakangan ini, gencar disosialisasikan program Pemerintah Aceh terkait bantuan dana sosial terhadap pihak keluarga yang mengalami anggota terindikasi ODGJ.

Menurut pihak Dinas Sosial Kota Langsa, anggapan terkait penanganan ODGJ oleh pihak mereka adalah sebuah kekeliruan. Menurut mereka, maraknya ODGJ adalah tanggung jawab pimpinan desa setempat karena menyangkut urusan sosial-kemasyarakatan bersama.

Maka dari itu, akhirnya petugas Dinas Sosial Kota Langsa bekerjasama dengan petugas Kesehatan setempat untuk melakukan evakuasi terhadap ODGJ di Kota Langsa. Kedua lembaga ini kemudian menghubungi kepala desa oknum ODGJ untuk kemudian diambil solusi terbaik.

Selanjutnya, dapatlah keputusan bahwa pihak geuchik dan keluarga sepakat untuk merujuk pasien ODGJ ke rumah sakit jiwa yang ada di Banda Aceh. Tentu saja, rujukan ini memiliki biaya tanggungan oleh pihak berwajib seperti BPJS atau sejenisnya. Dengan demikian, tidak ada alasan ekonomi dibalik evakuasi ODGJ yang sebelumnya meresahkan masyarakat.

Ketika proses kordinasi antara pihak berwajib dan pihak keluarga ODGJ, pihak keluarga membantah kalau mereka cuek dan dengan sengaja melepas pasien berkeliaran.

Menurut mereka, pihak keluarga pun sudah berusaha membawa pulang ke rumah tetapi ODGJ tersebut selalu berusaha melarikan diri.

Hal ini tentu berbeda dengan observasi oleh masyarakat sekitar yang menilai bahwa pihak keluarga ODGJ cenderung berlepas tangan dari apa yang menjadi tanggung jawab mereka (merawat ODGJ).

Setelah terjadi proses evakuasi dan kordinasi, khususnya rujukan pasien ODGJ ke rumah sakit jiwa, sepintas ODGJ di Kota Langsa mulai tampak minim. Tentu saja, masih ada beberapa ODGJ yang berkeliaran karena tidak terlacak pada proses evakuasi.

Realitas di atas menunjukkan bahwa sangat penting kerjasama berbagai pihak dalam menangani kasus ODGJ. Menurut pakar dibidangnya, ODGJ mmasih berpotensi disembuhkan. Namun, kenyataan hari ini sering kali diabaikan oleh keluarga sehingga tidak ada proses rehabilitasi.

Pada intinya, keluarga tetap menjadi pihak yang paling vital dalam menanggulangi kasus ODGJ. Memberikan obat misalnya, tidak mungkin pasien ODGJ pergi sendiri ke rumah sakit.

Mereka harus didampingi keluarga sehingga mendapat solusi yang tepat. Selain itu, pihak keluarga memiliki pemahaman yang lebih dalam dalam memahami keluhan pasien ODGJ. Semua itu dapat menjadi aspek penting dalam menentukan obat atau dosis yang diberikan.

Masalah Kesehatan Jiwa

Seiring dengan dinamisnya kehidupan manusia serta kondisi masalah kehidupan yang dihadapi contohnya masalah ekonomi atau kemiskinan,masalah keluarga,dan bahkan dengan pasangan hidup.

Dampak negatifnya bisa merubah perilaku seseorang atau individu. Bisa saja memunculkan masalah psikososial atau gangguan kesehatan jiwa.

Masalah kesehatan jiwa termasuk dalam fenomena yang riskan dan belum dapat solusi total dalam penanganannya. Sejauh ini, hampir tidak ada suatu komunitas masyarakat yang bersih dari oknum yang mengalami gangguan kesehatan jiwa.

Tentu saja, itu tak terlepas dari kenyataan bahwa setiap orang pernah mengalami stres dalam hidupnya. Ketika tidak mampu mengendalikan stress itu, itulah yang kemudian bertransformasi menjadi penyakit jiwa.

Masyarakat awam, sering menyebut pasien dengan gangguan jiwa dengan julukan ‘orang gila’. Meskipun ODGJ yang ada ditengah masyarakat dianggap meresahkan, namun tidak jarang justeru mereka menjadi bahan ejekan atau dibullying oleh masyarakat.

Pada beberapa tempat, juga ada oknum ODGJ yang dipasung atau dikurung. Padahal, hal semacam itu tidak berdampak pada kesembuhan, justeru membuat pasien semakin parah. Maka dari itu, pilihan yang paling tepat adalah dengan melakukan rehabilitasi ke rumah sakit jiwa.

Khusus bagi kita pribadi, penting memahami gejala gangguan jiwa untuk mengantisipasinya. Biasanya, penyakit ini diawali oleh suatu peristiwa yang menimbulkan trauma atau stress. Seperti meninggalnya orang terdekat atau kehilangan pekerjaan.

Adapun tanda-tandanya adalah; sering merasa sedih, berkurangnya kemampuan untuk berkonsetrasi, sering merasa ketakutan yang berlebihan, suasana hati yang sering berubah, sering menyendiri, sering kelelahan dan sulit untuk tidur.

Selain itu juga sering mengalami halusinasi, tidak mampu mengatasi masalah, sulit berinteraksi dengan orang lain, ketergantungan dengan zat-zat berbahaya seperti narkoba, pola makan berubah, sering marah yang berlebihan dan melakukan kekerasan, bahkan tak jarang berfikir untuk bunuh diri.

Adapun pengobatan gangguan mental dapat dilakukan dengan obat-obatan dan melaksanakan terapi. Jadi dengan banyak nya kasus kesehatan jiwa disarankan agar kita dapat menjalankan gaya hidup yang sehat, berbagi cerita atau masalah dengan orang terdekat seperti keluarga dan teman.

Melakukan olah-raga secara teratur, makan dan minum dengan teratur serta mampu memanage stress dengan bijak.

Selanjutnya, agar terhindar dari gangguan jiwa perlu menjalankan gaya hidup yang teratur. Mengatakan hal positif pada diri sendiri, selalu bersyukur, hargai diri sendiri, istirahat yang cukup, tidur tepat waktu, tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan jangan sampai salah pergaulan. Kesemua solusi itu, pada hakikatnya terletak pada kesadaran diri untuk menjaganya.(*)

UT Banda Aceh Wisuda 475 Lulusan Sarjana dan Pascasarjana

Qatar Larang Minuman Alkohol di Seluruh Stadion Tempat Pertandingan Piala Dunia

Mursil Ucap Terima Kasih kepada Pembaca Serambi dan Bank Aceh, Usai Terima Bantuan Korban Banjir

*PENULIS adalah Mahasiswi PPI FUAD IAIN Langsa Melaporkan dari Langsa.
.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel Kupi Beungoh Lainnya di SINI

Berita Terkini