Kepada mahasiwa “bei khoh” jangan pernah berkecil hati apalagi merasa minder, kecuali anda malas dan tidak berprestasi. Untuk diketahui, banyak orang besar sekelas Michaelangelo, arsitek, pelukis, dan perupa yang mempersembahkan maha karya seni tiada tara yang hidup pada abad ke 15 di Italia, juga tak mandi berhari-hari, bau badan menyengat, dan sering tidur tanpa melepaskan sepatu bootnya.
Oleh: Ahmad Humam Hamid*)
BEBERAPA hari yang lalu tersebar berita tentang surat seorang ketua prodi di USK yang memberitakan tentang fenomena bau badan di kalangan mahasiwanya, berikut dengan panduan untuk mengatasinya.
Surat itu segera viral di berbagai media sosial yang kemudian mendapat berbagai tanggapan.
Ada respons menggunakan kata nyeleneh, ada yang menyebut aib, dan ada pula ungkapan, “itu urusan remeh temeh saja”.
Selang beberapa hari, satu dua produk parfum yang cerdas mulai melirik untuk ikut kampanye eradikasi bau yang tak enak itu dengan membagi gratis produknya.
Persoalan itu menjadi agak sedikit tak enak, ketika ada beberapa orang, di dalam dan di luar USK, menganggap sang ketua Prodi itu telah membuka aib mahasiswa.
Oleh karenanya USK juga ikut menanggung aibnya.
Beberapa bahkan secara ekstrim mengalamatkannya sebagai aib daerah.
Persoalannya, dengan berbagai label yang diberikan, layakkah mahasisawa prodi itu, atau fakultas induknya, atau mahasiwa USK seluruhnya merasa aib atau bahkan minder?
Ketika ada beberapa orang menyampaikan “keprihatinan” itu kepada saya, jawaban saya sangat ringkas “itu bukan hal yang luar biasa, itu alami, dan kalau anda ngotot melabelkan itu aib, itu artinya anda picik, anda malas membaca, dan pasti anda kurang pergaulan”.
Beberapa kawan dekat dalam WA group kami bahkan mulai usil menyebut saya sebagai pembela mahasiswa “bei khoh”- mahasiwa bau.
Segera saya membalasnya dengan menyebutkan merekalah yang berpikiran “khoh”.
Baca juga: Viral di Grup WhatsApp Surat Edaran Dosen USK Keluhkan Bau Badan Mahasiswa, Ini Isinya
Baca juga: Kajur Arsitekur USK Minta Maaf Terkait Surat ‘Bau Badan’ : Semoga Ini Menjadi Kebaikan untuk Semua
Mengenal BO dan Penyebabnya
Persoalan bau badan, terutama di kalangan manusia usia muda, adalah sesuatu yang alami.
Penjelasan biologi menyebutkan bau badan itu tak lebih dari bertemunya dua komponen utama, keringat dan bakteri staphylococcus hominis dipermukaan kulit.
Itulah sebabnya mandi teratur menjadi sangat penting.
Ada komponen pelengkap lain yang menyertai bau itu, seperti perobahan hormon, jenis konsumsi makanan, pengaruh infeksi tubuh jika ada, dan tingkat stress yang sedang dialami.
Kalau semuanya sudah berkumpul menjadi satu, maka keringat dan staphylococcus hominis itu akan “bertransformasi” menjadi kumpulan BO-body odor, atau tepatnya bau badan.
Persoalannya menjadi kompleks kalau terjadi keseragaman yang tinggi atau ketimpangan yang lebar anggota dari sekelompok orang yang berkumpul dalam suatu ruangan untuk waktu yang relatif lama.
Ketika rata-rata BO perkapita tinggi, apalagi sangat tinggi, maka “bei khoh” menjadi sangat menusuk hidung.
Kalau hanya itu prosesnya, lalu kemudian fenomena massal membuat sekelompok mahasiswa mengeluarkan bau tak sedap, apakah itu kemudian menjadi aib? Sama sekali tidak.
Baca juga: 16 Cara Hilangkan Bau Badan Versi Dosen USK Sesuai Isi Surat Pemberitahuan, Mahasiswa Harus Tau!
Baca juga: Imbas Dosen USK Aceh Keluhkan Bau Badan Mahasiswa, Rexona Bagikan Produk Deodorant Gratis
Bei Khoh di Inggris, Amerika, hingga Cina
Ada fenomena lain yang “jithee le kaphe” tentang kebersihan badan.
Dalam hal mandi misalnya, harian the Guardian, Inggris menulis pada akhir tahun 2020, 1 dari 4 orang Inggris tidak mandi setiap hari.
Ini artinya 25 persen masyarakat Inggris tidak mandi setiap hari.
Apakah itu kemudian membuat warga negeri Rishi Sunak itu pantas menanggung malu?
Apakah Inggris sendirian dalam hal malas mandi harian? Ternyata juga tidak.
Ada kerabatnya yang lain yang juga dari negara maju.
Blog Fakultas Kedokteran Universitas Harvard pada bulan Agustus 2021 menulis, sepertiga warga AS tidak mandi setiap hari, sementara di Australia warga yang mandi setiap hari jumlahnya relatif tinggi-sekitar 80 persen.
Tetapi ini bukan sesuatu yang dapat dibanggakan karena jauh kalah dari Brazil, dimana 99 persen rakyatnya mandi dua kali sehari, selama 7 hari dalam seminggu.
Bagaimana dengan Cina? Negeri ini lumayan parah, sekitar setengah penduduknya hanya mandi dua kali seminggu.
Fenomena malas mandi itu rupanya satu paket dalam hal toilet.
Toilet umum, negara kedua PDB terbesar di dunia itu hanya dapat dijelaskan dengan tiga kata -kotor, bau, dan tidak higenis-.
Dan memang publik global mengetahui dan mengakui Cina juara dunia dalam hal toilet bau.
Dalam hal bau toilet Cina ini, paling kurang antara empat sampai lima kata bahasa Aceh yang menjelaskan tentang bau itu terpakai.
Menghadapi realitas itu Xi Jin Ping sendiri telah dan sedang memimpin Revolusi Toilet di negerinya.
Semenjak dimulai revolusi itu pada tahun 2015, tidak kurang 5 miliar dolar- 78.5 triliun rupiah- telah dikucurkan untuk upaya menangggulangi “aib nasional itu.” (China.cn.org 2017, CPR News 2018)
Bagi Cina, sesungguhnya itu bukan soal aib, tetapi lebih semata karena keluhan turis internasional yang membawa cuan ke negeri itu.
Bayangkan saja 143 juta turis mancanegara mengunjungi Cina pada tahun 2019.
Mau tahu pendapatan Cina dari turis pada tahun yang sama?
Negeri itu mendapatkan uang sekitar 7,2 milliar dolar atau setara dengan sekitar 113 triliun rupiah.
Alasan revolusi toilet Cina memang soal cuan, bukan soal aib.
Memang Cina selalu bersikap “Emangnya Gue Pikirin” tentang persepsi masyarakat luar tentang negeri itu.
Baca juga: Bahan Alami Ini Bisa Atasi Bau Badan, Lebih Baik daripada Pakai Deodorant Kata dr Zaidul Akbar
Mahasiswa Bei Khoh di Kampus Dunia
Kembali pada “bei khoh” mahasiswa yang dalam bahasa Inggrisnya dikenal dengan kata “stinky”.
Apakah ada stinky di kampus-kampus lain di dunia seperti di salah satu prodi di USK? Jawabannya ada, banyak, dan biasa.
Ambil contoh satu saja, dan ini bukan kampus kaleng-kaleng.
Pada tahun 2010 “bei khoh” itu terjadi di salah satu ruang baca 24 jam mahasiwa di Massachusetts Institute of Technology (MIT).
Unversitas ini adalah kampus nomor satu di dunia, mengalahkan Universitas Cambridge, Universitas Stanford, Universitas Oxford, dan Universitas Harvard.
Mungkinkah kejadian itu membuat MIT menjadi kampus nomor satu “bei khoh” sedunia?
Masalahnya sangat sederhana.
Berita ditulis dalam publikasi media Inside Higher Ed, terbitan Washington DC yang mengkhususkan diri pada berita dan isu-isu pendidikan tinggi.
Bau tak enak itu dituturkan oleh para tokoh BEM kampus yang bersangkutan.
Walaupun kejadiannya tidak ditemukan setiap hari, tetapi di tempat khusus itu selalu ada bau yang kadang ringan, kadang juga berat, dan mencapai puncaknya ketika akan memasuki ujian semester.
Dari hasil pengamatan, ditemukan ada beberapa orang yang duduknya bertebaran secara random, dan mereka melakukan belajar marathon, tidak pulang ke rumah, atau asrama selama berhari-hari.
Konsekwensinya mereka tidak mandi, tidak sikat gigi, tidak ganti baju, dan itu sempurna sudah untuk menjadi pabrik “bei khoh”.
Hanya dengan beberapa orang yang stinky seperti itu, “bei khoh” itu kemudian menjalar ke seluruh ruangan, dan jadilah ruangan 24 jam belajar menjadi “bei khoh” semuanya.
Bukan tidak mungkin apa yang terjadi di ruang kelas salah satu prodi di USK itu, terjadi hanya karena ada beberapa mahasiswa terpapar virus rajin seperti apa yang terjadi di MIT itu.
Uniknya, seorang senator BEM MIT mengajukan rancangan amandemen anggaran dasar dan anggaran aturan rumah tangga BEM untuk mengatasi hal itu.
Idenya kemudian diterima dan dijalankan dalam bentuk membeli barang-barang hygenis untuk mahasiswa seperti sabun, sikat dan odol gigi, cairan pewangi mulut, yang sedianya akan dibagikan kepada mereka yang sudah dipantau tidak keluar dari ruangan untuk waktu yang lama.
Menurut pengakuannya kepada Insider Higher Ed pada saat itu, sang Senator mahasiswa juga tidak yakin ada kawannya yang berani mendekati untuk memberi barang kebersihan itu, takut nanti calon mahasiswa stinky itu akan tersinggung dan marah.
Media itu tidak memberikan penjelasan bagaimana kasus “bei khoh” di MIT itu berakhir.
Apakah “bei khoh” itu hanya ada di MIT? Ternyata juga tidak.
Ada kampus hebat lainnya di pantai Barat AS.
Ini juga kampus prestesius. Namanya Universitas California Santa Barbara.
Seorang mahasiswa S1 Theater di kampus yang menjadi kontributor tetap majalah mahasiwa UCSB, The Dailly Nexus, pada bulan 19 Oktober 2022 “membocorkan” hal itu kepada pembacanya.
Ia melakukan survey pribadinya tentang “bei khoh” mahasiswa terhadap beberapa prodi yang dikunjunginya, dengan cara menyamar menjadi mahasiswa sambil mengikuti kuliah yang berlangsung.
Yang sesungguhnya ia lakukan, menggunakan hidungnya untuk mencari “bei khoh” itu.
Dengan tulisannya yang kocak dan sangat jenaka ia menulis temuannya dengan menempatkan prodi “bei khoh” dengan urutan pertama prodi desain kreatif, diikuti oleh filsafat.
Ia tidak menulis urutan ketiga selain menyebutkan prodi ilmu politik netral tidak “bei khoh”.
Sementara itu ia memuji prodi kimia yang aduhai bau parfum mahasiswanya, dikuti oleh prodi psikologi.
Ia kemudian mencari jawaban kenapa “bei khoh” itu sangat dominan di prodi desain kreatif.
Ia menemukan banyak mahasiwa prodi ini gila prestasi dan bekerja dengan sangat keras di studio mereka.
Ia menemukan banyak ruangan prodi ini yang juga tidak dilengkapi dengan mesin pendingin (AC).
Kesimpulannya sederhana, namun cukup masuk akal dan ilmiah.
Akibat kerja ambisius mahasiswa yang tak kenal lelah itu, rata-rata perkapita BO- body odor- bau badan mahasiwa nya jauh lebih tinggi dari seluruh mahasiswa UCBC.
Penjelasan biologinya, keringat plus bakteri untuk jangka waktu lama tak mandi menjadi variabel penentu dari “bei khoh” itu.
Bagaimana dengan mahasiwa filsafat?
Ini adalah pembelajar yang rajin membaca tetapi malas peduli dengan kebersihan tubuh diri sendiri.
Alasannya sangat sederhana, kualifikasi pertama menjadi mahasiwa filsafat adalah kuat membaca, karena bacaan filsafat terkenal banyak, panjang, dan dalam.
Dipastikan kalau sudah menjadi mahasiswa filsafat, maka “ketagihan” membaca adalah prasyarat.
Membaca kemudian menjadi semacam opium, bahkan shabu yang dapat membuat seseorang lupa dengan waktu, dan lupa mengurus diri sendiri.
Seperti halnya apa yang terjadi di ruang baca 24 jam di MIT, itu pula mungkin yang terjadi di prodi Filsafat UCSB . Tak perlu harus seluruh mahasiwa tak mandi untuk menghadirkan “bei khoh” dalam kelas, seperempat saja sudah cukup untuk membuat ruangan beraroma “khoh”.
Apakah “bei khoh” itu hanya urusan mahasiswa S1? Ternyata juga tidak.
Perguruan tinggi AS terkenal sebagai tempat dimana banyak mahasiswa internasional S1 dan S2, dan S3 belajar.
Di kalangan mahasiswa pasca sarjana pengetahuan umum di sana, kesimpulan tentang bau badan mahasiswa terbagi kepada dua cluster.
Cluster pertama adalah mahasiwa pasca sarjana dari Asia Timur, terutama Cina, Taiwan, dan Korea Selatan, dan yang kedua India, termasuk Bangladesh dan Pakistan.
Untungnya mahasiwa pascasarjana dari ASEAN, terutama dari Indonesia, Malaysia dan Thailand, dianggap berbau netral.
Di sekolah pascasarjana yang mahasiswanya hanya berjumlah sepuluhan atau belasan orang di banyak kampus, beberapa profesor sering mengeluh dengan dua bau.
Pertama bau mulut dan badan yang berasal dari pemakan bawang putih-utamanya mahasiwa Cina, Taiwan, dan Korea.
Yang kedua adalah bau rempah yang bercampur keringat unik yang produsennya terutama mahasiwa India, Bangladesh, atau Pakistan.
Ada kasus tertentu, kadang karena ruangan sempit, mahasiswa pasca yang baunya menyengat akan diminta profesor untuk duduk di belakang.
Baca juga: Dosen USK Ngeluh Banyak Mahasiswa Bau Badan, dr Arthur : Bau Badan Bisa Menular Jangan Lakukan Ini
Kisah Profesor yang Dituduh Rasis
Pada tahun 2019 seorang Profesor Engineering Universitas Houston menulis email kepada mahasiswa pascasarjana baru dengan memberi nasihat dan peringatan tentang “bei khoh” itu.
Surat itu lebih beralamat kepada mahasiwa pemakan bawang putih dan konsumen rempah.
Isinya minta mahasiwa rajin mandi, ganti baju tiap hari, pakai deodoran dan parfum ringan, dan jika makan makanan mengandung bawang putih atau rempah, segera setelah itu gunakan obat kumur mulut.
Surat itu segera menjadi kontroversi kota Houston dan negara bagian Texas, bahkan AS.
Profesor itu dituduh rasis.
Sebagian mahasiwa India dapat memahaminya, sebagian lagi marah.
Publik terbelah, namun kampus Universitas Houston membela sang Profesor dengan menyebut niat baik, sekaligus untuk membantu mempercepat integrasi mahasiswa “bei khoh” itu ke dalam kehidupan normal masyarakat AS.
Terhadap kejadian “bei khoh” di salah satu prodi USK, apa yang mesti dilakukan oleh pimpinan Fakultas dan pempinan USK?
Idealnya tak ada apapun yang mesti dilakukan.
Itu hanya kasus, bukan sosiologis.
Kenapa itu menjadi viral? Itu tak lain karena kemudahan akses digital yang membuat surat itu yang awalnya dianggap canda kemudian menjadi viral dengan humor bercampur heran di kalangan pembacanya.
Apa kemungkinan besar penyebabkejadian itu? Mungkin ada beberapa mahasiwa yang sibuk dengan tugas, lalu abai membersihkan tubuhnya pada saat tertentu, dan itu biasa.
Fenomena itu baru menjadi sosiologis kalau semua atau banyak prodi, semua atau banyak fakultas melaporkan ada sebuah peristiwa bau badan massal yang berkelanjutan.
Oleh karenanya, jangan pernah berpikir untuk “razia bau badan” mahasiswa.
Kalau memang ada satu dua mahasiswa “bei khoh”, anggap saja itu keanekaragaman hayati.
Itu juga berguna untuk melatih sensitivitas hidung mereka ketika nantinya bertemu dengan berbagai wewangian.
Apa yang menjadi relevan dengan “bei khoh” mahasiswa adalah dengan mencontoh produsen parfum dan deodoran yang ingin masuk, atau bahkan mungkin sudah masuk ke kampus dan membagi produk mereka.
Sebagai kampus yang sudah barstatus PT-NBH yang lebih berwajah korporasi, viral “bei khoh” mahasiwa itu sebaiknya dikapitalisasi oleh USK untuk menciptakan fragrance- minyak wangi atau odor yang dapat menjadi komoditas yang diperjualbelikan.
Baca juga: Atsiri Research Center USK, Bank Indonesia, dan Petani Panen Raya Nilam di Aceh Jaya
Momentum Bagi Pusat Penelitian Atsiri USK
Memang yang diperlukan adalah kreativitas menghasilkan produk yang berkwalitas, terjangkau, berciri khas, dan bahkan dapat menjadi pemberi identitas USK yang unik.
Viralnya bau badan mahasiwa itu dapat dijadikan momentum luncuran anti thesisnya, terutama minyak wangi khusus.
Apa yang telah dimulai oleh Pusat Penelitian Atsiri USK, yakni parfum ARC yang telah beredar sebaiknya perlu ditingkatkan dan dilanjutkan.
Tidak jelas alasannya, apakah karena khawatir dengan bau badan mahasiwanya, sejumlah kampus di AS bahkan memproduksi sendiri parfumnya.
Sebut saja beberapa contoh seperti Universitas Tennese, Universitas North Corolina, Universitas Notre Dame, dan The Pennsylvania State Unversity.
Banyak kampus-kampus yang bermitra dengan pihak luar yang mempuyai keahlian wewangian yang kemudian secara bersama-sama menciptakan parfum unik khas masing-masing universitas.
Kepada mahasiwa “bei khoh” jangan pernah berkecil hati apalagi merasa minder, kecuali anda malas dan tidak berprestasi.
Untuk diketahui, banyak orang besar sekelas Michaelangelo, arsitek, pelukis, dan perupa yang mempersembahkan maha karya seni tiada tara yang hidup pada abad ke 15 di Italia, juga tak mandi berhari-hari, bau badan menyengat, dan sering tidur tanpa melepaskan sepatu bootnya.
Tokoh hebat yang lain, terlepas dari pendirian atheisnya, Karl Marx, yang pikirannya sampai hari masih membelah publik dunia, juga seorang filofof, pemikir, namun mempunyai habit kotor.
Tidak hanya tubuhnya yang tak terurus, kamar tidurnya juga semrawut, dan berdebu tanpa ampun.
Ketika polisi rahasia Prusia pada tahun 1853 masuk ke kamar tidurnya, di apartemennya di London, sang polisi terperanjat karena bau menyengat hidung.
Itu tak lain dari sprei kasurnya yang kotor dan menyerap keringat tak berganti selama berminggu-minggu.
Indikasi dari kejadian di MIT dan UCSB di negeri Paman Sam menunjukkan ada asosiasi antara kerajinan, ketekunan, prestasi, kreativitas dan “bei khoh” di kalangan mahasiswa.
Untuk itu “bei khoh” sekali kali, terutama ketika mau ujian atau banyak tugas tidaklah terlalu salah, asal saja tidak menjadi perilaku permanen.
Dan jangan salah juga, bukan tidak mungkin, sebagian Professor anda yang jenius, kreatif,dan berprestasi hari ini, ketika dulu statusnya sama dengan anda hari ini, diam-diam juga “bei khoh” bukan kepalang.
Bedanya, dulu belum ada digital, apalagi sosial media.
*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI