Kupi Beungoh

ChatGPT dan Tantangan Dunia Pendidikan

Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Uswatun Nisa, staf pengajar FISIP USK

Meski hampir semua jawaban yang terlihat meyakinkan, namun ternyata kurang tepat.

Pertanyaanya, apakah kekurangan seperti itu akan disadari oleh para pengguna yang tidak kritis?

OpenAI juga pernah mengatakan, pihaknya tidak ingin ChatGPT digunakan untuk tujuan yang menyesatkan di sekolah atau di mana pun.

Perusahaan telah mengembangkan mitigasi untuk membantu siapapun mengidentifikasi teks yang dihasilkan. Namun apakah semua orang punya kemauan untuk melakukan identifikasi ulang dari “jawaban meyakinkan” yang telah mereka terima?

Kubu Penentang dan Penganjur

Pada saat mengajar di salah satu kelas, saya bertanya pada mahasiswa “apa di sini ada yang menggunakan ChatGPT?”

Sejumlah mahasiswa menjawab “ada bu, kami pakai”, kata mereka.

Beberapa lainnya mengerutkan kening, masih berpikir apa itu ChatGPT.

Lalu saya bertanya bagaimana pengalaman mereka menggunakan ChatGPT.

Sejumlah mahasiswa mengaku sangat terbantu dengan keberadaan aplikasi ini, terutama saat mengerjakan tugas dan laporan.

Menurut mereka hasil penulisan ChatGPT sudah sangat terstruktur tanpa perlu diolah kembali.

Di satu sisi, penggunaan chatbot ini memunculkan kekhawatiran bahwa dalam karya yang dihasilkan oleh mahasiswa nantinya tidak akan ada lagi pemikiran dari mereka sendiri.

Hal ini tentu saja akan menghilangkan kemampuan berpikir dan kemampuan menulis yang sangat penting bagi mereka.

Kenyataannya, saat chatbot seperti ini belum hadir saja kemampuan bernalar kritis mahasiswa sudah dikikis dengan kemudahan pencarian informasi di internet.

Sebagian besar mereka tidak bisa lepas dari smartphone-nya, bahkan ketika melakukan presentasi atau diskusi di kelas.

Halaman
1234

Berita Terkini