Kupi Beungoh

ChatGPT dan Tantangan Dunia Pendidikan

Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Uswatun Nisa, staf pengajar FISIP USK

Alih-alih memikirkan jawaban dengan modal pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki, mereka lebih memilih mengandalkan jawaban dari google.

Lalu bagaimana ketika teknologi yang semakin ‘membantu’ ini eksis dalam dunia pendidikan kita?

Apalagi yang akan ‘dicuri’ dari mereka melalui teknologi ini?

Pandangan ini tentu menentang penggunaan teknologi ini dalam dunia pendidikan, karena dianggap akan membuat kemampuan berpikir peserta didik sangat terbatas, dan tidak berkembang.

Di sisi lain, kehadiran ChatGPT justru menguntungkan dan penggunaan dalam dunia pendidikan bisa dipandang lumrah.

Hal itu sama halnya ketika para mahasiswa menggunakan kalkulator atau komputer dalam pembelajaran.

Hal yang selama ini selalu dipraktikkan, seperti ketika para mahasiswa menggenggam hp-nya di sepanjang waktu.

Analog dengan itu juga perihal ahli biologi yang menggunakan mikroskop, dan astronom yang menggunakan teleskop.

Salah seorang dosen yang mendukung mahasiswa menggunakan teknologi berbasis AI dalam dunia akademik mengatakan bahwa teknologi selalu bebas nilai.

Perkembangannya tidak bisa dihambat, apalagi dihentikan.

Oleh karena itu, yang harus diperbaiki adalah budaya berteknologi kita.

Jika budaya teknologi kita sudah baik, maka di ranah manapun kita menggunakannya tidak akan ada masalah.

Mengubah Pola Pengajaran dan Penilaian

Untuk menyikapi perkembangan teknologi ini, para pendidik patut mengasah kemampuan literasi digitalnya agar mampu bersinergi dengan kemajuan teknologi berbasis AI.

Dengan begitu para pendidik akan memahami perilaku peserta didiknya, termasuk cara mereka belajar, cara mereka mencari materi, cara mereka menulis, dan cara mereka mengikuti ujian.

Halaman
1234

Berita Terkini