Laporan Taufik Zass | Aceh Barat Daya
SERAMBINEWS.COM, BLANGPIDIE - Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Koalisi Masyarakat Pejuang Keadilan (KOMPAK), Saharuddin, meminta agar Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk segera melakukan Revisi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah.
Pasalnya, menurut Saharuddin, pemberlakuan Qanun LKS telah menimbulkan berbagai persoalan di tengah masyarakat Aceh. Selain membatasi Rakyat Aceh untuk melakukan transaksi dengan perbankan konvensional, penerapan Qanun LKS juga telah menimbulkan pengangguran di tengah masyarakat Aceh.
"Coba dilihat berapa banyak saudara-saudara kita yang selama ini bekerja di bank konvensional, namun karena Qanun LKS dan Bank Konvensional harus minggat dari Aceh mereka dengan terpaksa harus dirumahkan dan menjadi pengangguran," ungkap Saharuddin kepada Serambi, Kamis (11/05/2023).
Benar, Allah SWT menghalalkan Jual Beli dan mengharamkan Riba. Tetapi, lanjutnya, jangan lupa dan terus mengkaji, apakah ada perbedaan antara riba dan Bank secara substansial mulai cara pinjam meminjam hingga pengambilan keuntungan.
"Jika hanya sekedar mengubah nama agar dilihat Islami atau Syar'i tetapi substansinya justru lebih memberatkan konsumen dan Masyarakat maka itu artinya sama dengan menzalimi," ungkapnya.
Prinsip penegakan hukum Islam atau komponen hukum Islam, jelas Saharuddin tidak boleh menindas, jika sekedar mengganti nama tetapi substansinya tidak berubah menjadi Syar'i, termasuk pelayanan yang buruk dan merugikan konsumen, maka itu menurutnya tak lebih dari "membalut babi yang diharamkan dengan kulit sapi atau kulit domba agar disangka sapi atau domba".
"Selama ini kita sering menghukum disaat ada yang protes terhadap Qanun LKS, Seakan-akan mereka anti syariah, namun kita tidak pernah mempermasalahkan walaupun itu terjadi didepan mata dan kita tau semuanya," paparnya.
Menurut Sahar, sejak diberlakukannya Qanun LKS dan Bank Konvensional minggat dari Aceh, ratusan rentenir dan koperasi yang berkedok syariah muncul ditengah masyarakat Aceh, namun itu tidak pernah ada tindakan dan ketegasan pemerintah untuk membasminya. "Padahal Rentenir dan Koperasi yang berkedok syariah telah mencekik ekonomi masyarakat Aceh," bebernya.
Keterlibatan masyarakat untuk melakukan peminjaman ke rentenir dan koperasi yang berkedok syariah, lanjut Sahar, itu terpaksa dilakukan karena sulit melakukan peminjaman modal Usaha diperbankan yang ada di Aceh saat ini. Menurutnya, Perbankan yang ada di Aceh hanya melayani dan mengutamakan Pejabat dan PNS, kalau Masyarakat sangat sulit bisa mendapatkan pinjaman modal usaha.
"Selain itu, kita juga berharap agar Pemerintah Aceh dan DPR Aceh untuk segera memanggil pihak Bank Syariah Indonesia (BSI) atas pelayanan terburuk yang telah terjadi selama tiga hari ini. Kalau alasan maintenance, maka patut dipertanyakan sampai kapan maintenance itu akan diberlakukan," harapnya.
Sebab, lanjut Saharuddin, pelayanan buruk Bank BSI selama tiga hari ini telah banyak menimbulkan kerugian terhadap Rakyat Aceh dalam melakukan transaksi Ekonomi. "Ini juga harus ada kompensasi sebagai rasa tanggung jawab dan kesalahan dalam melakukan pelayanan terhadap nasabahnya," pungkasnya.(*)
Baca juga: Dirut BSI: Kami Mohon Maaf dan Berusaha Pulihkan Layanan