Tangis Santriwati Korban Pencabulan Pimpinan Ponpes di Sumbawa: Motif Ruqyah Ternyata Ditindih

Editor: Faisal Zamzami
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Korban pencabulan

SERAMBINEWS.COM, SUMBAWA - Pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, diduga mencabuli 29 santriwati.

Mereka sempat kabur dari ponpes lewat jendela dan berlari ke rumah salah satu guru yang berlokasi di belakang pondok.

Saat ini terduga KH (36) selaku pimpinan pondok sudah diamankan di Polres Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

FA (13) santriwati pondok pesantren di Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, sambil bergetar menceritakan kejadian dugaan kekerasan seksual yang dialaminya. 

Kejadian pertama kali dialami pada Mei 2023.

Saat itu pimpinan ponpes, yang dipanggil Abah, masuk ke dalam kamarnya.

Abah memanggilnya dengan alasan ingin memperlihatkan jam tangan.

"Saya lihat jam tangan kemudian Abah tiba-tiba ikuti dari belakang dan hendak masuk ke dalam kamar".

"Saya kaget dan langsung menutup pintu namun Abah paksa saya untuk buka pintu dan masuk ke dalam kamar asrama. Lalu Abah menutup pintu hingga saya terjatuh," kisah FA. 

Ia tidak mampu lagi menahan tangis, air matanya jatuh begitu saja.

Saat masuk ke dalam kamar, Abah mengancam dan mendekati FA.

Terduga pelaku lalu memeluknya. 

FA memohon agar Abah tidak melakukan perbuatan tidak senonoh kepadanya.

Karena dikuasai hawa nafsu, terduga tidak menggubris perkataan FA.

Terduga membekap mulutnya. 

"Saya mohon kepada Abah jangan ginikan. Masa depan saya masih panjang. Tapi si Abah tidak mau mendengarkan ucapan saya berkali-kali saya berteriak minta tolong sama teman-teman," ucap FA. 

"Abah sempat memegang mulut saya, sambil berkata diam kamu. Namun dirinya terus berteriak dan membentak, lalu abah langsung keluar" katanya.

Baca juga: Aksi Bejat Pimpinan Ponpes di Sumbawa Cabuli 29 Santriwati, Korban Trauma Pilih Kabur Lewat Jendela

Pada malam hari Ia menceritakan hal tersebut kepada ustazah.

"Saya tidak mau lagi kembali ke pondok itu, takut," sambil terisak FA mengatakan ingin pindah sekolah.

"Saya dilecehkan, alasan Abah obati dengan ruqyah," kata FA.

Pada malam hari, ia menceritakan hal tersebut kepada ustadzah.

Atas peristiwa tersebut, ia mengalami sakit dan Abah berpura-pura mengobatinya dengan dalih melakukan ruqyah.

"Abah pura-pura obati kaki saya. Abah pegang kaki saya dan tangan terus naik meraba tubuh ke atas. Saya berteriak," ucap FA. 

Keesokan harinya, terduga pelaku kembali masuk ke dalam kamar asrama dan mencoba memeluknya.

Ia berteriak lagi.  Namun temannya mengira ia kesurupan.

"Saya dikira kesurupan dan bercanda sama teman-teman," sebutnya.

Setelah itu, ia dan teman-temannya kabur dari ponpes lewat jendela.

Ancaman dari abah sempat dilontarkan ingin memukul.

"Saya tidak mau lagi kembali ke pondok. Saya takut di sana," Ia mengulang lagi kata yang sama.

Ia kembali mengingat kejadian pilu tiap kali berada di Pondok.

FA sudah tidak kuat lagi. Ia ingin bersekolah di tempat lain.

Tak disangka, apa yang dialami FA ternyata dialami pula oleh temannya yang lain.

Bahkan ada yang dipegang payudara hingga ditindih oleh pimpinan pondok tersebut.

Hingga kemudian mereka sepakat untuk kabur dari pondok bersama.

 

Jalani Pemeriksaan Psikologis

29 santriwati korban dugaan pencabulan oleh pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjalani pemeriksaan psikologis, pada Jumat (2/6/2023), untuk melengkapi alat bukti.

 Pemeriksaan itu dilakukan oleh psikolog dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sumbawa bekerja sama dengan RSUD Sumbawa.

Puluhan santriwati tersebut didampingi oleh orangtuanya.

"Korban mengalami trauma," kata Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Sumbawa, Fatriaturahmah.

Ia menyebutkan, kekerasan seksual itu dilakukan terduga pelaku saat bersalaman dan ketika korban sakit.

Setiap kali bertemu, korban diminta bersalaman dengan mencium tangan pelaku.

Saat itu pula, pelaku melecehkan korban.

"Alasannya untuk dapat berkah makanya cium tangan," kata perempuan yang akrab disapa Atul itu.

Pelaku juga mencabuli santriwati saat sedang sakit. Pelaku berpura-pura mengurut dan mengobati dengan ruqyah.

Pelaku lalu meminta korban membuka pakaian bagian bawah, lalu pelaku melecehkan korban.

Sementara itu, KHD (36), terduga pelaku menjalani pemeriksaan di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polres Sumbawa.

KHD diamankan polisi saat ponpes itu diserang warga akibat dugaan pencabulan itu.

Harapan orangtua korban

  Hd, salah satu orangtua korban, berharap sang anak tidak trauma berkepanjangan akibat kasus kekerasan seksual yang dialaminya.

"Semoga anak saya tidak trauma berat dan tetap mau sekolah lagi," kata Hd.

Saat mendampingi sang anak, Hd masih belum bisa menerima apa yang dialami anaknya.

"Tiba-tiba pulang, dan sakit. Saat cerita mau pindah sekolah dan tidak mau balik ke pondok," sebutnya.

Ia menjelaskan, sang anak mengalami pelecehan seksual.

"Setiap kali bercerita anak saya menangis. Pasti mentalnya terguncang," katanya.

Alasan tidak ingin kembali ke pondok karena ketakutan bertemu pelaku.

Meski begitu, ia meminta sang anak tetap rajin belajar untuk mengikuti ujian kenaikan kelas.

"Saya minta agar anak bisa ikut ujian di sekolah terdekat dan tidak mengulang lagi dari kelas satu gara-gara kasus ini," harap Hd.'

Baca juga: Modus Uang Jajan Hingga Buah, Pria 64 Tahun Cabuli 11 Anak Selama 3 Tahun, Terungkap Karena Ini

Ikuti Ujian Semester di Sekolah Lain

Setelah terkuaknya dugaan pencabulan 29 santriwati oleh pimpinan pondok pesantren ( Ponpes) di Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, aktivitas belajar mengajar di tempat tersebut telah dibekukan.

Kini sejumlah santriwati mengikuti ujian semester kenaikan kelas di SMP terdekat yang ada di Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

"Ya, 29 santriwati ikuti ujian semester di sekolah terdekat sejak hari Senin kemarin. Sekarang sudah masuk hari ketiga," kata Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Sumbawa, Fatriaturahmah yang dikonfirmasi, Rabu (7/6/2023).

Menurutnya, aktivitas sudah dibekukan dan semua santri dan santriwati angkatan pertama di sekolah dan pondok itu mengikuti ujian di sekolah terdekat.

"Ada 23 santri dan 29 santriwati mengikuti ujian di sekolah lain yang dekat dengan wilayah tempat tinggal mereka di Kecamatan Labangka," sebutnya.

Menurutnya, usai mengikuti ujian semester, para santriwati masih akan menjalani pemeriksaan tambahan di kantor polisi.

"Saya sebagai pendamping, siap melindungi semua korban agar hak pendidikan mereka tetap didapatkan," kata dia.

Semua santriwati korban pencabulan pimpinan Ponpes tidak mau kembali ke pondok.

Menanggapi hal tersebut Ketua Dewan Pendidikan Jamhur Husain mengatakan santriwati tetap bisa melanjutkan sekolah.

"Kami dari dewan pendidikan akan berjuang agar mereka tidak putus sekolah atau mengulang dari kelas satu," tegasnya.

 Terkait proses hukum atas dugaan pencabulan terhadap puluhan santriwati ini, ia meminta polisi mengusut tuntas.

Jika oknum pimpinan pondok melakukan hal melanggar hukum maka harus diberikan sanksi setimpal.

Selain mencoreng wajah pendidikan juga merusak citra pondok pesantren.

Perbuatan tercela tersebut juga merusak masa depan anak bangsa.

"Kami siap dampingi semua korban untuk mendapatkan haknya secara komprehensif," pungkasnya.

Izin Ponpes dan Sekolah di Sumbawa Dicabut

Pemerintah Kabupaten Sumbawa mencabut izin operasional Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan pondok pesantren di Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), buntut kasus pencabulan oleh pimpinan ponpes tersebut.

"Surat rekomendasi izin dari kami dan yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) akan dicabut rekomendasinya supaya izinnya bisa ditinjau kembali," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Sumbawa, Ikhsan Safitri, Jumat (2/6/2023).

"Kalau sudah pembekuan artinya tidak ada lagi aktivitas di sana," tegasnya.

 Ikhsan menjelaskan, pondok dan sekolah tersebut masih berumur satu tahun.

29 santriwati yang menjadi korban pencabulan oleh pimpinan ponpes adalah angkatan pertama.

Pihaknya menyesalkan adanya dugaan pencabulan itu. Sebab, saat ini pemda sangat gencar melaksanakan program penguatan pendidikan karakter.

"Kami kaget dan sangat kecewa. Saat ini sekolah umum kami arahkan seperti pesantren atau madrasah dengan kebijakan full day school untuk penguatan pendidikan karakter," sebut Ikshan.

 

Baca juga: Puan Maharani Bocorkan 6 Bakal Cawapres Ganjar Pranowo di Pilpres 2024, Berikut Profilnya

Baca juga: AC Milan Resmi Pecat Paolo Maldini, Para Pemain dan Suporter Kecewa

Baca juga: 2 Makanan Ini Bisa Tingkatkan Kualitas Sel Telur & Kesuburan, dr Boyke: Cepat Hamil Kalau udah Nikah

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tangis Korban Pencabulan Pimpinan Ponpes di Sumbawa: Saya Dilecehkan Motif Pengobatan Ruqyah "

Berita Terkini