Kupi Beungoh

Rumoh Geudong, Antara Peng Griek dan Orang Aceh yang Sedang Sakit Sejarah

Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Muhammad Nur, Dosen Sejarah di Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh

Oleh Muhammad Nur*)

Upaya penguburan situs-situs sejarah di Aceh, belakangan ini marak terjadi, seperti telah direncanakan, mulai dari tingkat Gampong hingga sampai ke tingkat lembaga kekuasaan tertentu lainya di Aceh.

Upaya ini bisa dibilang terlalu “mancur” karena orang luar telah mempelajari karakter orang Aceh sejak era kolonial.

Catatan-catatan penting dari Snouck Hurgronje telah membuka mata elite politik dalam mengatur Aceh masa kini.

Di antara catatan tersebut adalah orang Aceh mudah goyah imannya ketika berhadapan dengan “peng griek”.

Peng griek adalah simbol gaya hidup pragmatis.

Hal ini bisa dilihat dari kehidupan sehari-hari dalam masyarakat ketika seseorang yang ingin melamar anak gadis, pasti yang duluan ditanya adalah pekerjaannya apa, dimana, dan berapa gajinya.

Orang-orang yang memiliki pola hidup pragmatis ini, ketika dihadapkan dengan nilai-nilai sejarah, mereka tidak begitu peduli karena menurutnya adalah masa lalu itu tidak membawa manfaat bagi masa depan.

Bahkan mereka bisa berkilah, masa lalu jika terus dikenang bisa membawa dendam bagi generasi masa depannya.

Ini adalah sesuatu yang sesat dan keliru jika diamalkan.

Jika dilihat jauh ke belakang, spirit para leluhur orang Aceh dalam membangun peradaban adalah melalui semangat sejarah, termasuk semangat dalam menjaga NKRI pada masa-masa revolusi fisik di Medan Area pada tahun 1946.

Oleh karena itu, maka dengan tidak adanya pemahaman tentang kesesejarahan, orang Aceh hari ini mengalami “sakit sejarah”.

Hal ini bisa dilihat dari banyaknya situs-situs sejarah yang kemudian dirusak melalui tangannya sendiri dengan rasa bangga dan heroik, seperti pembakaran dan perusakan Rumoh Geudong baru- baru ini.

Secara umum, perlu diketahui, orang Aceh gemar membuat sejarah, tapi jangan lupa mereka juga gemar dalam merusak nilai-nilai sejarah.

Dengan perilaku yang dimunculkan ini, dapat disimpulkan bahwa orang Aceh tidak memiliki “identitas” dikarenakan tidak memiliki “ideology”.

Baca juga: Mengenang Peristiwa Rumoh Geudong yang Mengiris Hati, Kini Diratakan Jelang Kedatangan Jokowi

Halaman
1234

Berita Terkini