Tentu akan sangat sulit bagi kita menemukan tempat di Aceh yang merdeka dari pemandangan tersebut.
Inilah yang oleh para ahli lingkungan disebut sebagai polusi visual.
Tidak berdampak langsung pada kesehatan memang, tapi polusi visual ini akan menimbulkan dampak seperti halnya dampak yang ditimbulkan oleh polusi suara.
Itu baru bicara tentang bertebarannya alat promosi di seantero kota, belum kita bicara tentang tumpukan sampah, saluran air yang tak terurus, hingga coretan-coretan liar dan gedung-gedung yang dibiarkan terbengkalai.
Pada akhirnya, semua ini akan menurunkan pesona Kota Banda Aceh sebagai tujuan wisata.
Baca juga: Ini 5 Jenis Tanaman Hias Indoor yang Bisa Bersihkan Polusi di Dalam Rumah, Perawatannya Juga Minim
Baca juga: Polusi di New Delhi Semakin Parah, Pemerintah India Tutup Sekolah dan Pegawai Bekerja dari Rumah
Antara Bukit Bintang dan Times Square
Lalu apa sih yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh?
Menurut saya, kebijakan yang dilakukan oleh Dewan Bandaraya Kuala Lumpur dalam pemasangan alat promosi atau iklan di kawasan pusat perbelanjaan Bukit Bintang, mungkin bisa menjadi contoh bagi Banda Aceh.
Contoh lain mungkin adalah kawasan Times Square di New York Amerika Serikat.
Tapi untuk contoh kedua ini saya tidak bisa mengulas banyak, karena belum pernah melihat langsung, melainkan hanya melalui video di youtube dan pemberitaan.
Sementara untuk kawasan Bukit Bintang, kayaknya hampir 30 persen atau paling kurang 10 persen masayarakat Aceh sudah pernah melihat langsung.
Bisa dipastikan, hampir semua wisatawan dari Aceh atau Indonesia yang datang ke Malaysia, pasti menyempatkan diri untuk berkunjung ke Bukit Bintang.
Sebagian besarnya memilih berkunjung pada malam hari, bukan siang hari.
Kenapa?
Salah satunya adalah gemerlap lampu dari berbagai iklan digital yang dipasang di dinding berbagai jenis bangunan di kawasan itu.
Memang, solusi ini tidak serta merta menihilkan polusi visual.