Kupi Beungoh

Polusi Visual di Banda Aceh dan Gemerlapnya Bukit Bintang di Malaysia

Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penulis, Jafar Insya Reubee bersama istri berpose di kawasan Bukit Bintang Malaysia, Juli 2023.

Karena pemasangan iklan digital atau digital advertising ini masih memberi dampak paparan cahaya dan menimbulkan budaya konsumtif di masyarakat.

Tapi setidaknya, digitalisasi alat peraga atau iklan ini telah membuat Bukit Bintang atau pun Times Square di New York punya ciri khas, dan mendatangkan banyak wisatawan.


 
Banda Aceh Boleh

Jika Bukit Bintang bisa, kenapa Banda Aceh tidak boleh?

Jangan bicara Bukit Bintang boleh begitu karena Malaysia negara maju.

Ingatlah, sebagian wilayah Malaysia, mungkin termasuk Bukit Bintang di dalamnya, pada suatu ketika dulu, pernah menjadi bagian dari Kesultanan Aceh Darussalam.

Atau setidaknya pernah meminta bantuan dari Sultan Aceh Darussalam.

Jadi pertanyaannya adalah, kenapa indatu kita dulu bisa, kenapa kita sekarang tidak boleh?

Jadi, salah satu caranya adalah mari kita perdalam ilmu tentang digital agar kita tidak semakin ketinggalan.

Kedua dan paling penting adalah kebijakan dari Pemerintah Kota, terutama Wali Kota dan DPRK Banda Aceh, untuk mentransformasikan baliho, spanduk, dan pamflet manual ini ke digital.

Selain estetik, perangkat digital advertising ini juga bisa memuat banyak iklan dalam sebuah ruang, yang tampilannya berganti-ganti.

Ini tentu akan membuat penggunaan ruang untuk pemasangan alat peraga dan iklan, akan semakin berkurang, dan Banda Aceh akan sedang dipandang mata.

Akhir-akhir ini, beberapa videotron sudah mulai mengudara di titik-titik tertentu kota Banda Aceh.

Kemunculan videotron ini menandakan dimulainya digitalisasi advertising di Banda Aceh.

Informasinya, videotron yang terdapat di Banda Aceh dapat dibagi menjadi dua bagian, komersil dan nonkomersil.

Halaman
1234

Berita Terkini