“Kalau revisi tahapannya panjang sekali, kami harus melakukan kajian dan riset, apa persoalannya. Kalau ada yang bilang kejatuhan ekonomi gara-gara bank syariah, apa pembuktiannya?" kata Mawardi.
Dia mengatakan, harus ada variabel-variabel dan perbandingan terkait itu.
"Kami tidak boleh menerka-nerka, harus ada data riil. Kita tidak pada posisi mendukung atau menolak bank konvensional, tapi kita harus bicara pada konteks hasil kajian dan riset yang akan dilakukan para ahli,” ujarnya.
Riset dan kajian akan dilakukan secara komprehensif dan direncanakan dalam minggu depan ini pihaknya akan duduk dan menyampaikan hal itu kepada pimpinan DPRA.
"Kita sampaikan dulu, lalu dibentuk tim dan dilakukan kajian apa persoalannya. Lalu jika sudah dapat titik kelemahannya, baru kita lihat apakah memang benar terkait produk hukumnya atau bukan," terang Mawardi.
"Intinya, revisi atau tidak itu tergantung hasil kajian. Misal hasil riset mengharuskan qanun ini revisi, ya kita revisi,”
“Tapi revisi itu kan tidak mesti harus mengembalikan bank konvensional kembali, ya tergantung hasil itu nanti," imbuhnya.
Fakta selama ini yang mencuat di masyarakat adalah bukan menolak revisi, revisi boleh saja jika memang untuk menguatkan Qanun LKS itu sendiri.
"Revisi boleh, untuk memperkuat Qanun LKS, bukan untuk mengembalikan bank konvensional, itu banyak pendapat," ujarnya.
Sedangkan usulan yang telah disampaikan eksekutif kepada legislatif adalah revisi terkait pasal-pasal bank konvensional itu sendiri.
"Kalau pemerintah, yang diusulkan ke kami untuk mengembalikan konvensional. Memang pasal-pasal yang mengikat bank konvensional itu aja yang disuruh revisi," ungkap Mawardi.
Terkait permintaan OJK soal revisi tersebut, Mawardi mengatakan itu adalah hal yang wajar sebagai wacana di media massa,
"Ini kan sudah masuk wilayah politik, jadi (OJK) tidak usah intervensi. OJK ingin ada kepastian memang.,”
“Tapi itu akan hanya wacana, kami baru anggap resmi kalau OJK sudah menyurati kami," pungkas Ketua Banleg DPRA ini. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)